Mohon tunggu...
Sangria Razan
Sangria Razan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis dengan Hati

Sebagai seseorang yang ingin belajar dan memahami batasan serta perspektif yang benar, saya sangat berharap mendapatkan bimbingan dan pandangan yang lebih bijak dalam menyikapi pengalaman seperti ini, agar tetap sejalan dengan prinsip-prinsip yang saya anut.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Pathok pethuk "Part 1"

3 Januari 2025   16:30 Diperbarui: 3 Januari 2025   16:28 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Di pinggir jalan, bayangan kaki-kaki muncul dari kegelapan. Tidak ada tubuh, hanya kaki-kaki yang melangkah dengan ritme yang teratur, seirama dengan derap kendaraan yang tadi melintas. Bayangan itu bergerak, mendekat ke arah kastil, dan kemudian menghilang di balik gerbang hitam yang tadi kulihat.

Aku membeku. Tubuhku terasa berat, seperti ada yang menahan setiap langkahku. Di sisi lain, rasa dingin mulai menjalar dari ujung jari kaki hingga ke kepala. Seperti ada sesuatu yang menelusup masuk ke dalam diriku, membuatku tidak bisa bergerak.

Ketika aku memberanikan diri untuk menatap kastil itu lagi, semuanya sudah hilang. Tidak ada kastil, tidak ada kapal, tidak ada gerbang. Yang ada hanya bayangan gelap pohon-pohon tua di kejauhan dan suara angin yang semakin kencang.

Aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada ayah atau ibu, tetapi suara tidak keluar dari tenggorokanku. Rasa takut dan bingung bercampur aduk, menelan keberanianku. Apakah itu nyata? Apakah itu hanya imajinasiku? Tetapi bagaimana bisa aku membayangkan sesuatu yang begitu detail dan begitu menakutkan?

Malam itu, aku pulang dengan perasaan hampa dan penuh pertanyaan. Desa ini, yang tampak kecil dan sepi, ternyata menyimpan sesuatu yang lebih besar dari yang bisa aku pahami. Dan malam itu adalah awal dari kesadaran bahwa apa yang aku alami, apa yang aku lihat, adalah sesuatu yang tidak semua orang bisa rasakan. Dunia ini, ternyata, memiliki lapisan lain yang tidak kasat mata, dan aku, dengan segala keterbatasan usiaku, baru mulai menyadarinya.

Itulah malam pertama kali aku sadar bahwa aku berbeda. Malam di mana aku menyadari bahwa aku bisa merasakan, mendengar, dan melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa. Tapi saat itu, aku belum sepenuhnya mengerti apa artinya semua ini. Aku hanya tahu satu hal: rasa takut itu nyata. Ia hadir dengan segala cengkeramannya, membekapku dengan keheningan yang penuh suara, kegelapan yang penuh tatapan, dan dingin yang penuh panas.

Malam itu adalah awal dari perjalanan panjang yang penuh misteri dan ketakutan. Perjalanan yang akan terus menghantui dan membentuk diriku di tahun-tahun berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun