"Saya dipukulin orang tak dikenal tadi malam, Pak," jawab Misnan. Lelaki tua itu memanggil buruh sawit yang sedang melintas menumpang mobil pick-up. Tubuh Misnan dibopong beramai-ramai dan diletakkan di bak mobil pick-up. Mereka mengantar Misnan ke rumahnya.
Berita penganiayaan itu tersebar seperti kain disulut api. Warga marah besar. Seorang perwakilan dari perusahaan pertambangan minyak dan gas, menjemput Misnan, membawanya ke rumah sakit perusahaan. Misnan belum bisa diajak berbincang-bincang. Dia sesekali meringis menahan pedih yang mengoyak sebagian wajahnya. Pihak aparat dari kota pun turun tangan.
Suatu senja, Parmin menjenguk Misnan. Dia tersenyum pura-pura ramah. Parmin membisikkan sesuatu ke telinga lelaki yang terbaring lesu itu, entah apa.
***
Kantor lurah penuh warga. Misnan tertunduk lesu di sudut ruang. Bapak lurah tersenyum kepada Parmin. Aura kemenangan terpancar di wajah mereka. "Baiklah, sekarang mari kita dengarkan penjelasan saudara Misnan tentang penganiayaan beberapa hari lalu." Bapak lurah manggut-manggut.
Dengan terbata-bata Misnan menceritakan tentang kejadian di kebun sawit. Dia memohon maaf kepada seluruh warga, bahwa kejadian penganiayaan itu hanya bohong belaka. Sebenarnya dia hanya digebukin warga dusun sebelah, karena ketahuan mengintip perempuan mandi di sungai.
"Wuuu!" teriak warga dengan nada sumbang. Mereka antara percaya dan tidak atas penjelasan Misnan. Sebab mereka kenal betul siapa lelaki itu. Entah kenapa dia melakukan perbuatan yang memalukan.
Beberapa warga hendak bertanya. Bapak lurah melarang. Sebab Misnan belum sehat betul. Dia butuh istirahat. "Demi kesucian dusun, maka saya menunjuk Sopuan menggantikan Misnan sebagai ketua pemilihan kepala dusun. Setujuuu?"
Tak ada warga yang menjawab. Seorang demi seorang meninggalkan kantor lurah dengan tertunduk lesu.
***
Di sudut sebuah kafe remang-remang, tiga lelaki ditemani tiga perempuan tertawa sambil berjoget mengiringi irama remix. Kau mungkin mengenal mereka. Ada bapak lurah, Parmin, dan itu tuh.... Ada Misnan!