Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tuan Marsis

21 April 2017   17:03 Diperbarui: 22 April 2017   10:00 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekelebat aku membayangkan kasur kusut dan selimut menggelimpang. Bau khas lelaki, juga rambut yang kasar.

“Nah, benar, kan?” Mataku menyelidik.

“Tapi ini bukan seperti lelaki yang sekarang bersarang di perkiraan Mas. Dia orang baik. Kenalan---ah... sahabat Mas. Tuan Marsis!”

Aku ingin tertawa terbahak-bahak. Ingatanku menjalar cepat ke wajah orang itu. Sialan! Tuan Marsis tahu kalau untuk merayuku meninggalkan dia bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Dia cerdas memanfaatkan orang-orang terdekatku.

Lambat, tapi pasti. Istriku mulai meminta macam-macam kepada Tuan Marsis. Juga dua anakku.

“Minta emas, dong!”

“Mobil, Pa!”

“Motor balap keluaran terbaru!”

“Baju di butik yang mahal itu!”

“Jalan-jalan ke Amrik!”

Mati aku! Untungnya semua itu mulus diluluskan Tuan Marsis. Bahkan suatu ketika aku  tergoda ingin memiliki mobil sedan edisi terbaru, besoknya mobil itu sudah berada di depan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun