Imaji yang tawarkan Salvador Dali juga berhasil membuat saya masuk ke dalam perbandingan dua dunia dengan latar tempat yang sama. Terdapat dua buah meja dengan tampilan berbeda satu sama lain, meja yang terawat dan meja yang ditumbuhi oleh pohon. Hal tersebut merepresentasikan bentuk usaha 'bertahan hidup' di suatu gurun pasir. Kita sama-sama menyadari bahwa gurun pasir merupakan tempat yang sulit ditinggali. Katakanlah kita menyebutnya dengan kondisi objektif yang sulit, namun lihatlah bagaimana meja kerja mengkilap itu. Sangat terawat, rapi, dan begitu apiknya. Â Menunjukkan terdapat intensitas kerja secara berkala di dalamnya.
Sebagai studi perbandingan, mari kita lihat meja yang ditumbuhi oleh pohon dan digelayuti mesra oleh jam dinding yang terbengkalai. Hemat saya, semua orang bisa saja memiliki meja kerja dan jam dinding, namun untuk betul-betul menggunakan atau tidak kedua buah benda tersebut merupakan sebuah pilihan.Â
Bergerak memperbaiki dan membenahi atau membiarkannya terbengkalai hingga kerusakan menggerogoti. Seperti halnya sampai sebuah pohon tumbuh di atas meja kayu tua lapuk, meyakinkan kepada saya bahwa waktu bisa memberikan mantra terbaiknya untuk membuat sesuatu menjadi busuk, sesuatu yang tak kunjung tersentuh oleh potensi. Saya kira kita kerap mengenalnya dalam kehidupan dengan teori 'seiring berjalannya waktu'.
Sampai akhir tulisan ini dibuat, The Persistence of Memory berhasil menumbuhkan beragam macam memori di dalam kepala saya, termasuk beberapa memori yang sudah saya pastikan tidak akan muncul lagi. Selain tentang waktu dan kesia-siaan, ada pula alternatif waktu yang ditawarkan melalui mimpi.Â
Gambaran anjing laut yang tertidur pulas dengan berselimut jam dinding yang terbengkalai, jelas memberikan bentuk kepasrahan tersendiri kepada saya. Seolah anjing laut tersebut bukan hanya tertidur untuk menjemput bunga tidur, melainkan untuk menunggu kematiannya sendiri juga. Representasi waktu dalam lukisan ini kembali meneguhkan saya bahwa satu-satunya jalan pintas yang dapat ditempuh setelah dibumihanguskan oleh waktu adalah berserah diri.
Penulis: Rifki Zaenal Muttaqin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H