Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunda Piara

31 Januari 2019   15:36 Diperbarui: 31 Januari 2019   15:48 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin karena jenuh bertanya terus, akhirnya mereka tak lagi menanyakan keberadaan bunda. Hingga di suatu pagi yang cerah, tiba-tiba Iin menyambutku di depan gerbang sekolah esde. Aku heran, sepagi itu dia sudah berada di sekolah. Padahal sebelumnya, hampir setiap hari dia terlambat masuk. Lagipula, wajahnya kelihatan murung. Matanya menatapku dengan bermuram durja. Ada apa gerangan?

"Syah, kau sudah membaca koran hari ini?" Dia bertanya.

"Membaca koran? Memangnya aku orang kaya yang bisa membeli koran. Uang jajan saja aku tak punya, konon lagi mau membeli koran."

"Kulihat ada foto dan berita ibumu di koran ini." Dia mengeluarkan selembar koran yang sudah lecek dan hampir koyak dari dalam tasnya. "Tadi teman-teman berebutan ingin membaca beritanya. Bu Guru Aini juga sudah melihatnya."

Aku melihat foto Bunda di halaman depan. Hatiku berdesir? Ada gerangan apa yang menimpanya? Oh, Tuhan, aku sangat ketakutan. Bunda memang tak pulang dari tempatnya bekerja, sampai pagi  aku terbangun dan melihat di kasur tak ada dia. Om Sam yang buru-buru kutemui, pun bingung. Biasanya Bunda paling lama pulang sampai jam lima pagi. Tapi saat itu....

Aku tak ingin dia celaka. Cepat-cepat kubaca sebuah judul di atas foto Bunda yang tertunduk lesu dengan rambut awut-awutan; "Seorang PSK Berhasil Ditangkap Dalam Razia Kemarin".

Bunda?! Bunda, aku tak yakin ini. Aku langsung berlari meninggalkan Iin yang berteriak memanggilku. Dengan napas terengah-engah, aku langsung menemui Om Sam yang kebetulan masih duduk di teras rumahnya. Kutunjukkan foto Bunda di koran itu kepadanya. Kutunjukkan berita yang menohok hatiku itu.

"Om dan Bunda telah membohongiku selama ini. Kenapa kalian tak jujur, tentang pekerjaan Bunda? Bukankah Bunda bekerja di gedung besar itu?"

Om Sam menyuruhku agar menenangkan diri dulu. Setelah aku menyeruput segelas air putih, Om sam pun berterusterang bahwa sejak dulu  Bunda memang bekerja sebagai PSK. Dia tak bekerja di gedung besar itu. Setiap kali aku dan Om Sam mengantarnya bekerja, memang dia turun di depan gerbang gedung besar itu. Tapi setelah Om Sam melajukan motor cukup jauh, Bunda akan menyetop bus kota, lalu pergi ke lokalisasi di sebuah tempat. Dia di sana melayani pelanggan dari pagi sampai dini hari.

"Kalau tak begitu, kalian tak bisa hidup, Aisyah. Bunda hanya memiliki modal tubuh yang elok dan paras yang cantik. Jadi, dia menjual, maaf, menjual diri saja," papar Om Sam sambil tertunduk.

"Lalu ayahku di mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun