Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ucin Mar Ucin

16 April 2019   16:29 Diperbarui: 16 April 2019   17:10 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Iya!"

"Tapi saya mau....."

"Ayo, pergi sana! Mengganggu kenyamanan saja."

Meskipun sering diundang sebagai pembicara di bebarapa seminar, dan menjadi guru besar tetap di sebuah universitas terkemuka, wajah Mang Ucin memang kurang familiar bagi masyarakat sekotanya. Kecuali tentu dengan mahasiswa, dosen, segelintir peserta seminar dan mayoritas orang-orang pasar yang rata-rata kere. 

Seumur-umur, Mang Ucin memang tak pernah mau difoto, apalagi nampang di media massa. Dia tak mau terkenal. Dia hanya ingin memanfaatkan ilmunya kepada masyarakat, bukan menjual tampangnya. Tampang Mang Ucin hanya milik Solmiah seorang. Solmiah itu nama istri Mang Ucin. Itulah mengapa tiga petugas keamanan itu tak mengenalnya.

Alhasil, dengan perut yang lapar, Mang Ucin pergi meninggalkan hotel. Dia memilih memesan bakso di pengkolan jalan.

"Nah, akhirnya balek lagi kan, Pak! Sudah kubilang kalau jalan kaki itu membuat lapar." Tawa tukang bakso berderai. Mang Ucin memesan bakso yang pedas satu mangkok. Puas rasanya menyudahi rasa lapar. Lupa pulalah dia tentang tiga petugas keamanan tadi, juga seminar.

Sementara di ruang seminar, panitia kelabakan. Para peserta sudah gaduh menunggu kemunculan Mang Ucin. Mereka bosan mendengar suara musik melulu, disuguhi snack terus sampai perut kencang.

Ketua panitia mencoba menelepon ke ponsel Mang Ucin. Tapi Solmiah yang menyambut, dan mengatakan kalau suaminya sudah lama berangkat ke tempat seminar. Ketua panitia buru-buru keluar dari hotel. Dia bertanya kepada tiga petugas keamanan tentang keberadaan sang pembicara seminar. Tapi ketiganya menggeleng tegas. Dalam bayangan mereka, pembicara seminar itu, bertampilan mewah. Memakai jas, berkaca mata, kepala botak dan wajah terang.

Ketua panitia iseng-iseng berjalan ke trotoar. Dia akhirnya melihat Mang Ucin menyantap bakso di pengkolan jalan. Seolah dia merasa memeroleh durian runtuh. Dia bergegas menemui Mang Ucin. Dia cepat-cepat mengajak Mang Ucin menuju hotel.

"Lho, bayarannya gimana?" tanya tukang bakso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun