Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sairah

14 Januari 2019   11:22 Diperbarui: 14 Januari 2019   11:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anehnya, apa yang diinginkannya seperti menjelma nyata. Uang gobang yang dikerikkan Sairah ke leher Barda, berhasil meneteskan darah di leher itu. Dia kesenangan. Tangannya beralih ke punggung Barda, mengerik lagi. Darah pun bertetes-tetes indah serupa gerimis. Sairah sangat menikmati kegiatan barunya. Dia ibarat pelukis terkenal yang sangat khusyuk menciptakan maha karyanya.

Sairah baru tersadar dari kegiatan barunya itu, ketika Barda mengerang marah, kemudian membalikkan badan menghadap diri Sairah. Erangannya keras, lalu membisu. Mata Barda terbelalak, dan dia kejang. Sairah gelagapan. Ternyata dia tak lagi memegang uang gobang demi mengerik suaminya. Melainkan sebuah pisau belati yang berhasil menyayat leher Barda. Juga membuat maha karya kerikan terakhir di punggung itu. Karena hari-hari selanjutnya, Barda tak akan meminta dikerik lagi. Dia telah mati!

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun