Mohon tunggu...
Muhammad Ridho
Muhammad Ridho Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa jurusan jurnalistik, kolumnis, jurnalis, trainer

Jurnalis, kolumnis, trainer

Selanjutnya

Tutup

Humor

Wifi ATK Kito

20 Desember 2019   14:55 Diperbarui: 20 Desember 2019   15:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jen, ada siapa di toko?," tanya saya lewat WhatsApp, "Sepi kak," jawab Jeni. Tak lama, saya segera membawa motor menuju Toko ATK Kito, tempat Jeni Andika bekerja.

Di toko ini, saya sering mampir lama, bukan bantu Jeni jualan, tapi numpang berkipas angin plus wifian sampai malam.

Kader-kader organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), kata Kak Yudi Wala (Vokalis Black Ice Coffe), boleh wifian di ATK Kito, asal jangan mengotori dan tahu diri.

Misalnya, kalau Jeni repot, anak PII yang nongkrong di toko setidaknya menolong sedikit, seperti, ngeprint, mengedit makalah, ngetik dan foto kopi.

Di toko ini, nama-nama besar pentolan PII Sumatera Selatan selalu datang, sebut saja Kohar (Mantan Ketua Umum PII Sumsel), Ismail (Mantan Ketua Umum PII Palembang). Rahmat (Ketua Umum PII Palembang), Yusuf (Mantan Ketua Umum PII Palembang).

Kemudian Jefry (Komandan Brigade PII Sumsel), Wahyu (Ketua Umum PII OKI), Adam (Ketua Umum PII OKU), Ego (Mantan Ketua Umum PII OKU), Iman (Bukan pentolan PII Sumsel) dan PB PII 1999-2000 (Darwin Yattalatov).

Dari beberapa orang yang disebutkan diatas, diantaranya cuma berteduh sebentar di ATK Kito, contohnya Kak Darwin, Adam dan Wahyu.

Sisanya, kalau saya tidak salah, mereka nebeng wifi dari pagi, siang, sore, malam lanjut besok lagi. Yang seperti ini tidak lain dan tidak bukan adalah saya, Iman, Kohar kadang-kadang. Kalau Ego, Ismail, Yusuf, Jefry dan Rahmat sesekali, tapi wifian tetap lancar.

Saya sebenarnya tidak enak sama Jeni, bantu nggak, menyusahkan iya, wifian maju terus.

Walau begitu, saya masih bersyukur, karena Jeni tak pernah mempermasalahkan kedatangan saya di toko sambil pakai wifi. Terima kasih Jeni, semoga amal ibadah dan kebaikan mu, dibalas Allah SWT dengan cepatnya gajian bulan ini, amiin.

....

Saya punya pertanyaan. Toko ATK Kito terbilang kecil, jika di dalamnya dipenuhi 10 orang, ruangannya pasti panas juga susah nafas.

Tapi, semua kekurangan ini terasa hilang karena sesuatu hal, apakah itu?

Yang pasti karena kehadiran calon-calon perawat dari Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (Stifi) dekat toko.

Iya betul, ehh nggak-nggak, memang Iman dan Kohar nyaman jika cewek-cewek Stifi ngeprintnya lama, toko langsung indah berkat bidadari-bidadari berbaju putih. 

Perempuan Stifi menurut saya jadi faktor kedua, faktor pertama yang membuat kami ngumpul seperti semut bertemu gula ialah internet. Internet ini ya datang dari wifi, yang dibayar Kak Yudi Rp. 300 ribuan sekian itu. Maaf banget Kak Yudi Wala.

Ini fakta, kalian boleh tanya ke teman-teman yang saya paparkan tadi, apa alasan mereka ke toko? Ngeprint? Jarang, foto kopi? Nggak, bantu-bantu? Boro-boro mbak, nyari pacar di Stifi? Jauh deh, tampang kami kalah sama cowok-cowok Stifi yang pakai mobil.

Yang paling tepat jawabannya yaitu wifian gratis.

Di era Revolusi Industri 4.0, koneksi internet jadi tumpuan anak-anak milenial, nggak ada internet artinya gagap informasi, jika telat tahu informasi terbaru, rasanya benar-benar ketinggalan.

Bagi orang-orang seperti saya, Kohar, Iman, Rahmat, Jefry, Yusuf dan Mail, ATK Kito seperti harta koneksi yang melimpah, pakai wifi bisa kapan saja, tanpa batas waktu, nggak lemot, nyaman, teduh dan sambil tiduran. Siapa yang nggak mau coba?

Saya, setelah nggak di kepengurusan PII Sumsel lagi, selain ke kampus ngurusin mata kuliah, nilai, ketemu dosen, ngobrol sama kawan di Lembaga Pers Mahasiswa Ukhuwah, kalau semua kerjaan beres yaa pasti ke ATK Kito.

Saat sampai di teras toko, memarkirkan motor, melepaskan helm, masuk ke dalam toko, buka tas kecil, cari gadget, lalu? Berselancar ria di Youtube, Instagram, Facebook atau streaming anime. Enak bukan?

Kebiasaan ini bukan hanya saya yang lakukan, Iman, Kohar juga begitu. Setelah Iman melanglang buana di seputaran Palembang, berhasil dapet nomor cewek, ya dia ujung-ujungnya balik ke toko, tiduran, buka gadget, menghubungkan gadget ke wifi, dan gitu aja terus.

Kohar pun sama, kalau dia nggak lagi jalan dengan calonnya yang di Indralaya, beliau pasti nimbrung di toko sampai petang, menyambungkan koneksi hapenya ke wifi, buka Instagram pasangan-pasangan muda hits (syar'i), lupa deh orang sekitar.

Wifi ATK Kito jadi berkah buat saya, Iman dan Kohar. Misalnya, Kohar kan belum bekerja, sekarang kuliah semester 9, okelah sekarang keterima jadi guru sekolah dasar di Sako, tapi, gajinya sebagai guru jauh dari kata mencukupi, 500 ribu sebulan, cukup buat apa? Untuk bensin? Kurang, makan? Apalagi, internet? Tambah susah.

Kalau makan sih, Kohar biasanya dikasih guru-guru disekolah, kadang dibawakan bekal sama calonnya, cukup aman.

Hasrat internetnya bagaimana? Rasa ingin tahunya didapat darimana? Saat nggak punya uang untuk menjelajah di internet, siapa yang membantu? Jika temannya pelit memberikan hotspot, Kohar harus kemana? Yaa Wifi ATK Kito.

Iman pun sama, setahu saya, keluarga Iman nggak kaya-kaya banget, orang tuanya di desa. Baru-baru ini, beasiswa iman juga dicabut, salah dia sih.

Kalau kemarin-kemarin, Iman masih bisa bertahan di Palembang, karena ada beasiswa, kalau sekarang? Iman sedang elit (ekonomi sulit). Kalau makan, paling tidak Iman nebeng sama sahabatnya di kampus, jika soal paket, nah ini yang sensitif. Bisa perang gara-gara hotspot.

Lalu, solusi yang paling mudah agar Iman bisa internetan dimana? Wifi ATK Kito. Disana Iman leluasa pakai wifi. Jeni? Nggak marah tuh. Malahan Jeni senang kalau ada teman ngobrol di toko.

Mau Iman buka Tiktok, Facebook, Instagram, Youtube, download, nonton, cari berita, ngepoin cewek, dan sebagainya, dibebaskan sama Jeni. Boleh, semaunya, sampai bosan.

Prinsip saya persis seperti Kohar plus Iman. Wifi ATK Kito bebas pakai, tanpa marah, tidak dibatasi, nggak bayar dan untungnya gebyar.

Saya dikasih uang oleh Mama sangat jarang, 7 hari kadang minta Rp. 20.000. Itupun cukup buat modal bensin. Untuk makan? Saya sesekali puasa terpaksa, minum air putih seharian, atau numpang makan dengan guru tercinta, Darwin Yattalatov.

Jika tulisan saya terbit di koran, lumayan untuk tambahan uang bensin. Terus beli paket uangnya darimana?
Jawabannya, saya banyak nempel paketnya sama teman, daripada beli paket sendiri.

Semenjak Jeni bekerja di ATK Kito, ditambah sabda Kak Yudi, "Anak PII boleh wifian disini, asal bantu berjualan di toko," hadeh rasanya anugerah sekali, masalah internetan setidaknya teratasi dengan adanya Wifi ATK Kito.

....

Wifi ATK Kito seperti nikmat, bahayanya gini, kalau seseorang tak sanggup mensyukuri nikmat wifi, teguran dari langit pasti datang. Nggak usah dari atas, dibumi pun sindiran bagi orang-orang yang nggak memaksimalkan rezeki sesekali hadir.

Contoh, teguran Kak Yudi ke saya, Iman dan Kohar, "Ayolaaah, jangan cuma duduk terus wifian, disinikan lagi banyak pelanggan, bantu keeek,".

Terus, karena wifinya tanpa keterbatasan, Iman, Kohar juga saya sering lupa waktu. Asik menatap gadget, guling lihat gadget, berdiri mata menuju gadget, ke kamar mandi pun pegang gadget.

Misalnya Iman, setelah dia ngojek atau pulang kuliah, ia segera ke ATK Kito. Ngapain? Wifian dong. Wifian Iman, kalau saya nggak salah, volumenya banyak, berjam-jam kepalanya lurus sama gadget, mukanya kadang ketawa, serius, ngomong kotor, galau atau marah.

Apalagi ketika Iman main game, waah, ATK Kito ia jadikan area berperang. Semuanya musuh.

Pertanyaannya, Iman dapat apa? Terus Iman membantah, "Ya dapat informasi terbaru lah kak, saya jadi lebih update karena Wifi ATK Kito,".

Sekarang saya balik, "Informasi itu penting tidak buat Iman? Menunjang skill Iman kah informasi tadi? Jangan-jangan, menurut Iman bermanfaat, ehh ternyata malah menghabiskan waktu Iman saja,".

"Skripsi sudah sampai mana, Har?,". Saya tahu Kohar lelah dengan dunia ini, uang nggak ada, calonnya susah diatur (misalnya), makan kadang iya banyak tidak, jadi guru gajinya kecil dan sebagainya.

Supaya terlepas dari kehidupan yang menyulitkan, Kohar kemana? Curhat? Ahh nggak, mana mau curhat, ketika pergi saja, dia diam-diam atau sembunyi-sembunyi, padahal saya tahu perginya sama siapa dan kemana. Heem.

Kalau nggak curhat, terus? Seperti yang tertulis di buku Psikologi Komunikasi (edisi revisi) Jalaluddin Rahmat, Bab Internet, kalau seseorang sudah lelah dengan dunia nyata, mereka akan pindah ke dunia maya atau virtual.

Di area virtual, Kohar nggak perlu pusing, tak ada yang mengkritik atau marah, mungkin beberapa, tapi jarang. Kohar kan susah beli paket, untuk memenuhi rasa menyelam ke dunia mayanya dimana? Lagi-lagi Wifi ATK Kito.

Saya juga mau mengkritik diri sendiri. Ketika ke ATK Kito, waktu saya lebih banyak terbuang karena wifi. Wifi tidak salah, internet pun nggak salah, mereka hanya alat. Yang tak mampu mengatur ritme wifian ya saya. Yang salah jadi siapa? Tetap saya.

Niat saya di ATK Kito, sebenarnya sederhana, "Melihat informasi baru, agar saya dapat ide untuk menulis,". Tapi saya kebablasan, maunya lihat Najwa Shihab, eh malah ke Tiktok Truth or Dear.

Alhamdulillahnya, belakangan ini, saya mulai kritis terhadap kebiasaan nebeng Wifi ATK Kito.

Saya berpikir, "Wifian ngapain? Lihat Tiktok atau Facebook dan Instagram? Lebih baik jangan. Kalau mau istirahat, silahkan, atau ngeprint boleh, download buku digital? Nah ini bagus. Download anime? Hehe, boleh yaa, asal setelah selesai download, kembali ke habitat lain, silaturahim kek, ngobrol, diskusi atau semacamnya,".

Karena, kalau saya tidak mempertanyakan setiap sesuatu yang dilakukan pada Wifi ATK Kito, bisa gawat dikemudian hari, bakal percuma usia produktif ini.

Muhammad Ridho
20 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun