Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dompet Ibu Fatimah

5 Mei 2019   07:30 Diperbarui: 5 Mei 2019   07:40 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang sekolah, dia tak langsung naik mobil angkutan kota menuju rumahnya. Dia menyetop bis kota yang mengarah ke alamat yang tertuju di kartu tanda penduduk itu. Dia ingat pernah bertanding sepak bola dengan anak SD lain di lapangan yang berdekatan dengan alamat itu.

"Nah, sudah sampai!" Lega juga hati Iris. Seorang tukang becak yang sedang mangkal di pinggir jalan, didekati Iris. "Pak, numpang tanya. Perumahan Garden di mana, ya?"

"Oh, tak jauh dari sini. Nanti Adik jalan lurus ke arah pohon besar itu, kemudian belok ke kiri. Tak jauh dari situ, Adik akan menemukan Perumahan Garden."

"Terima kasih banyak ya, Pak!" Iris sangat senang. Untuk pertama kalinya Iris berbuat nekad begini. Kalau sampai mamanya tahu, Iris bisa dimarahi. Sekarang kan lagi musim penculikan anak. Iris tahu kalau Tuhan selalu membantu orang yang berniat baik.

Ternyata menemukan rumah pemilik dompet itu ternyata tak mudah. Semua rumah di situ berbentuk hampir sama. Semuanya berpagar tinggi. Lagi pula hanya satu-dua rumah yang memiliki nomor. Aduh, bagaimana ini?

Beruntung Iris bertemu seorang lelaki seumuran papanya. Lelaki itu sedang menyuci mobil di halaman sebuah rumah berwarna biru.

"Pak, numpang tanya," kata Iris takut-takut. Dia melihat seekor anjing besar yang sedang tiduran di teras rumah itu.

"Iya, mau nanya apa, Dik?" Lelaki itu mendekati Iris. Anjing besar itu menggonggong, dan langsung berdiri. Lelaki itu berhasil mendiamkannya.

"Ini, anu, saya mau mencari rumah Ibu Fatimah," jawab Iris dengan jantung yang masih berdebar.

"Oh, Ibu belum pulang. Masih belanja di pasar. Ada perlu apa ya, Dik?" Lelaki itu membuka pintu pagar. Jantung Iris kembali berdebar. Kalau dia sampai mengatakan akan mengembalikan dompet itu kepada Ibu Fatimah, apakah lelaki itu tak berniat jahat? Bisa saja lelaki itu menyuruh Iris menitipkan dompet itu kepadanya. Bisa saja dompet itu tak diberikan kepada Ibu Fatimah. Atau, yang namanya Fatimah kan belum tentu seorang! Siapa tahu ada tiga atau empat Fatimah di Perumahan Garden.

Saat masih ragu-ragu menjawab pertanyaan lelaki itu, sebuah mobil berhenti di belakang Iris. Iris merasa senang karena seseorang yang keluar dari dalam mobil itu adalah orang yang ditabraknya tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun