Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koleksi Bapak

11 Februari 2019   11:31 Diperbarui: 11 Februari 2019   11:39 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi, bagaimana aku mau memeliharanya? Rumahku tak akan cukup menampungnya. Apa tanggapan istriku?" Bang Herman menatap ke arah Bang Liban, seolah meminta dukungan.

"Iya, apalagi aku. Apa tanggapan mertuaku kalau sampai cacing gelang memenuhi rumahnya." Dia akhirnya mendukung Bang Herman, dan juga mendukung dirinya sendiri.

"Dan kau, Evi. Jatahmu adalah catatan harian Bapak!"

"Aku?" Terbayang aku catatan harian itu. Terbayang peti penyimpanannya. Aduh, bukankan itu akan menyemak kamarku?

Ibu  menenangkan kami semua. Bahwa semua warisan Bapak itu tak mesti harus kami pindahkan dari tempat semula. Kami hanya merawatnya, hingga kenangan tentang Bapak, akan tersimpan rapi bersama koleksi-koleksinya.

"Dengan koleksi Bapak tetap ada dan hidup, Ibu merasa dia masih ada di antara kita."

* * *

Sesudah pertemuan itu, keluh-kesah merajalela di mulutku dan dua abangku. Begitulah kami, sangat sayang kepada Ibu. Meskipun perintahnya kerap kali membuat kami ingin menolak mentah-mentah, tapi di hadapannya kami takluk. Di belakangnya kami kasak-kusuk.

Awal mulanya Bang Liban malas-malasan mengurusi cacing gelang itu. Terkadang dia tak datang sesuai jadwal, hingga tugasnya diambil alih Ibu dan aku. Banyak kali alasannya, dari urusan kantor bertumpuk, hingga membetulkan atap rumah mertua yang bocor.

Tapi ketika berkenalan dengan Ko Aman, yang membuka toko obat di Pasar 16 Ilir, hampir setiap hari Bang Liban ada di rumah. Dia seolah bercinta dengan cacing gelang itu. Ko Man yang meminta Bang Liban membawa contoh cacing gelang itu ke tokonya. Ko Man pula yang mengatakan cacing gelang koleksi Bapak adalah cacing gelang super yang ampuh mengobati tipus.

Tak butuh waktu lama, Bang Liban menyewa lahan tetangga yang kosong terbengkalai, lalu ditanami cacing gelang. Dia tak lagi harus mondok di pondok mertua indah. Tapi bisa mengkredit rumah dengan bisnis cacing gelangnya, dan tentu saja disokong gaji bulanannya yang kecil dari perusahaan yang kecil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun