“Yeee, Anjing!” Kenta memakinya. Pak Joni hanya diam, dia tidak mendengar, karena Kenta memakinya dalam hati. Dengan penuh rasa kesal, saat itu Kenta berusaha tetap tenang dan lalu pergi meninggalkan Pak Joni Ketus (panggilan sayang Kenta terhadap Dosen yang mulai dibencinya).
Bagi Kenta kuliah itu memang bukan untuk cari ilmu atau cari gelar, melaikan cari kesibukan. Dia memutuskan kuliah setelah lima tahun lulus dari sekolah menengah atas. Alasan sebenarnya, karena dia tidak ingin disuruh cepat-cepat nikah. Makanya, dia cari kesibukan. Bahkan rencananya, kalau setelah lulus S1 nanti dia masih belum mau nikah, ada kemungkinan dia akan mengambil S2 sebagai sarana menyibukkan diri. Tapi meskipun begitu, Kenta tetap tidak terima ketika mendapat nilai jelek, apalagi kalau dia merasa sudah susah payah untuk mengikuti perkuliahan dengan baik.
Beberapa Dosen yang mengajar di kampus Kenta itu nyebelin. Percayalah. Ada yang pelit kasih nilai, ada yang jarang masuk, ada yang cunihin, ada yang haus pujian, ada yang gila hormat, dan bahkan ada pula yang dari tampangnya saja sudah bikin sebel — padahal sikapnya baik, tapi tampangnya nyebelin.
Kenta sering sekali bermasalah dengan Dosen. Tidak tahu ya, mungkin baginya punya masalah dengan Senior itu sudah terlalu mainstream. Salah satu Dosen yang bermasalah dengan Kenta itu namanya Pak Abigel. Beliau ini dosen yang gaya mengajarnya semi-militer. Ketat sekali. Seakan-akan mahasiswa yang diajar olehnya kelak akan bisa berkontribusi untuk bela Negara di medan perang, atau minimal bisa jadi security di komplek perumahan.
Pak Abigel rajin membuat peraturan sendiri di perkuliahannya, dan kalau aturan itu dilanggar, resikonya akan langsung diusir keluar dari kelas. Peraturannya banyak sekali, bahkan saking banyaknya, perlu ada aturan khusus supaya mahasiswa tidak lupa dengan aturan-aturan tersebut. Dari sekian banyak aturan yang dia buat, di antaranya saja: tidak boleh bawa handphone (apalagi kalau curian), tidak boleh bawa makanan (apalagi saat puasa), tidak boleh tidur (apalagi sama pacar), dan yang paling merepotkan bagi Kenta adalah tidak boleh telat (apalagi, ya? Silakan dicari sendiri lucunya).
Pak Abigel memberikan toleransi 10 menit kepada seluruh mahasiswa yang terlambat untuk boleh masuk kelas. Bayangkan, hanya 10 menit, satu pertandingan PES 2017 saja durasinya bisa lebih dari itu kalau pakai adu pinalti. Masalahnya, meskipun Kenta ini ngekost di dekat kampus, tapi Kenta selalu saja terlambat masuk kelas. Baginya, datang terlambat itu asik, karena dia jadi akan dilihat oleh seluruh mahasiswa ketika membuka pintu. Itu salah satu teknik cari perhatian ala Kenta. Namun, tentunya teknik itu akan sangat beresiko ketika berhadapan dengan Dosen seperti Pak Abigel. Suatu hari Kenta pernah terlambat 13 menit dan tidak boleh masuk, alhasil di hari itu dia pun gagal cari perhatian.
“Eh,” kata Kenta memulai obrolan dengan teman sekelasnya yang juga tidak boleh masuk karena terlambat. “Dosen-dosen di kampus ini kan pasti pernah kuliah ya, dan mereka tuh pasti pernah ngerasa sebel juga kan kalau dipersulit sama Dosennya?”
“Iya, kayaknya sih gitu…” Sambut Gendir, sahabat senasib Kenta hari itu.
“Terus kenapa sih mereka masih suka mempersulit mahasiswa pas sudah jadi Dosen? Apa mereka mau balas dendam?” tanya Kenta menggebu-gebu.
“Iya, kayaknya sih gitu…”
“Masa pake balas dendam segala? Memangnya mereka pikir ini padepokan silat apa ya?”