Setali tiga uang dengan Bang Liban, betapa malas Bang Herman mengurusi kodok di kolam belakang. Terkadang teleponnya yang singgah di rumah, mengabarkan dia ada tugas di luar kota. Atau sekali-dua mengeluhkan sakit kepalanya kumat. Ibu yang jijik mengurusi kodok-kodok itu, akhirnya menyerahkan tugas Bang Herman untuk kuselang-selingi dengan kesibukanku kuliah.
Bang Herman kemudian sangat tiba-tiba, tanpa jadwal berkunjung untuk mengurusi kodok-kodok itu, datang bersama sahabatnya. Sahabatnya itu penggila kodok. Dengan meminta restu dari Ibu, akhirnya Bang Herman menyerahkan beberapa ekor kodok itu kepada sahabatnya. Kelak Bang Herman bertambah sukses, karena sahabatnya kemudian menjadi walikota suatu kota, menjadi gubernur suatu provinsi dan menjadi presiden kami.
Mengenai catatan harian koleksi Bapak, entah kenapa seolah menghipnotisku. Berhari-hari aku membacanya, hingga tak ada yang tersisa dari catatan harian itu. Kemudian kuulang lagi membacanya dari hari pertama Bapak mulai menulis catatannya. Dan efek baikknya, aku tiba-tiba bisa menulis cerpen. Salah satu cerpen itu kuserahkan untuk engkau baca.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H