Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Abi

15 Maret 2019   08:25 Diperbarui: 15 Maret 2019   08:34 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadilah aku kesunyian seperti ditinggalkan sang pacar. Hingga di suatu senja yang muram, mendadak di depan sebuah gedung pertemuan yang megah di pusat kota, terjadi keributan. Kabar yang beredar, sebuah bom meledak dan menghabisi nyawa hampir lima orang. 

Tigapuluhan sisanya luka ringan dan berat. Beberapa orang seniman, kabarnya ikut berbelasungkawa juga. Namun aku tak berniat ke sana. Kakiku seakan terpaku di kamar kontrakan. Sampai menjelang tengah malam, ketika Mahmud mengetuk pintu, barulah aku merasa masih bernyawa. 

Tuhan, betapa kuatnya seorang Abi mempengaruhi daya pikirku. Atau apakah aku telah mencintainya? Tidak, tidak! Aku waras. Aku normal. Abi juga, tak mungkin menyimpang dari kata-katanya.

Aku berbincang lama dengan Mahmud. Dia membawakanku sate padang dan kapucino, sehingga obrolan terasa lebih mantap. Dan dari mulutnyalah terbetik kabar tentang sas-sus yang beredar di kalangan aparat, bahwa Abi dicurigai sebagai salah seorang pelaku pengeboman di gedung pertemuan itu senja tadi.

"Tak mungkin, Mud! Aku mengenal Abi sama seperti aku mengenal diriku sendiri. Dia sangat mengagungkan cinta. Lalu, bagaimana pula dia sanggup mengebom gedung itu dan menewaskan serta melukai puluhan orang. Itu berarti dia tak komitmen dengan ucapannya," gerutuku.

"Mulut bisa diatur, Maliki. Tapi hati dan niat sama sekali tidak. Kau jangan terlalu menganggap dia bersih. Jadi, kalau kau tahu di mana dia bersemunyi, tolong katakan saja. Pokoknya, kau aman deh!"

Mendadak aku merasa telah dipecundangi Mahmud. Berarti sate padang dan kapucino itu menyimpan maksud tersembunyi. Brengsek! Kurasakan panas melanda ulu hati. Berputar-putar menuju dada, dan siap-siap termuntahkan di mulut yang menganga. 

Tapi bukan sate yang keluar,  bukan kapucino yang muncrat, selain dampratanku menyuruh Mahmud pergi sebelum kesabaranku habis. Lelaki di depanku takut, berlari tunggang-langgang.

* * *

Sas-sus menjadi-jadi. Kepergian Abi dan keluarganya ke Jawa, diduga adalah usaha melarikan diri. Tapi aparat tak akan kehabisan akal. Mereka telah menyusun taktik agar lelaki itu tertangkap dalam waktu dekat. Itu artinya suatu prestasi. Itu artinya menghindari masyarakat mencap aparat tak becus.

Begitupun aku tak pernah menganggap Abi terlibat pengeboman itu. Dia bukan teroris. Dia seorang seniman yang bisa menyembunyikan kesenimanannya. Dia seorang lelaki baik-baik yang bisa menyembunyikan..... Pikiranku tersentak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun