Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Penyihir

22 Juni 2019   09:54 Diperbarui: 22 Juni 2019   10:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berarti benar perkataan orang-orang bahwa ayah memang penyihir. Jadi, apa tindakanku? Menyuruh ayah menghentikan profesinya itu, sama saja membangunkan macan tidur. Namun esok paginya ayah mengajakku ke tempat dia praktek. Ayah ingin menunjukkan kepadaku bahwa dia bukan dukun seperti yang dikatakan orang. Dia tak pernah menyantet orang.

Apa yang diucapkan ayah memang benar. Dari beberapa pasiennya itu tak ada yang memohon untuk menyantet orang lain. Rata-rata hanya meminta pengobatan atas penyakit mereka. 

Sebagian kecil untuk meluluskan niat, misalnya biar bisa diterima bekerja di perusahaan anu, biar bisa naik pangkat, biar lulus ujian. Cuma cara ayah melayani permintaan mereka cukup ganjil menurutku. 

Ayah menyediakan baskom berisi air bercampur bunga-bunga. Ada juga dupa yang mengebulkan asap kemenyan. Kemudian mantra-mantra yang dia ucapkan. 

Kemudian air-air dalam gelas bercampur kertas bertuliskan mantra. Kemudian pasien-pasien yang memberikan uang dalam amplop. Aduh, apakah ini perbuatan tak menyalah?

Aku kemudian mencari tahu dari guru agama Islam tentang kegiatan perdukunan yang demikian. Kata guru agama, itu merupakan perbuatan syirik. Harus dihindari, kalau perlu dihentikan.  Hanya saja apa dayaku menyuruh ayah menghentikan kegiatannya.

Sekali waktu aku meminta ayah berhenti menjadi dukun dan mencari pekerjaan lain yang halal. Jawaban darinya hanya sebuah tamparan. Tamparan pertama kali dari ayah untuk anak tercintanya. 

Hingga saat ini ayah masih mencari penghidupan dari jalan haram itu. Sementara aku belum bisa juga menyadarkannya. Entah suatu hari kelak ada hidayah Allah yang membuatnya kembali ke jalan yang benar.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun