Bagi teman-teman yang baru kali ini mampir di novel Surat Yang Terakhir ini, saya ucapkan selamat datang di dunia halusinasi penulis. cerita sebelumnya bisa langsug di cek pada link https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f4363f43e5f1106552b34b3/surat-yang-terakhir-mitos-desa-malintang
Waktu berlalu begitu cepat dan ternyata sudah menunjukkan jam 07:00 pagi. Tidak satu orang pun yang memperhatikan gerakan jarum jam di dinding atau arloji, melainkan sibuk dengan urusannya sendiri. Dari lorong-lorong gang yang terselip diantara rerumahan seseorang keluar. Bisa di lihat dengan pandangan mata, namun masih terlihat samar-samar. Seorang pemuda yang berjalan sendiri, mungkin ingin pergi kesekolah melihat dari pakaian seragam SMA yang begitu rapi dengan tas yang di sandangnya.
Dari arah yang dekat tergambarkan raut wajah yang semangat menjunjung tinggi dan menggetarkan bumi pertiwi. Dari raut wajahnya pula menggambarkan kalau ia gembira karena ingin cepat sampai kesekolah berjumpa dengan sahabat, guru, dan teman sekelasnya. Dan tidak sabaran melakukan aktivitas belajar mengajar bersama seperti biasanya. Mengingat setelah beberapa minggu menjalani libur semester.
Sapaan dari para tetangga bertebaran, turut merasa senang melihat sosok pemuda bernama "Faldi" yang berjalan di depan rumah para warga yang bersiap-siap berangkat menuju ladang masing-masing. Dan dia tidak  lupa menegur setiap orang yang ia jumpai.
Faldi baru menempuh beberapa meter dari rumahnya atau bisa dikatakan sudah hampir setengah perjalanan menuju sekolah. Suara teriakan terngiang di telinga Faldi seperti seseorang yang sedang memanggil. Namun dia terus melanjutkan perjalanannya. Mungkin bukan aku yang di panggil orang itu, ujarnya dalam hati seraya melanjutkan perjalanannya tanpa menoleh kebelakang.
"Woooyyy..... tungguin akuuuu..." Suaranya samar-samar karena masih jauh. Tidak begitu jelas terdengar walau yang berteriak berpikir sudah sekeras yang ia bisa. Melihat tak ada respon orang yang berteriak itu berlari kencang manghampiri pemuda yang bernama Faldi dan masih bertetiak meminta di tunggu. Dengan nada teriakan yang keras serta berlari secepat mungkin menghampiri Faldi.
Jaraknya kini semakin mendekat dan suaranya pun sudah terdengar dengan jelas. Saat itu barulah si Faldi berhenti dan menatap kebelakang. Ternyata itu adalah salah satu sahabatnya yang berlari kencang kearahnya dengan suara nafas yang keras dan meronta-ronta.
Namanya "Billy" sahabat sekaligus teman satu bangkunya di sekolah, orangnya cerewet dan memimiliki banyak ide jenaka. Namun bisa mati kutu kalau berjumpa dengan seorang wanita, apalagi wanita pujaan hatinya. Meskipun begitu ia berjanji akan menyatakan perasaannya secara langsung suatu saat nanti. Yaaahhh... tidak usah di tanya kapan saat itu, karena yang ada cuma seribu alasan untuk membela diri.
Setelah jaraknya mulai mendekat, Billy berhenti berlari digantikan dengan berjalan seperti biasanya mengikuti langkah Faldi dan menyapanya, memulai satu pembicaraan setelah nafas Billy mulai rendah dan normal kembali. Faldi bertanya dengan rasa penasarannya " Ehh... habis maraton darimana Bil?" Ucap Faldi dengan nada bercanda.
"Sudah capek-capek begini mengejarmu dari jauh, eehh malah dibilang maraton, harusnya kamu kasih aku minum atau pijit-pijit kakiku gitu. Ini malah ngejek aku pula" Jawab Billy dengan lantang.
"Iya maaf-maaf, kan aku cuma bercanda. Dan mohon maaf sekali lagi kebetulan aku tidak membawa air minum. Hehe" Ujar Faldi bercanda lagi.
"Ehh masih ngejek pula. Nanti aku benar-benar marah lho" Sahut Billy dengan muka garang.
"Cup cup cuuup... sabar sob. Kan tadi cuma bercanda saja" Kata Faldi menenangkan suasana. Seketika diam lengang, baru ia lanjut lagi "Oh ya, kok kamu bisa lari-lari pagi ini. Biasanyakan kamu sudah menungguku di depan rumahmu" Tanya Faldi ingin tahu yang terjadi.
Karena masih jengkel dengan temannya, Billy terdiam mengurung waktu. Tidak berselang lama menunggu, baru ia menjawab pertanyaan Faldi "Aku tadi kesiangan. Tadi malam aku nonton La Liga, duel Barca dengan Real Madrid. Sangkin serunya lupa waktu deh" Jawabnya.
"Trus, yang menang siapa" Tanya Faldi lagi.
"Hehe... aku gak tahu kalau soal itu, soalnya ibuku marah-marah dan suruh aku tidur. Yaahh.. terpaksa deh TV dimatikan dan tidur" Jawab Billy dengan gayanya.
Pembicaraan terus berlanjut seiring berjalan menuju sekolah. Seseorang sedang mengikuti mereka dari belakang. Sambil mengendap-endap agar tidak ketahuan, mungkin ingin membuat sebuah kejutan untuk Faldi dan Bily. Kedua pemuda itu tidak mengetahui sama sekali akan hal itu.
Dari belakang seseorang menepuk bahu mereka berdua dengan tujuan mengagetkan atau barangkali suprise dan berteriak "WOOOYYY..." dengan suara yang amat kencangnya.
"Lagi ngomongin apa sih, atau jangan-jangan kalian lagi ngomongin aku yaa..." Sambungnya tertawa kecil menunjuk batang hidung Faldi dan Billy.
Billy begitu kesal karena sudah dibuat terkejut oleh temannya yang bernama Amat, dengan sepontannya ia menjawab "Widiiihhh... geer amat sih jadi orang. Ngaca dong" Ucap Billy.
"Tidah masalah kok, kan cuma sesekali. Ya kan Fal?" Jawab Amat dengan nada yang menghibur.
"Sering-sering juga tidak masalah, Cuma harus tahan diomeli si Billy tuh" Sahut Faldi tertawa kecil.
Pada akhirnya mereka pun tertawa bersama, dan Faldi tidak sendiri lagi berjalan menuju sekolah, karena dua orang sahabat karibnya sekarang berada disampingnya.
Mereka bersama berjalan dengan sukaria canda dan tawa membuat perjalanan tidak terasa melelahkan. Yah mereka memang selalu berangkat sekolah dari rumah dan selalu pulang bersama. Sekolah tercinta ternyata sudah didepan mata.
Bertepatan ini adalah hari senin mereka atau setiap siswa harus bergegas melewati pintu gerbang sekolah. Karena jika terlambat sebentar saja gerbang sudah di tutup disuruh berdiri di depan gerbang hingga selesai upacara. Gerbang baru di buka kembali sesudah selesai ritual upacara bendera dan siswa yang terlambat baru diperbolehkan masuk melewati gerbang sekolah yang dibuka kembali. Yang paling menambah perasaan malu adalah dilihat orang banyak yang sedang berlalu-lalang berdiri di depang gerbang atas keteledoran diri sendiri.
Sesampainya dikelas telihat tiga orang tadi meletakkan tas di meja masing-masing. Merasa lega karena bisa sampai tepat waktu. Sambil menunggu bel berbunyi tiga orang tersebut memilih duduk nongkrong di kursi teras sekolah melihat suasan sekitar dan aktivitas sekolah di pagi ini. Faldi hanya duduk diam saja tidak seperti dua orang sahabatnya yang sibuk membicarakan sesuatu.
"Mat, coba liat cewek yang itu" Kata Billy memulai pembicaraan.
"Cewek yang mana?" Sambut Amat penasaran.
"Yang itu tuh" Menunjuk kearah yang tidak jelas.
"Iya tau, tapikan disitukan banyak ceweknya Bil"
"Aduuuh yang itu lho, yang parasnya cantik seperti bidadari. Apa kamu tidak melihatnya" Tunjuk Billy
Rasa penasaran dan mengikuti arah tangan Billy yang menunjuk kearah perempuan tersebut. Mencari gadis yang dimaksud temannya itu. Hingga pada akhirnya Amat menjawab "Sumpah, aku tidak melihatnya"
"Mungkin matamu sudah rusak barangkali" Sahut Billy memandangi seorang gadis dengan penuh kekaguman.
"Maksudmu Nisa" Amat masih penasaran
"Bukan lho"
"Atau si Hida"
"Bukan juga. Masa bidadari kayak dia sih. Amit-amit deh, kalau dia sempat jadi bidadari bisa hancur dunia percintaan" Jawab Billy sambil menggeleng kepala.
"Udah jangan ngejek gitu siapa tahu kalau dia itu jodohmu" sahut Faldi
"Astaghfirulloh Faldi, kalau doa yang betul dong. Ya Allah semoga doa Faldi yang satu ini tidak engkau ijabah ya Allah" Balas Billy dengan mengangkat tangannya dan menatap kearah langit.
"Lihat yang itu Mat, cewek yang sedang menyiram bunga. Nampakkan?" Ucap Faldi.
"TRUS...?" Sahut Amat penasaran.
"Itulah cewek yang dimaksud si congor ini" Jawab Faldi mengacak-acak rambut Billy yang sudah di sisir rapi.
"Jadi maksud kamu si Yuni toh, yang parasnya cantik seperti bidadari yang turun dari kayangan. Bilang lah dari tadi" Ucap Amat
"Matamu saja yang rusak tidak bisa melihat cewek cantik" Sahut Billy. "Kalian tahu tidak. Dia itu sudah cantik, pintar, lembut. Pokoknya idolaku banget deh" sambungnya
"Oooooo pantaslah belakangan ini sering memperhatikan dan cari perhatian sama dia"
"Kenapa tidak mengatakannya dari dulu kalau kamu naksir sama dia. Kan kami bisa bantu-bantu biar kalian cepat jadian. Ya kan Fal?"
"Iya dong"
"Gimana ya bilangnya, jangankan mengungkapkan perasaan, bicara formal saja didepanna jantungku sudah dagdigdug. Nanti kalian ejek pula aku".
"Masa kami gitu sama sahabat sendiri"
"Eh.. hati-hati lho, kalau di biarkan lama-lama akan berpaling kepada oranng lain. Bisa saja berpaling padaku" Ucap Faldi menakuti Billy.
"Amit-amit dah. Jujur ya, cuma dia satu-satunya wanita pujaan hati. Malam di rindu siang di nanti"
"Lagian dia bukan tipe kami kok. Hahahaha" Amat dan Faldi tertawa terbahak-bahak.
Mereka adalah tiga sejoli yang sudah berteman sejak lama, muali dari anak-anak hingga sekarang. Sudah ibarat saudara satu sama lain. Tidak susah mencari salah seorang dari mereka karena selalu bersama. Berselisih faham sedikit tidak membuat persahabatan mereka hengkang. Sampai orang sekampung menilai mereka adalah tiga kembar bersaudara. Mereka menjalin persahabatan saling transparan, tidak ada yang di tutupi.
Nah. Jika teman-teman merasa ceritanya nanggung itu adalah ulah si penulis yang hanya sekali seminggu mengirimkan sambungan ceritanya. Berikan komentarmu mengenai cerita novel ini tanpa rasa sungkan, dan semoga menghibur
Atau klik link ini https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f5725ef5a74dc5ec73cd4d2/surat-yang-terakhir-upacara-bendera
Salam Literasi Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H