Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terminal

3 Februari 2019   13:16 Diperbarui: 3 Februari 2019   13:43 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, begitu saja aku terjerembab di terminal. Entah apa yang membawaku ke mari, entah oleh siapa. Mendung di luar gegas menghadirkan hujan. Aku berlari mengejar tepian terminal, duduk di kursi panjang, berjejalan dengan orang-orang yang entah mau ke mana. Atau untuk apa berada di sini. 

Mungkin mereka seperti aku. Tak tahu tujuan ke mana-mana. Hanya menghindari hujan, mungkin. Atau sekadar mencuci mata, terserah. Di sini beragam orang datang dari kota-kota lain, menuju kota-kota lain. Beragam cantik, beragam ganteng. Kendati banyak juga buruk rupa. 

Ketika seseorang menggamit tanganku---lelaki dengan tatapan sangar dengan tato dada wanita di lengan---aku terpana saja.

"Aku calo di sini! Anda mau ke mana? O, ya aku tahu tujuan anda sama dengan tujuan bis ini!" Tanpa menunggu jawaban, aku seakan diseret menuju bis berwarna merah cerah. Lelehan hujan merubahnya ibarat bibir bergincu merah, berulang-ulang dibasahi air ludah. Seolah kehilangan akal sehat, aku menurut saja. Masuk ke dalam bis. Duduk seakan rongsokan di bangku paling belakang.

Di kiri-kananku penuh orang. Di depan berjejer kepala berambut putih, juga ada hitam. Berambut cepak, panjang, pun yang botak. 

Bis mengegeram. Asap knalpot menghalau deraan hujan. Kami melaju. Tetesan hujan mengular berlarian di belakang. Orang-orang di terminal melambai entah untuk siapa. Untukku, tak mungkin. Tapi aku melambai juga.

Perempuan di sebelahku seolah menyikut, o, bukan menyikut, hanya agak merapatkan tubuhnya. Tercium olehku wangi bulgary beradu aroma shampoo. Aku memejamkan mata. Anganku melayang ke sesosok perempuan. Sosok perempuan yang sangat susah kuimajikan, sehingga kemudian retak berantakan saat perempuan disebelahku, menyapa, "Anda mau ke mana?" 

"Hmm!"

"Aku tahu tujuan anda. Mau senang-senang, kan? Hahaha! Sama! Semua orang yang ada di bis ini memang untuk senang-senang. Coba, untuk apa jauh-jauh dengan cuaca buruk ini, kita berada di dalam bis? Bukankah lebih baik berada di kamar? Mungkin sambil menonton tivi atau memeluk pasangan hidup. Anda sudah menikah?"

Nyinyir betul perempuan ini. Ludahnya berlompatan. Tapi aku suka matanya yang cemerlang. Aku suka melihat mulutnya mengatup-membuka. Seperti ikan mas koki di rumahku. Cantik! Menggemaskan!

"Hahaha, menikah?" lanjutnya. Dia benar-benar tak mengijinkanku menyela. Dia seakan tahu aku tak memiliki kata-kata. Mulutku terkunci rapat selain pernah mengucapkan tiga huruf; hmm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun