Mohon tunggu...
Rifa Nasya Shafwa
Rifa Nasya Shafwa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Aksi Penipuan dalam Berbelanja Online

20 Januari 2021   02:44 Diperbarui: 20 Januari 2021   02:49 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENUTUP

1. Terdapat faktor yang membuat seseorang pada akhirnya memutuskan untuk melakukan tindak kejahatan. Namun disamping hal tersebut, tindakan kejahatan tidak dapat terealisasikan dengan baik jika tidak ada kelengahan dari calon korban. Terjadinya tindak kejahatan aksi penipuan berbasis online disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, tidak mempunyai pekerjaan, rasa ingin sejajar dengan lingkungan yang berhasil, ingin proses yang instan dalam menghasilkan uang, sifat pribadi yang berasal dari dalam diri sendiri, adanya keinginan untuk memanfaatkan kelemahan jual beli secara online, kurangnya kehati-hatian calon pembeli, dan kepercayaan yang diberikan secara berlebihan kepada penjual.

2. Dalam menanggulangi terjadinya tindak kejahatan aksi penipuan berbasis online, aparat kepolisian dan pemerintah secara bersama-sama saling bahu-membahu untuk melakukan berbagai upaya penanggulangannya. Bentuk upaya tersebut dibagi ke dalam dua jenis, yaitu upaya preventif dan represif. Preventif dapat dilakukan dengan memberikan himbauan menggunakan broadcast, dan juga dalam bentuk sosialisasi melalui media elektronik. Represif dapat dilakukan dengan memproses setiap kasus penipuan online dan ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku.

3. Tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP. Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok diatur di dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari unsur subjektif dan objektif. Mengenai ilegal konten, yaitu perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan diacam dengan sanksi pidana oleh Pasal 45 ayat (2). Mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang, diatur di dalam Pasal 35 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan untuk pembuktiannya, aparat penegak hukum dapat menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetak sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Lamintang, P.A.F. (1997). Delik-Delik Khusus. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Santoso, A. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.

Sugandhi, R. (1980). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.       

Soesilo, R. (1996). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bandung: Politeia.

Perundang-undangan :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun