Mohon tunggu...
Ridwan A. Dharmawan
Ridwan A. Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Warga kota

Lelaki yang mencintai kotanya. Kunjungi saya di www.wanridwan.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama featured

Melihat Jalan Kota Bandung, Mungkin Tuhan Tidak Tersenyum

7 November 2016   02:08 Diperbarui: 25 September 2018   00:31 4557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melihat Jalan Kota Bandung, Mungkin Tuhan Tidak Tersenyum | Dok. Pribadi

Akar permasalahan kemacetan yaitu ruas jalan yang tidak bisa menampung volume kendaraan. Mengurangi volume kendaraan upaya yang cukup efektif dalam mengatasi kemacetan ketimbang menambah luas ruas jalan. Hal yang sia-sia, jika ruas jalan ditambah namun intensitas kendaraan juga bertambah.

Mengurangi jumlah kendaraan berarti mengubah habbit warga kota, dari pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna angkutan publik. Klasik terdengar memang. Bukan berarti selama ini Pemerintah Kota Bandung tidak membangun manusia, tetapi kurang atau bukan menjadi fokus utama.

Membangun manusia tidak hanya menjadikan manusia sebagai objek, namun sebagai subjek. Bagaimana warga dapat mengambil keputusan secara bijak dalam setiap aktivitasnya. Membangun manusia tidak selalu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan serta zona nyaman, namun bagaimana manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk sosial. Bagaimana warga dapat bermanfaat untuk warga lainnya, untuk kehidupan kota.

Pemerintah Kota Bandung pernah membuat program harian seperti Senin bus sekolah gratis dan jum’at bersepeda yang gaungnya kini senyap-senyap terdengar.

Pernah juga bekerjasama dengan komunitas menggelar Angkot Day, yang kelanjutannya entah bagaimana.

Terakhir, Ridwan Kamil membuat gerakan Jumat “Ngangkot” dengan iming-iming hadiah. Apa kesamaan dari itu semua? Hanya himbauan tidak ada ketegasan.

Intermezo, penulis ingin berbagi pengalaman. Penulis pernah selama satu bulan menggunakan sepeda dan angkutan umum dalam berkegiatan sehari-hari. Bukan karena ingin mengikuti program Pemkot Bandung, atau iming-iming hadiah. Tetapi karena keterpaksaan, saat itu sepeda motor penulis rusak.

Berkaca pada cara Singapura mengatasi kemacetan. Dalam membangun habbit warganya, pemerintah Singapura mengeluarkan aturan dan kebijakan yang ‘merugikan’ warganya, namun sangat efektif mengurangi kemacetan.

Di antaranya sistem pajak yang tinggi untuk kendaraan, pembatasan waktu penggunaan mobil, menerapkan biaya parkir yang tinggi, aturan jalan berbayar serta kebijakan plat merah serta hitam.

Beberapa negara seperti Jepang dan Malaysia pun membuat aturan tegas untuk mengurangi volume kendaraan bermotor. Kenapa Bandung tidak bisa?

Bandung pernah menerapkan aturan seperti 4 in 1 di Jalan Pasteur dan menaikan tarif parkir. Aturan 4 in 1 dinilai tidak efektif karena penerapan waktu yang tidak tepat (Baca – Detik.com edisi 28 November 2014 https://goo.gl/CPgFCZ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun