Lututku gemetar. Perutku mual. Aku berharap Said datang menjengukku. Tapi nol besar. Aku berharap pengawas atau pemilik kebun sawit itu membebaskanku. Nol besarnya ternyata makin besar. Hanya di malam yang penuh asap, istriku datang bersama Ule. Mereka menangis sejadinya, mengimbangi tangisku yang sedu-sedan. Kutanyakan Isah ke mana. Istriku menjawab, "Isah batuk terus. Tak sekolah hari ini. Tadi siang kubawa ke puskemas. Kata bidan dia terkena i...ipa apa, aku tak ingat."
"Ilmu pengetahuan alam kok jadi penyakit?"
"Entahlah!"
Lututku gemetar. Perutku mual. Harusnya aku sadar bahwa bermain dengan asap lebih sering berbuah bencana.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H