Mohon tunggu...
Ridwan Remin
Ridwan Remin Mohon Tunggu... Freelancer -

User and Freelancer | Contact: ridwanremin@gmail.com | Twitter: @ridwanremin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenta #1

3 Maret 2017   19:05 Diperbarui: 3 Maret 2017   20:27 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masa-masa kuliah itu sepertinya adalah masa-masa yang paling berat dalam hidup Kenta. Sudah bayarannya mahal, tugas-tugasnya banyak, eh pas selesai ujian malah dapat nilai jelek. Miris. Pernah suatu hari Kenta mendatangi seorang Dosen yang memberinya nilai jelek padahal dia merasa sudah mengikuti semua perkuliahan dengan baik. Namanya Pak Joni. Setelah Kenta selesai melakukan protes atas keburukan nilainnya, Pak Joni malah bilang begini, “Kamu dapat nilai segitu sudah bagus, mau dikurangin?”

“Lho, kok gitu, Pak? Memangnya nilai saya kurang di mana?” tanya Kenta penasaran.

“Kamu itu jarang masuk, tugas-tugas banyak yang gak dikumpulin, dan hasil ujian juga seadanya. Terus kamu berharap dapat nilai apa?” kata Pak Joni memberi penekanan.

“Sebentar, Pak…” Kenta lalu bergegas pergi ke ruang tata usaha untuk mengambil absensi. Beberapa menit kemudian Kenta datang dengan menyodorkan map ke hadapan Pak Joni, “Ini, Pak. Absen saya penuh.”

“Coba saya lihat.” Kemudian hening.

“Iya, kan?” tanya Kenta.

“Iya. Tapi tugas-tugas kamu banyak yang…” sebelum Pak Joni selesai berbicara, Kenta langsung menyambar.

“Tugas yang mana, Pak? Ada datanya gak?” Sambar Kenta.

“Kamu ini bawel ya. Sudah, terima saja nilaimu itu. Saya sedang sibuk.” Jawab Pak Joni, ketus.

“Kok gitu, Pak? Wah, gak adil nih.”

“Kamu mau adil? Ke pengadilan sana.”

“Yeee, Anjing!” Kenta memakinya. Pak Joni hanya diam, dia tidak mendengar, karena Kenta memakinya dalam hati. Dengan penuh rasa kesal, saat itu Kenta berusaha tetap tenang dan lalu pergi meninggalkan Pak Joni Ketus (panggilan sayang Kenta terhadap Dosen yang mulai dibencinya).

Bagi Kenta kuliah itu memang bukan untuk cari ilmu atau cari gelar, melaikan cari kesibukan. Dia memutuskan kuliah setelah lima tahun lulus dari sekolah menengah atas. Alasan sebenarnya, karena dia tidak ingin disuruh cepat-cepat nikah. Makanya, dia cari kesibukan. Bahkan rencananya, kalau setelah lulus S1 nanti dia masih belum mau nikah, ada kemungkinan dia akan mengambil S2 sebagai sarana menyibukkan diri. Tapi meskipun begitu, Kenta tetap tidak terima ketika mendapat nilai jelek, apalagi kalau dia merasa sudah susah payah untuk mengikuti perkuliahan dengan baik.

Beberapa Dosen yang mengajar di kampus Kenta itu nyebelin. Percayalah. Ada yang pelit kasih nilai, ada yang jarang masuk, ada yang cunihin, ada yang haus pujian, ada yang gila hormat, dan bahkan ada pula yang dari tampangnya saja sudah bikin sebel — padahal sikapnya baik, tapi tampangnya nyebelin.

Kenta sering sekali bermasalah dengan Dosen. Tidak tahu ya, mungkin baginya punya masalah dengan Senior itu sudah terlalu mainstream. Salah satu Dosen yang bermasalah dengan Kenta itu namanya Pak Abigel. Beliau ini dosen yang gaya mengajarnya semi-militer. Ketat sekali. Seakan-akan mahasiswa yang diajar olehnya kelak akan bisa berkontribusi untuk bela Negara di medan perang, atau minimal bisa jadi security di komplek perumahan.

Pak Abigel rajin membuat peraturan sendiri di perkuliahannya, dan kalau aturan itu dilanggar, resikonya akan langsung diusir keluar dari kelas. Peraturannya banyak sekali, bahkan saking banyaknya, perlu ada aturan khusus supaya mahasiswa tidak lupa dengan aturan-aturan tersebut. Dari sekian banyak aturan yang dia buat, di antaranya saja: tidak boleh bawa handphone (apalagi kalau curian), tidak boleh bawa makanan (apalagi saat puasa), tidak boleh tidur (apalagi sama pacar), dan yang paling merepotkan bagi Kenta adalah tidak boleh telat (apalagi, ya? Silakan dicari sendiri lucunya).

Pak Abigel memberikan toleransi 10 menit kepada seluruh mahasiswa yang terlambat untuk boleh masuk kelas. Bayangkan, hanya 10 menit, satu pertandingan PES 2017 saja durasinya bisa lebih dari itu kalau pakai adu pinalti. Masalahnya, meskipun Kenta ini ngekost di dekat kampus, tapi Kenta selalu saja terlambat masuk kelas. Baginya, datang terlambat itu asik, karena dia jadi akan dilihat oleh seluruh mahasiswa ketika membuka pintu. Itu salah satu teknik cari perhatian ala Kenta. Namun, tentunya teknik itu akan sangat beresiko ketika berhadapan dengan Dosen seperti Pak Abigel. Suatu hari Kenta pernah terlambat 13 menit dan tidak boleh masuk, alhasil di hari itu dia pun gagal cari perhatian.

“Eh,” kata Kenta memulai obrolan dengan teman sekelasnya yang juga tidak boleh masuk karena terlambat. “Dosen-dosen di kampus ini kan pasti pernah kuliah ya, dan mereka tuh pasti pernah ngerasa sebel juga kan kalau dipersulit sama Dosennya?”

“Iya, kayaknya sih gitu…” Sambut Gendir, sahabat senasib Kenta hari itu.

“Terus kenapa sih mereka masih suka mempersulit mahasiswa pas sudah jadi Dosen? Apa mereka mau balas dendam?” tanya Kenta menggebu-gebu.

“Iya, kayaknya sih gitu…”

“Masa pake balas dendam segala? Memangnya mereka pikir ini padepokan silat apa ya?”

“Iya, kayaknya sih gitu…”

“Yeee, kayaknya sih gitu mulu, males ah ngobrol sama lu.” Kenta pun pergi meninggalkan sahabat senasibnya.

Kenta melangkah menyusuri lorong menuju keluar fakultas — diiringi kelelawar yang berterbangan di kepalanya (Bo’ong, bercanda. Hehehe…). Langkah kakinya tiba-tiba terhenti ketika hendak menuruni tangga. Kenta mencium aroma yang menyegarkan menelusup hidungnya. Dengan polosnya dia menduga bahwa itu adalah aroma perempuan yang baru mandi. Entah intuisi dari mana, pokoknya saat itu dia yakin bahwa dia benar. Sembari dinaungi rasa penasaran, Kenta mulai mencari-cari sumber wewangian itu. Lantas dia pun melongok ke berbagai arah, tapi nihil. Tak ada seorang pun yang tertangkap penglihatannya.

Cukup lama Kenta berdiri di ujung anak tangga. Aroma menyegarkan tersebut terasa semakin menggoda penciumannya. Tetapi karena tak ada siapa-siapa di sana, Kenta memutuskan untuk pergi. Namun, ketika dia baru akan melangkahkan kaki, tiba-tiba ada seorang perempuan berpakaian serba ketat yang keluar dari kamar mandi yang letaknya di sebelah kanan tangga (atau bisa juga berada di sebelah kiri tangga, tergantung sudut pandangnya). Ketika melihat perempuan itu, sontak Kenta pun langsung nyengir, “Tuh kan bener, baru abis mandi nih kayaknya, hihihi…” kata Kenta berbisik kepada dirinya sendiri diakhiri tawa-tawa kecil.

Perempuan itu berjalan anggun ke arah Kenta. Dan melewatinya. Pandangan Kenta terarah tepat ke wajah perempuan itu. Tapi sayang, wajahnya tertutup oleh masker. Setelah rasa penasarannya perihal sumber aroma menyegarkan terpuasakan, kini Kenta mulai penasaran seperti apa rupa wajah dari perempuan yang melewatinya barusan. Tanpa banyak berpikir, Kenta memutuskan untuk membuntutinya. Untung saja perempuan itu masuk ke fakultas, jadi Kenta bisa mengikuti, coba kalau masuk ke kamar mandi lagi? Mungkin tetap diikuti, namanya juga orang penasaran.

Setelah kembali berada di dalam fakultas, Kenta mendapati perempuan itu sedang berkumpul dengan teman-temannya yang sedang duduk di lorong-lorong kelas. Terlihat ada tiga orang perempuan di sana. Nampaknya mereka junior Kenta di kampus. Awalnya Kenta hanya berani memantaunya dari kejauhan. Tetapi… “Duh, kejauhan, gak keliatan.” kata Kenta kembali berbisik dengan nada mengeluh kepada dirinya sendiri. Hidup Kenta memang sudah banyak terdoktrin oleh adegan-adegan sinetron, jadi apa pun yang dia pikirkan selalu saja diutarakannya, meskipun dia dalam keadaan sendirian. “Majuan dikit, ah.” Ujarnya lagi sambil perlahan-lahan bergeser tempat duduk mendekati sekumpulan perempuan itu.

Semakin dekat jarak di antara mereka, semakin tercium aroma menyegarkan itu. Hanya saja perempuan yang sedari tadi tengah diintainya tak kunjung membuka masker. Kenta hampir mati gaya menunggu momen tiba. Dia mulai tak tahu lagi harus berpura-pura melakukan aktivitas apa sambil memantau supaya tak ada yang curiga. Mau main handphone, gak bawa. Mau baca buku, gak pantes. Mau jadi patung, gak napas. Akhirnya, daripada harus mati karena gak napas, Kenta pun memilih untuk tetap diam tanpa melakukan apa-apa. Namun, entah kenapa pergerakannya semakin lama jadi semakin mencurigakan. Lirikan matanya begitu tajam. Gerak-geriknya bahkan sudah mirip seperti orang yang akan menculik anak. Seandainya saja saat itu ada agen FBI, mungkin Kenta sudah ditangkap karena wajah mupengnya mulai meresahkan.

Beberapa menit telah berlalu dan Kenta masih setia menunggu penampakan raut wajah yang dinanti-nantikannya itu. Sampai pada akhirnya, kesabaran Kenta menuai hasil. Sekumpulan perempuan itu terlihat mulai akan melakukan aktivitas berfoto, dan masker itu pun mau tidak mau pasti dilepaskannya. Dan benar saja, tanpa perlu ada adegan pemaksaan, perlahan-lahan jemari perempuan itu dengan suka rela mulai melepaskan tali masker yang mengikat di belakang kepalanya. Pandangan mata Kenta seketika langsung terfokus ke arah wajah. Kemudian, di saat wajah perempuan itu benar-benar telah bebas dari penghalang, Kenta pun lagi-lagi berbisik kepada dirinya sendiri. Tetapi kali ini bisikannya sedikit lebih keras, “Yaelah, jelek!” tanpa menunggu lama, Kenta bergegas pergi dari tempat itu. Dia merasa tertipu. Waktunya telah terbuang sia-sia.

Saat berjalan menuju pintu keluar fakultas, Kenta kembali melihat Gendir yang masih duduk di tempatnya semula. Kenta meliriknya, lalu mengabaikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun