Mereka adalah individu yang memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah) sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan ''as-Sunnah' dan menjadi teladan umat Islam dalam memahami serta mengamalkannya.
Jika teladan Ummat Islam tersebut sudah "dilecehkan", apakah anda yang mengaku sebagai muslim hanya diam saja?
Bayangkan jika kedua orangtua kita yang juga menjadi teladan dilecehkan orang lain. Pasti anda semua akan marah, karena ini terkait "marwah" atau harga diri keluarga kita.
Begitupun ulama, dalam agama Islam kedudukan dan peran mereka sangat penting dalam masyarakat Islam. Menghina dan menistakan ulama, berarti secara tidak langsung, merendahkan "marwah" agama Islam.
Kalaupun anda ingin menafsirkan sendiri Al-Quran, hadist maupun aturan lainnya dalam agama Islam silahkan saja, jika "alatnya" sudah cukup. Alat disini tentu saja adalah ilmu.
Menjadi ahli tafsir dan ahli hadist tidaklah mudah. Selain pengetahuan agama yang cukup, tentu kesalihan pribadi menjadi faktor utama. Tidak mungkin seorang yang suka "melotot" ketika sedang berbicara dengan orang lain, seperti Nusron Purnomo layak disebut "ahli tafsir" he..he.
Kesimpulannya, ulama bukanlah "makelar ummat" ataupun menjadi "gerhana" kaitannya dengan "hablumminallah". Ulama adalah penerus cahaya pengetahuan yang diwariskan dari Rosulullah Muhammad SAW, supaya tidak padam dimuka bumi ini.
Kemudian, tuduhan terhadap ulama bagian dari kepentingan politik tertentu sangat tidak berdasar. Jika dihubungkan dengan fatwa MUI yang menyatakan Ahok telah menistakan Al-Quran, ini bukan manuver politik, tapi murni kewenangan MUI sesuai dengan tugasnya mengeluarkan fatwa terkait kemaslahatan Ummat Islam.
Seharusnya kita mengucapkan terima kasih kepada ulama karena mampu meredam kemarahan Ummat Islam terkait pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Karena dengan fatwa ini, MUI telah berhasil mengkanalisasi persoalan Ahok ini ke ranah hukum, sehingga Ummat Islam tidak berbuat anarkis.
Selanjutnya, terkait berita bahwa MUI telah "menilep" dana sertifikasi halal sebesar 240 triliun, ini adalah fitnah yang sangat keji.
Status Harja Saputra di media sosial menjelaskan dengan gamblang bahwa berita tersebut "hoax". Harja Saputra adalah seorang tenaga ahli di DPR-RI. Berikut tulisannya di media sosial pada Sabtu (15/10):