Diskursus Kritik Teknologi dan Digitalisasi Manusia Teori Herbert Marcuse
Sejarah Singkat Herbert Marcuse
Herbert Marcuse (1898-1979) adalah seorang filsuf, sosiolog, dan teoretikus politik Jerman-Amerika yang dikenal sebagai salah satu anggota terkemuka dari Sekolah Frankfurt. Lahir di Jerman, Marcuse mengalami dampak langsung Perang Dunia I dan perubahan politik yang signifikan di negaranya. Marcuse belajar di Universitas Freiburg dan kemudian di Universitas Berlin, di mana ia terlibat dalam lingkaran intelektual yang termasuk tokoh-tokoh seperti Martin Heidegger dan Max Weber. Pada awalnya, ia adalah seorang sarjana yang berspesialisasi dalam filsafat Jerman dan idealisme Hegelian.
Marcuse terlibat dalam aktivitas politik sejak awal kariernya, terutama sebagai anggota Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD). Namun, setelah naiknya rezim Nazi ke kekuasaan pada tahun 1933, Marcuse, yang keturunan Yahudi, mengalami penganiayaan dan mengungsi. Ia pindah ke Jenewa, Swiss, dan kemudian ke Amerika Serikat pada tahun 1934.
Pandangan apa yang memepengaruhi pemikiran Marcuse dalam teorinya?
Pemikiran Marcuse memberikan kontribusi besar terhadap teori kritis, sosiologi kritis, dan filsafat politik. Ia dianggap sebagai salah satu teoretikus yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Pemikirannya berfokus pada pembebasan manusia dari bentuk-bentuk penindasan sosial dan politik.
Herbert Marcuse memiliki pandangan yang kritis terhadap masyarakat modern, teknologi, dan kapitalisme. Beberapa poin kunci dari pandangannya termasuk:
- Manusia Satu Dimensi: Marcuse mengembangkan konsep "manusia satu dimensi" untuk menggambarkan masyarakat modern yang terjebak dalam konformitas dan keseragaman. Menurutnya, kebudayaan modern dan teknologi cenderung menghasilkan manusia yang hanya berpikir dalam satu dimensi, kurang mampu untuk berpikir kritis dan melihat di luar batasan yang diberlakukan oleh struktur kekuasaan.
- Repressive Tolerance: Marcuse memperkenalkan konsep "repressive tolerance" (toleransi represif) di mana ia menyoroti bahwa toleransi dalam masyarakat modern bisa menjadi bentuk kontrol dan penindasan. Ia berpendapat bahwa toleransi terhadap pandangan yang merugikan atau merusak dapat mengakibatkan dominasi kelompok yang lebih kuat.
- Teknologi dan Dominasi: Kritik Marcuse terhadap teknologi melibatkan kekhawatiran bahwa perkembangan teknologi dapat digunakan sebagai alat dominasi oleh elit kekuasaan. Teknologi, menurutnya, dapat menjadi sarana untuk mempertahankan struktur sosial yang ada dan meningkatkan kontrol terhadap masyarakat.
- Kesenjangan dan Eksploitasi: Marcuse mengamati bahwa masyarakat modern, terutama dalam konteks kapitalisme, cenderung memperdalam kesenjangan ekonomi dan sosial. Ia menyuarakan keprihatinan terhadap eksploitasi manusia dan alam yang terjadi dalam sistem kapitalis.
- Revolt of the Young: Marcuse optimis terhadap potensi perubahan sosial melalui apa yang ia sebut "revolt of the young" (pemberontakan generasi muda). Ia melihat potensi perubahan masyarakat melalui gerakan mahasiswa dan aktivis yang menentang norma-norma dan nilai-nilai yang diterapkan oleh masyarakat satu dimensi.
Pandangan-pandangan ini menciptakan dasar bagi pemikiran kritis Marcuse yang memperjuangkan kebebasan, perubahan sosial, dan pembebasan manusia dari bentuk-bentuk penindasan yang dihasilkan oleh struktur kekuasaan dan budaya konformitas. Meskipun ada kontroversi dan kritik terhadap ide-idenya, pemikiran Marcuse terus memengaruhi studi-studi kritis, sosiologi, dan filsafat politik.
Herbert Marcuse, seorang teoretikus kritis dari aliran Frankfurt School, menyumbangkan analisis kritis terhadap teknologi dan dampaknya terhadap manusia dalam karyanya "One-Dimensional Man" (Manusia Satu Dimensi). Berikut adalah beberapa aspek diskursus kritis Marcuse terhadap teknologi dan digitalisasi:
Kesenjangan Antara Potensi dan Realitas: Marcuse berpendapat bahwa teknologi memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas hidup dan membebaskan manusia dari beban kerja fisik yang berlebihan. Namun, dalam realitasnya, teknologi seringkali digunakan untuk mempertahankan struktur sosial yang ada dan meningkatkan kontrol terhadap masyarakat.
Alienasi Teknologi: Marcuse menyuarakan keprihatinan terhadap alienasi yang disebabkan oleh teknologi. Meskipun teknologi seharusnya membebaskan manusia, ia mengamati bahwa dalam masyarakat satu dimensi, teknologi dapat menjadi sumber alienasi dengan menghilangkan kontak manusiawi, menggantikannya dengan hubungan yang distruktif dan terfragmentasi.
Manipulasi oleh Media Massa: Marcuse mengkritik media massa dan dampaknya terhadap kesadaran masyarakat. Ia menyoroti bagaimana media dapat digunakan sebagai alat manipulasi untuk memandu opini publik dan menciptakan konformitas dalam pola pikir masyarakat.
Teknologi Sebagai Alat Kontrol: Teori kritis Marcuse menekankan bahwa teknologi modern dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial. Terutama dalam konteks teknokrasi, keputusan politik dan ekonomi diambil oleh ahli teknis dan bukan oleh partisipasi demokratis masyarakat.
Konsumerisme dan Komodifikasi: Marcuse mengkritik fenomena konsumerisme dan komodifikasi yang dihasilkan oleh teknologi. Ia melihat bagaimana teknologi mendukung proses transformasi segala sesuatu, termasuk pengalaman manusiawi, menjadi barang yang dapat dijual dan dibeli.
Toleransi Represif: Konsep "repressive tolerance" yang dikembangkan oleh Marcuse menyatakan bahwa toleransi dalam masyarakat dapat menghasilkan kontrol dan penindasan. Toleransi terhadap pandangan yang merugikan dapat mengakibatkan dominasi kelompok yang lebih kuat.
Dalam esensinya, Marcuse mengusulkan bahwa pembebasan sejati dan transformasi masyarakat hanya mungkin melalui pemahaman kritis terhadap peran teknologi dalam pemeliharaan kekuasaan yang ada. Ia mendorong untuk mengubah paradigma dan menggunakan teknologi untuk mewujudkan potensi positifnya, bukan sebagai alat untuk mempertahankan status quo yang mendukung ketidaksetaraan dan alienasi. Dengan demikian, pandangan Marcuse memberikan dasar untuk diskursus kritis tentang teknologi dan digitalisasi manusia dalam konteks masyarakat kontemporer.
Herbert Marcuse mencoba menggabungkan pemikiran filsafat dengan analisis sosial kritis, dan karyanya terus memengaruhi diskusi tentang politik, masyarakat, dan kemanusiaan.
Herbert Marcuse, seorang filsuf dan sosiolog Jerman-Amerika, dikenal karena kontribusinya terhadap teori kritis dan pemikiran kritis. Salah satu karyanya yang terkenal adalah "One-Dimensional Man" (Manusia Satu Dimensi) yang diterbitkan pada tahun 1964. Dalam karyanya ini, Marcuse mengemukakan kritik terhadap teknologi dan digitalisasi serta dampaknya terhadap manusia dan masyarakat. Berikut adalah beberapa poin kritis Marcuse terkait teknologi dan digitalisasi:
- Manipulasi dan Kontrol: Marcuse mencemaskan bahwa teknologi dan media massa dapat digunakan untuk manipulasi dan kontrol masyarakat. Ia berpendapat bahwa teknologi modern cenderung menciptakan budaya konformitas, di mana masyarakat menjadi "manusia satu dimensi" yang tidak lagi mampu atau mau berpikir secara kritis.
- Alienasi: Marcuse mengemukakan konsep alienasi di era teknologi modern, di mana manusia semakin terasing dari esensi kemanusiaannya. Ia berpendapat bahwa teknologi dapat menyebabkan manusia kehilangan kontak dengan alam, masyarakat, dan bahkan diri mereka sendiri.
- Ketidakbebasan yang Tersembunyi: Marcuse menyuarakan keprihatinan terhadap ketidakbebasan yang tersembunyi dalam masyarakat teknologi modern. Meskipun masyarakat menganggap dirinya bebas, Marcuse berpendapat bahwa ada kontrol dan dominasi yang tidak terlihat yang diterapkan oleh struktur kekuasaan yang berada di balik teknologi dan media massa.
- Teknokrasi: Ia juga mencemaskan kecenderungan menuju teknokrasi, di mana keputusan politik dan sosial diambil oleh para ahli teknis dan ilmuwan tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Hal ini dapat mengarah pada hilangnya kontrol demokratis atas kebijakan dan keputusan yang memengaruhi banyak orang.
- Kesenjangan Sosial: Marcuse mengamati bahwa teknologi tidak selalu menyebabkan perubahan sosial yang merata. Sebaliknya, ada risiko bahwa teknologi dapat meningkatkan kesenjangan ekonomi dan sosial, mengakibatkan pembagian yang lebih besar antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
- Konsumerisme dan Komodifikasi: Marcuse menyoroti bagaimana teknologi dapat mendukung konsumerisme dan mengubah segala sesuatu, termasuk pengalaman dan hubungan manusiawi, menjadi komoditas yang dapat dijual dan dibeli.
Dengan demikian, Herbert Marcuse menyajikan kritik terhadap teknologi dan digitalisasi dengan fokus pada potensi negatifnya terhadap kebebasan, keadilan sosial, dan esensi kemanusiaan. Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan Marcuse juga mendapat kritik, dan interpretasi terhadap dampak teknologi dapat berbeda-beda antara pemikir dan teori kritis yang berbeda.
Bagaimana peranan kritik Herbert Marcuse sehingga memiliki pengaruh besar dalam filsafat dan studi sosial ?
Pemikiran Herbert Marcuse telah menjadi pengaruh besar dalam filsafat dan studi sosial atas beberapa alasan:
Teori Kritis dan Analisis Sosial: Marcuse merupakan anggota dari Sekolah Frankfurt, yang terkenal dengan pendekatan teori kritis terhadap masyarakat dan budaya. Kontribusinya terhadap pemikiran kritis membantu membentuk analisis sosial yang mendalam tentang struktur kekuasaan, kapitalisme, dan dampak teknologi terhadap masyarakat.
Pemikiran Tentang Masyarakat Satu Dimensi: Konsep "Manusia Satu Dimensi" yang dikembangkan oleh Marcuse menjadi dasar bagi banyak pemikiran kritis terkait alienasi, konformitas, dan kendali yang tidak terlihat dalam masyarakat modern. Pemikirannya mengenai bagaimana teknologi dan media massa dapat mengarah pada homogenisasi dan kehilangan kebebasan berpikir menarik perhatian banyak ilmuwan sosial.
Kritik Terhadap Kapitalisme dan Konsumerisme: Marcuse memberikan kritik yang kuat terhadap kapitalisme, menyoroti kesenjangan sosial, eksploitasi, dan konsumerisme. Analisisnya membuka mata terhadap dampak dehumanisasi kapitalisme terhadap individu dan masyarakat, yang tetap relevan dalam konteks tantangan ekonomi dan sosial modern.
Repressive Tolerance: Konsep "repressive tolerance" yang diusung oleh Marcuse menggambarkan bagaimana toleransi dapat diarahkan untuk mempertahankan ketidaksetaraan dan mendukung struktur kekuasaan yang ada. Pemikirannya tentang batas-batas toleransi memberikan kontribusi pada pemahaman tentang kebebasan berbicara, pluralisme, dan demokrasi.
Keterlibatan Aktif dalam Politik dan Perubahan Sosial: Marcuse tidak hanya seorang teoretikus, tetapi juga seorang aktivis yang terlibat dalam perjuangan untuk keadilan sosial. Pemikirannya memberikan landasan konseptual bagi gerakan perubahan sosial dan pemberontakan terhadap norma-norma yang dianggapnya merugikan.
Optimisme terhadap Potensi Perubahan: Meskipun kritikus, Marcuse mempertahankan optimisme terhadap potensi perubahan sosial, terutama melalui pemberontakan generasi muda dan perlawanan terhadap struktur yang ada. Pemikirannya memberikan harapan bagi mereka yang ingin berkontribusi pada transformasi masyarakat.
Kombinasi Filsafat dan Sosiologi: Marcuse berhasil menggabungkan elemen-elemen filsafat dan sosiologi dalam karyanya, membuatnya dapat diakses dan relevan bagi berbagai disiplin ilmu. Pemikiran kritisnya menyentuh aspek-aspek esensial kehidupan manusia dan masyarakat.
Kesemuanya ini membuat pemikiran Herbert Marcuse memiliki daya tahan dan dampak yang luas dalam tradisi filsafat, teori kritis, dan pemikiran sosial. Meskipun kontroversial, kontribusinya tetap memberikan inspirasi bagi mereka yang tertarik dalam menganalisis tantangan dan potensi transformasi masyarakat modern.
Bagaimana pengaruh teori Herbert Marcuse di bidang Auditing?
Teori yang dikemukakan Herbert Marcuse tidak secara langsung berfokus pada bidang auditing atau akuntansi dalam karyanya. Pemikirannya lebih berorientasi pada teori kritis, sosiologi, dan filsafat politik. Oleh karena itu, tidak terdapat pengaruh langsung dari pemikiran Marcuse dalam praktik auditing. Namun, ada beberapa cara di mana konsep-konsep umum yang diusung oleh Marcuse dapat memiliki implikasi atau relevansi potensial dalam konteks pengawasan dan akuntansi:
Kritis terhadap Kekuasaan dan Struktur Dominasi: Marcuse mengajukan kritik terhadap struktur kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat. Meskipun tidak langsung terkait dengan praktik auditing, pemahaman mendalam tentang struktur kekuasaan dapat memberikan dasar untuk menilai dan memahami hubungan kekuasaan di organisasi, termasuk dalam konteks praktik audit.
Toleransi dan Objektivitas: Konsep "repressive tolerance" yang dikemukakan oleh Marcuse menyoroti bagaimana toleransi dapat menjadi alat untuk mempertahankan ketidaksetaraan. Dalam praktik auditing, pertimbangan etika dan objektivitas sangat penting. Pemikiran Marcuse mungkin mendorong para auditor untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana kebijakan dan praktik bisnis dapat mempengaruhi toleransi terhadap praktik-praktik yang merugikan.
Dampak Teknologi pada Masyarakat: Meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan audit, pandangan Marcuse mengenai dampak teknologi dan media massa pada masyarakat dapat memotivasi auditor untuk memahami implikasi teknologi informasi dan sistem informasi dalam lingkungan bisnis. Audit teknologi informasi dan keamanan informasi dapat menjadi area di mana pemahaman tentang dampak sosial teknologi dapat diaplikasikan.
Pemahaman Terhadap Konteks Sosial dan Ekonomi: Pemikiran Marcuse tentang kapitalisme dan konsumerisme dapat mendorong para auditor untuk mempertimbangkan konteks sosial dan ekonomi dalam melakukan audit. Ini bisa melibatkan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan dan praktik bisnis yang diaudit.
Meskipun pengaruh langsung Marcuse mungkin tidak terlihat dalam metode atau praktik audit, pendekatannya yang kritis terhadap struktur sosial dan kebijakan bisnis dapat memberikan inspirasi bagi auditor untuk melihat lebih jauh daripada sekadar pemeriksaan angka dan mempertimbangkan dampak lebih luas dari keputusan bisnis dan praktik perusahaan.
Teori Herbert Marcuse bagaimana kaitan dengan bidang auditing?
Meskipun pemikiran Herbert Marcuse tidak secara khusus berkaitan dengan bidang auditing, ada beberapa konsep dan pendekatannya yang dapat memberikan perspektif yang menarik dalam konteks mata kuliah auditing. Berikut beberapa hal yang dapat diambil dari teorinya untuk memahami lebih dalam peran auditing:
Kritis terhadap Dominasi dan Kekuasaan: Marcuse menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana kekuasaan dan dominasi dapat bekerja dalam masyarakat. Pemikiran ini dapat menginspirasi auditor untuk tidak hanya memeriksa kepatuhan terhadap aturan dan regulasi, tetapi juga untuk mempertimbangkan aspek-aspek kekuasaan dan dominasi yang mungkin muncul dalam lingkungan bisnis. Ini dapat melibatkan analisis tentang bagaimana kebijakan dan keputusan manajemen memengaruhi struktur kekuasaan di organisasi.
Pemahaman Konteks Sosial dan Ekonomi: Konsep Marcuse mengenai kapitalisme dan konsumerisme dapat menjadi dasar bagi auditor untuk memahami dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan bisnis dan praktik perusahaan. Ini dapat membantu auditor untuk melihat konteks yang lebih luas di mana suatu perusahaan beroperasi dan memahami konsekuensi etis dan sosial dari keputusan bisnis.
Analisis Terhadap Dampak Teknologi: Marcuse membahas dampak teknologi terhadap masyarakat. Auditor dapat menerapkan pemahaman ini dalam konteks teknologi informasi dan sistem informasi yang digunakan dalam suatu perusahaan. Ini melibatkan pertimbangan tentang bagaimana teknologi dapat memengaruhi proses bisnis, keamanan informasi, dan privasi data.
Objektivitas dan Toleransi Represif: Konsep toleransi represif Marcuse dapat merangsang pemikiran kritis tentang objektivitas dalam audit. Auditor perlu mempertimbangkan bagaimana toleransi terhadap praktik-praktik yang merugikan atau pelanggaran etika dapat memengaruhi integritas dan kredibilitas hasil audit.
Pertimbangan Etika: Dalam pemikiran Marcuse, pertimbangan etika dan moral penting. Auditor dapat mengambil inspirasi dari pendekatan kritisnya terhadap kapitalisme dan konsumerisme untuk mempertimbangkan implikasi etis dari keputusan bisnis dan memastikan bahwa audit tidak hanya fokus pada aspek kepatuhan hukum, tetapi juga pada pertimbangan etis yang lebih luas.
Pemikiran Kritis terhadap Media Massa: Dalam analisis audit, terutama dalam audit komunikasi dan pengungkapan, auditor dapat mempertimbangkan pandangan Marcuse terhadap media massa dan manipulasi informasi. Ini dapat mendorong auditor untuk melihat lebih kritis terhadap laporan keuangan dan pengungkapan perusahaan.
Meskipun pemikiran Marcuse mungkin tidak langsung berkaitan dengan audit, pendekatannya yang kritis terhadap struktur sosial, etika, dan dampak teknologi dapat memberikan wawasan yang berharga kepada auditor yang ingin mengembangkan pemahaman yang lebih luas dan kritis dalam praktik audit mereka.
Dengan demikian Diskursus kritik terhadap teknologi dan digitalisasi manusia dalam teori Herbert Marcuse mengacu pada analisis kritisnya terhadap peran teknologi dalam masyarakat modern, terutama dalam karyanya "One-Dimensional Man" (Manusia Satu Dimensi). Marcuse mengembangkan pemikiran kritis ini dengan menyoroti sejumlah isu yang berkaitan dengan dampak teknologi terhadap kebebasan individu, masyarakat, dan potensi manusia. Berikut adalah beberapa aspek diskursus kritik teknologi Marcuse:
Alienasi dan Kesenjangan: Marcuse mengkritik dampak teknologi dalam menciptakan tingkat alienasi dan kesenjangan yang tinggi di antara individu-individu dalam masyarakat. Teknologi, menurutnya, dapat memisahkan manusia dari esensi kemanusiaannya dan menciptakan jurang antara mereka.
Manipulasi Melalui Media Massa: Marcuse menyoroti peran media massa dalam memanipulasi opini dan persepsi masyarakat. Ia membahas bagaimana media massa dapat digunakan untuk mengendalikan pemikiran dan mempromosikan ideologi yang mendukung status quo, mengurangi kebebasan berpikir kritis.
Ketidakbebasan yang Tersembunyi: Konsep "ketidakbebasan yang tersembunyi" mencerminkan keprihatinan Marcuse terhadap masyarakat yang, meskipun merasa bebas, sebenarnya terjebak dalam struktur kekuasaan yang tidak terlihat. Pemanfaatan teknologi dapat menjadi alat untuk menjaga dan meningkatkan bentuk kontrol ini.
Masyarakat Satu Dimensi: Marcuse menciptakan istilah "Manusia Satu Dimensi" untuk menggambarkan masyarakat yang kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan melihat di luar norma-norma yang diterapkan oleh teknologi dan media massa. Teknologi dianggap sebagai alat yang memperkuat homogenitas pikiran dan perilaku.
Kritik terhadap Teknokrasi: Pemikiran Marcuse mencakup kritik terhadap teknokrasi, di mana keputusan politik dan sosial diambil oleh ahli teknis dan ilmuwan tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Ini dapat mengakibatkan hilangnya kontrol demokratis atas kebijakan yang memengaruhi banyak orang.
Konsumerisme dan Komodifikasi: Marcuse menyuarakan keprihatinan terhadap bagaimana teknologi mendukung konsumerisme dan mengubah segala sesuatu, termasuk pengalaman dan hubungan manusiawi, menjadi komoditas yang dapat dijual dan dibeli.
Optimisme terhadap Pemberontakan Generasi Muda: Meskipun penuh kritik, Marcuse menyatakan optimisme terhadap potensi perubahan melalui pemberontakan generasi muda. Ia melihat potensi transformasi sosial melalui perlawanan terhadap norma-norma yang diimpor oleh masyarakat satu dimensi.
Diskursus kritik teknologi Marcuse memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan mengurangi kebebasan individu dan masyarakat. Pemikirannya mengajak kita untuk berpikir kritis tentang dampak teknologi terhadap kehidupan manusia dan mempertimbangkan cara untuk memanfaatkannya tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
Herbert Marcuse dengan tegas mengkritik dan mengatakan bahwa masyarakat modern
adalah masyarakat yang tidak sehat karena di dalamnya hanya tumbuh satu dimensi saja atau disebutnya one dimensional man/society. Kondisi tersebut   tercipta karena adanya satu sistem totaliter yang telah mematikan sikap kritis dari individu atau masyarakat. Sistem status quo tersebut berkuasa dalam tiga bentuk yang sangat kuat yaitu: Politik, Ekonomi, dan Teknologi (ilmu pengetahuan) dengan bantuan rasio teknologis. Sistem tersebut menciptakan satu bentuk
toleransi yang seolah-olah menyajikan kebebasan seluas-luasnya padahal dibaliknya terselubung satu bentuk penindasan baru. Marcuse menyebut kondisi tersebut sebagai repressive tolerance. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Marcuse mengatakan perlu adanya kesadaran dari kelompok masyarakat untuk melakukan the great refusal dan juga revolusi. Dan potensi perubahan itu berada di tangan golongan yang terpinggirkan dan juga para intelektual atau mahasiswa, bukan lagi di tangan para buruh karena mereka sudah kehilangan semangat revolusioner  mereka dan ikut dalam melanggengkan sistem totaliter tersebut.
Berdasarkan pemikirian Herbert Marcuse yang tertuang :
One Dimensional Man merupakan istilah Herbert Marcuse dalam menggambarkan kondisi masyarakat modern (Advanced Industrial Society).Dengan istilah tersebut, Marcuse mengkritik masyarakat modern dan menyebutnya sebagai masyarakat yang tidak sehat dan berdimensi satu. Dimensi-dimensi lain dan sikap kritis dari manusia dan masyarakat menjadi hilang karena adanya satu penindasan yang tersistem dan dilanggengkan oleh masyarakat itu
sendiri.
Sistem tersebut berkuasa dalam tiga bentuk yang sangat kuat yaitu: teknologi (ilmu pengetahuan), ekonomi, dan politik dengan dukungan rationalitas teknologi
Dalam bidang ekonomi, sistem totaliter dengan paham kapitalisnya telah menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu (false need) yang mau tidak mau dan sadar atau tidak sadar terus dinikmati masyarakat yang menyatu dalam system produksi dan konsumsi. Di bidang politik, masyarakat berdimensi terlihat dengan hilangnya oposisi dalam pemerintahan sehingga tercipta suatu system pemerintahan totaliter. Sistem pemerintahan tersebut melanggengkan kekuasaan dengan menciptakan imperium bahasa dan isu common enemy yang berhasil menyatukan masyarakat dalam satu sistem pendukung pemerintahan. Di bidang seni budaya, masyarakat satu dimensi terlihat dari hilangnya fungsi kritis dari seni dan budaya masyarakat, di mana seni dan budaya masyarakat hanya mementingkan aspek nilai jual dari karya seni bukan muatan estetis dari karya tersebut. Sistem status quo terus berlanjut dengan menggunakan budaya, media massa, iklan, manajemen industri sebagai sarana untuk membombardir kesadaran manusia dan mengikis potensi perlawanan, kritik, negativitas, dan oposisi dalam masyarakat hingga menghasilkan masyarakat berdimensi satu (one dimensional
man) dalam pemikiran (one dimensional thought) dan perilaku (one dimensional behavior).
Kondisi masyarakat yang tidak ideal menurut Marcuse tersebut, hanya dapat dirubah melalui revolusi. Untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan oleh sistem totaliter maka diperlukan langkah yang disebut the great refusal. Kesadaran revolusi itu sudah tidak bisa diharapkan lagi dari kalangan buruh (pekerja) karena pada kenyataannya mereka telah beraliansi dengan para borjuis. potensi revolusi itu berada di tangan para kelompok sosial yang disebutnya the outsiders dan the exploited yaitu orang-orang atau kelompok ras berwarna atau kulit hitam, masyarakay yang belum memiliki pekerjaan dan orang-orang yang tidak memiliki keahlian, masyarakat minoritas dalam negara, dan masyarakat miskin kota.
 Di samping para unemployed people tersebut, Marcuse juga menekankan pentingnya peran masyarakat intelektual atau mahasiswa dan masyarakat muda dalam revolusi. Marcuse merumuskan teori tentang pentingnya pembentukan basis-basiskekuatan perlawanan di kampus-kampus dengan istilah red bases in the colleges.seperti adanya pergerakan di Target perlawanan mahasiswa yang utama adalah berupaya untuk mengubah sistem Pendidikan tinggi dengan berorientasi pada tuntutan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak berorientasi pada kepentingan kapitalisme dan masyarakat industrialis.
Kritik Herbert Marcuse terhadap masyarakat modern menunjukkan usaha kerasnya dalam menujukkan gejala-gejala yang tengah terjadi dan mempengaruhi gerak langkah kehidupan masyarakat. Namun ketika Marcuse melakukan generalisasi dengan menyebutkan bahwa masyarakat modern telah sepenuhnya menjadi masyarakat satu dimensi hal tersebut tidaklah tepat . Kesimpulannya tersebut membuatnya berpandangan bahwa perubahan di dalam masyarakat hanya dapat dilakukan melalui revolusi karena masyarakat sudah rusak secara total. Dari sini kemudian dirinya terjebak dalam labirin ketidakpastian dan jalan keluar yang dirumuskannya mengalami kebuntuan sehingga perubahan masyarakat yang diharapkannyapun menjadi hal yang bijak. Meskipun Herbert Marcuse terkesan melakukan generalisasi dalam menyimpulkan kondisi masyarakat modern yang disebutnya sebagai One
Dimensional Man / society dan solusi yang dipaparkannya terlihat utopis, namun Marcuse telah melakukan kerja besar yang pantas diapresiasi dan telah menyampaikan pandangan-pandangan yang patut dipelajari dan direfleksikan untuk membangun pemikiran dan solusi bagi perbaikan masyarakat modern.
Daftar Pustaka
Asmin, Yudian W. (peny.). Filsafat Teknologi. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995
Mudhofir, Ali. Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.
https://repositori.kemdikbud.go.id
https://kilaskementerian.kontan.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H