Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Roh

11 Juli 2019   12:47 Diperbarui: 11 Juli 2019   14:43 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Bisa," kata saya cepat. Semenjak ditinggal ayah, saya selalu membantu ibu di dapur. Saat menjadi pencopet, sayalah yang memasak untuk kami berdua, bertiga, berempat, bahkan bersepuluh. Teman-teman sesama pencopet sering bergabung makan karena mereka kangen cita rasa masakan saya.

Ternyata cita rasa masakan saya, membuat lima anak yatim piatu berkali-kali mengacungkan jempol. Pak Rofiq juga berdecak kagum ketika dia sudah pulang dan mencicipi masakan itu. "Ini bukan beli di luar, kan?" selorohnya.

Kau tahu, sejak saat itu aku sering ditelepon mereka hanya karena kangen cita rasa masakan saya. Dan itulah yang akhirnya merubah retak tangan saya, manakala Pak Rofik membuka warung makanannya yang sudah tahunan vakum. Semua modal dia yang siapkan, saya hanya tinggal memasak.

Saya lambat-laun tak bisa mencopet lagi, karena pelanggan banyak. Teman-teman saya ajak bekerja dengan saya karena tak sanggup meladeni pembeli, apalagi warung makan saya sudah menjadi restoran kecil. Sekarang saya sudah memiliki nyaris sepuluh cabang. Nyaris pula seluruh pekerjanya adalah mantan pencopet. Sampai sekarang tak ada yang tahu apa makna nama restoran-restoran kecil saya; Warung Makan Bu Pet. Keren kan namanya? Bu Pet kepanjangan dari bukan pencopet. Tapi jangan bilang siapa-siapa. Bisa-bisa saya didemo pelanggan.

Sekarang saya baru tahu apa makna perkataan bapak puluhan tahun lalu; "mencari penghidupan mudah, hanya memindahkan uang dari kantong orang ke kantong kita". Tapi tentu saja orang itu dengan senang hati memasukkan uangnya ke kantong kita.  Meski yang saya lakukan hanya sepele; menyenangkan perut mereka.

-----sekian----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun