Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Rojaki

1 Maret 2021   13:41 Diperbarui: 1 Maret 2021   14:20 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lengang. Los daging yang memanjang dari timur ke barat itu tanpa gairah. Bau anyir darah menyeruak. Lalat berpesta-pora. Di seberang los, beberapa mobil melaju malas, enggan menyalak. Membiarkan suara tukang parkir menguasai pagi. Namun suasana lengang di Pasar Turi tersentak oleh teriakan lelaki gempal hitam yang berlari tidak tentu arah. Terbit keringat sebesar biji jagung di keningnya.

Lelaki itu menabrak apa saja. Seekor tikus sebesar kepalan tangan, lari tunggang-langgang setelah dia tendang tidak sengaja. Dia menabrak siapa saja. Ibu muda sedang hamil besar, terhumbalang barang belanjaannya. Ibu itu mutung, menyumpah serapah. Dia baru bungkam setelah seorang perempuan menegurnya. Tak baik sedang hamil tua marah-marah. Kalau --kalau kelak anaknya menjadi pemarah.

Di lorong buntu, lelaki yang biasa dipanggil Rojaki itu menemui nasib sialnya. Dia bersembunyi di balik tumpukan terpal biru di sebelah kakus yang amat pesing.

Rojaki teringat kejadian di toko Ko Acen kemarin sore. Saat itu suasana cukup genting. Ko Acen tidak senang ditagih upeti melebihi biasanya. Sebuah cermin pun pecah karena dipukul Rojaki sebagai ungkapan kemarahan. Ko Acen terbirit ke belakang meja kasir, lalu menenangkan lelaki di depannya dengan segumpal duit lusuh. Apakah karena itu maka dua orang berseragam loreng mengejar Rojaki?

Sudah sepuluh tahun dia menjadi preman paling ditakuti di seantero Pasar Turi. Lelaki kasar, tukang kompas, sering mabuk dan keluar-masuk penjara. Tapi dia sudah bertekad, setelah mengompas Ko Acen, dia akan meninggalkan dunia preman serta hal buruk yang menyertainya.

Dia akan pulang kampung. Menjadi petani yang akan mengolah sepetak tanah sempit yang sebelumnya dikelola paman As. Dia akan memboyong Titis dan Ato. Mengajaknya mengarung dunia beda. Menghilang dari carut-marut kota menuju---mudah-mudahan tidak---intrik rumah tangga.

"Aku berjanji. Kali ini pasti kutepati," ucapnya kala itu di perempatan jalan, di bawah pokok randu meranggas. Titis menggulung ujung gaun. Mengigit bibirnya yang bergincu tebal. Malam itu dia belum mendapat seorang pun pelanggan, kecuali Rojak yang menyebalkan sekaligus menimbulkan kangen.

"Aku juga berjanji akan berhenti menjaja badan. Kali ini pasti kutepati." Titis membuang pandang, mencoba menyembunyikan bola mata yang penuh harapan.

Apakah Rojaki tega meredupkan harapan itu? Dua lelaki berseragam loreng semakin dekat. Bayang-bayang wajah Titis bersimbah air mata semakin tegas.

***

Di depan cermin oval, perempuan berkulit hitam manis itu mematut gaun. Memutar ke kiri dan ke kanan. Membetulkan gincu yang ketebalan. Menebalkan bedak agar kulit hitam manisnya tersamar. Sementara sebentuk mata mungil, mengintip di balik tirai pintu. Bocah kecil menghapus ingus. Dia tertawa lirih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun