Mohon tunggu...
Rieska Utami
Rieska Utami Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

penyuka sepi dan penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kisah Kita

28 November 2018   23:55 Diperbarui: 29 November 2018   00:43 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menunggunya di kafe Ilo. Kami sudah berjanji untuk bertemu hari ini pukul tiga siang. Aku sudah tak sabar bertemu dengannya karena kami sudah puluhan tahun tak bertemu. Waktu itu, dia mengabariku disebuah media sosial. 

Dia bilang bahwa dia sudah lama mencariku. Sampai pada akhirnya dia menemukanku di facebook. Aku kaget mengetahui bahwa ia pun mencariku sama sepertiku yang sangat ingin bertemu dengannya lagi. 

Dia adalah Andrew cinta pertamaku saat aku di SMP. Dia anak kelas 2C samping kelasku. Dia bertubuh tinggi besar, berkulit putih dan rambutnya yang keren. Dia atlet bulutangkis di sekolahku dan aku tahu bahwa ia penggemar klub Intermilan sama sepertiku. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Kala itu, aku meminta bantuan teman kelasku untuk mengenalkannya padaku. 

Lalu kamipun berkenalan saat jam istirahat. Masih terasa canggung saat itu. Kemudian, kami memutuskan untuk pulang bersama dan makan siang bersama. Kami makan siang bersama disebuah restoran cepat saji. 

Masih menggelitik rasanya, melihat aku yang dominan menanyakan banyak hal padanya. Ditengah pembicaraan, aku mengatakan bahwa aku menyukainya dan memintanya untuk menjadi pacarku. Lalu dia pun tersenyum dan menerimaku.

Keesokan harinya, Fredi teman sekelasku, memberitahuku jika Temy dari kelas 2G menyukaiku. Fredi berkata bahwa Temy menungguku di kantin sekolah. Lalu kami bertemu dan mengobrol sebentar. 

Tiba-tiba ia menyentuh tanganku dan menyatakan perasaannya padaku. Jujur saja aku senang karena Temy adalah salah satu cowok populer di sekolah. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menerimanya. Aku teringat pada Andrew dan merasa bersalah lalu aku meminta Fredi untuk membantuku untuk memutuskan Andrew karena aku sangat tak enak padanya. Lalu Fredi dengan dinginnya menuju kelas Andrew dan mengatakan semua hal yang ingin aku sampaikan pada Andrew.

Dan saat itulah, aku tak pernah menyapanya lagi, aku selalu menghindar jika kebetulan bertemu dengannya, dan jika berpapasan aku selalu memalingkan mukaku.

Tapi, ternyata kebersamaan kami yang sangat pendek itu sangat berarti untuk kami berdua. Hingga detik ini aku masih merasa bersalah dan aku tak tahu apakah dalam hati Andrew menyimpan dendam padaku ataukah dia memang masih mencintaiku karena ia berkata bahwa ia sangat bersyukur bahwa Tuhan mengabulkan doanya yang telah mempertemukanku dengannya. Kata-katanya itulah yang semakin membuatku merasa bersalah padanya.

Aku sampai di kafe Ilo tepat pukul tiga Aku melihat kesana-kemari mencari meja kosong, namun aku melihat sosok yang familiar berada di pojokan kafe dengan jendela besar yang menghadap ke jalanan. Aku segera menghampirinya yang sedang tertunduk melihat handphone. Lalu aku menjulurkan tanganku seraya berkata :

" Hai, Andrew?" Ia menghadapkan wajahnya padaku dan berkata " hey, Lisa. Lama tak berjumpa" kurasakan gengaman hangat dari tangannya.

"ya, sekitar 8 tahun. Kau banyak sekali berubah dan semakin tampan" aku berkata sambil tersenyum padanya.

'Ya, terima kasih. Kau juga. Kau selalu terlihat menawan" ujarnya

" Bagaimana kau bisa menemukanku" tanyaku.

" Aku berulang kali mencarimu di google dengan namamu tetapi aku menemukan banyak sekali hasil pencarian sehingga aku tak bisa menemukanmu"

Lalu 2 minggu lalu, aku membuka akun facebook dan aku mengetik namamu tapi masih belum kutemukan. Hingga pada suatu saat, aku membuka grup sekolah dulu dan aku sangat bahagia ketika kau menjadi anggota grup itu. Lalu aku pun dengan segera menghubungimu" ujarnya seraya menyeruput kopi espresso yang baru saja dipesannya.

" Aku kira kau mebenciku dan tak ingin berjumpa lagi denganku" sahutku.

"Ya, memang aku sempat marah, tetapi aku tak bisa melupakanmu" sahutnya sambil tersenyum. Lalu kami bercerita tentang pekerjaan kami masing-masing. Ia yang sudah bekerja di Jepang, meluangkan waktunya hanya untuk bertemu denganku. Kami mengulang kembali cerita kami dulu.

Ia mengatakan bahwa ia sempat tak bisa tidur beberapa hari karena aku memutuskannya begitu saja tanpa ada penjelasan yang berarti.

Tak disangka sudah 2 jam kami mengobrol di kafe ini dengan segala cerita-ceritaku dan dirinya tentang masa lalu dan kehidupan kami saat ini. Sama sekali tak ada perasaan canggung saat kami menikmati perbincangan ini, detik dan menit mengalir begitu saja. Mengapa hati ini sakit, mengagumi dirinya yang telah bertumbuh baik dan sukses dan aku hanya sekedar teman masa lalu nya.

Lalu ia mengajakku ke universitas tempat ia sekolah dulu. Tempatnya tak jauh dari kafe ini. Hari itu sudah malam, kami mengelilingi universitas dengan perbincangan yang hangat. Ia pun sambil memegang erat tanganku. Hatiku berdebar dan bertaya-tanya. Apakah ia masih mencintaiku? Tapi aku hanya berjalan mengikuti langkah kakinya. Kami terhenti disebuah tempat dimana kami bisa melihat sekeliling universitas dan kota.

Malam yang indah bertabur bintang, angin yang sejuk merasuk raga. Tak ada satupun orang ditempat ini selain kami berdua.

"Kau tahu, aku tak bisa berhenti mencitaimu. Sekalipun aku memiliki kekasih, kau akan tetap dihatiku"

Sahutnya samibil menatapku.Aku memeluknya dengan erat. Ingin rasanya waktu terhenti dan aku hanya ingin merasakan kehangatan ini sedikit lebih lama. Aku tak ingin kehilangannya lagi.

Lalu ia mengantarku pulang dan berpamitan. Ia mengatakan bahwa besok ia akan kembali ke Jepang. Aku tertegun, mimpi ku untuk bersamanya tak bisa menjadi nyata. Aku harus merelakannya pergi karena aku tahu ia sudah memiliki kekasih saat ini dan aku tak bisa mengantarnya ke bandara.

Hanya sebuah pesan yang aku sampaikan padanya.

"Terimakasih sudah datang sejauh ini hanya untuk mencariku. Maafkan aku yang dulu. "

Dan ia menjawab dengan pesannya, " I'll always love you"

Lalu, ia pun pergi meninggalkanku. Dan 3 bulan kemudian aku melihat foto pernikahannya di sebuah media sosial. Aku tak kuasa menahan tangis. Ingin rasanya memutar waktu kembali saat aku pernah menjalin sebuah kisah masa kecil yang tak bisa kami lupakan tetapi ketika aku tahu bahwa dia memberi nama putrinya sama dengan namaku, aku tahu bahwa ia masih mencintaiku.

"There is only one happiness in life. To love and to be loved"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun