Yang sering marah ke saya itu mama, dan yang paling sayang ke saya juga mama.
Mama marah ke saya karena beberapa hal, pertama, kalau saya pulang larut malam, kata-kata bijak nan ngegas darinya pasti keluar, "Pulangnya malam sekali. Sekalian saja nggak pulang. Mau jadi hantu jalanan apa!,".
Kedua, kalau saya shalat wajibnya tidak di masjid, omongan mama akan segera terdengar," Aduuuuh, nggak shalat apa? Orang-orang sudah ke masjid. Masak ke masjid telat terus, mau jadi apa?,".
Ketiga, mama marah kalau saya tidak rajin. Baju habis pakai tak dicuci, piring kotor setelah makan nggak dibilas, kamar tidak dirapikan dan motor terbengkalai, tunggu saja murka mama.
Keempat, mama marah jika masakannya nggak dimakan. Misalnya, sabtu saya pergi keluar rumah, terus minggu tidak pulang, padahal hari minggu mama masak, seninnya saya baru pulang.
Saat ketemu mama hari senin, beliau bersabda, "Ohhhhh, merasa bisa mandiri terus nggak mau makan dirumah? Mama masak ayam sambel dan sayur asem, ehh nggak dimakan. Ya sudah, besok-besok mama nggak masak lagi. Beli saja!,".
Kelima, mama emosi kalau saya jarang keluar rumah. Saat dirumah, saya nggak keluar kamar. Saya membuka pintu kamar ketika shalat, makan, minum, jajan, kuliah, ke organisasi, yasinan, orgen (pernikahan) dan ke toko jeni.
Selebihnya ya dikamar, menulis, membaca buku, browsing plus nonton anime.
Jika saya nonton anime seharian dikamar, mama biasanya ceramah.
"Hidup kita bukan di gua kali. Harusnya lelaki itu bersosial, gotong royong dengan tetangga, lihat nohhh Wili tetangga kita, ia rajin ngumpul sama orang-orang. Mau bertapa dikamar terus? Kualat nanti, ketika almarhum, nggak ada yang nguburin,".
Terakhir, saya orangnya kan nggak gesit, jadi kalau lambat, mama mulai ngajar pelajaran kegesitan.
"Ridhoo, lambat sekali nak geraknya. Harus cepat dong, jika seperti siput, kamu yaa tertinggal. Tes CPNS sana cepet, coba masuk polisi kek, syaratnya disiapkan bener-bener,".
Uniknya, ehh unik nggak ya. Unik ajalah. Ketika mama marah, ngomel, ceramah, bersabda dan ngajar kegesitan ke saya, hati anaknya ini nggak kesel sama sekali. Kalau dimarahi mama, saya malah senyum-senyum sendiri.
Kalau mama marah besar pun, saya tetap diam, nggak marah balik. Bagi saya, marahnya mama yaa bagian dari mama.
Marahnya mama adalah simbol cinta, kasih sayang, peduli, perhatian, menjaga, merawat, takut anaknya kenapa-kenapa, supaya nggak luka, selamat dan sehat wal afiat.
Saya teringat jasanya mama kalau beliau lagi marah. Contoh, mama marah 2 jam ke saya, terus 22 jamnya mama nggak marah kan? Lalu 22 jam itu dipakai mama buat apa? Yaa dipakai untuk mikirin saya, mendoakan saya dan sebagainya.
Menurut saya, kurang tepat jika seorang anak melawan ke mama, selain dosa, marah ke mama itu bukti kalau anak tersebut nggak ngerti pengorbanan mama.
Jika diperingkatkan, langganan kena marah oleh mama itu ya saya, peringkat atas. Ranking kena marah sedang, adik saya. Kalau yang jarang dimarahi, kakak perempuan saya.
Ohh ada lagi, nggak pernah kena marah mama, siapa lagi kalau bukan suaminya, ayah saya. Haha maaf ya maa.
....
Saya memang selalu buat mama marah, waktu sekolah dasar, saya pernah dimarahi mama seminggu berturut-turut. Marah mama seminggu? Waaaw.
Ceritanya begini, dulu, lupa kelas berapa, saya pernah benturin kepala kawan kelas saya ke dinding. Kawan saya itu nangis, kepalanya berdarah plus benjol besar.
Setelah kejadian tersebut, saya akhirnya dipanggil kepala sekolah, kena marah pastinya. Saya masih untung, mama nggak ditelpon pihak sekolah, kalau mama dipanggil, nyawa saya bisa terancam.
Bel pulang pun berbunyi, saya dan kawan saya yang teraniaya tadi sama-sama pulang.
Ini petakanya. Saya lagi jalan kaki menuju rumah, kira-kira 15 menit lagi sampai lorong. Tiba-tiba, ada motor yang mendekat, motor tersebut dinaiki sepasang suami istri dan anak sekolah dasar.
Sudah tertebak bukan? Anaknya ialah teman saya disekolah sebelumnya. Saya terkejut, bapaknya ternyata tentara, ibunya, ya ampun, kejamnya seperti nenek lampir. Teman saya itu rupanya ngadu ke orang tua. Hadeeh.
Disana, saya ditampol oleh bapaknya, wajah saya dipukul, kepala saya dibenturkan ke dinding rumah orang, badan saya ditendang hadirin sekalian, gigi saya patah, bibir saya berdarah dan kening saya benjol.
Waktu itu, yang saya pikirkan hanya mama, mama dan mama. Nggak ada yang lain.
Penyiksaan pun selesai, mereka pergi menggunakan motornya melewati saya, dan teman kelas saya ini, tersenyum lebar.
Saya? Tergeletak di pinggir jalan, baju sekolah saya robek, topi saya masuk selokan, ehh saya nggak kuat berdiri. Saya istirahat sebentar, nangis? Ya iyalah nangis, tapi biasa aja nangisnya, tetap cool kok.
Saya lalu berdiri dan berjalan kerumah. Kebetulan mama lagi ngobrol dengan tetangga di depan lorong, lalu lihat saya dari jauh, mama lari kencang menuju saya.
"Ya Allah naaak, kenapa begini sayang? Siapa yang ngelakuin ini ke kamu? Kok bisa begini naaak? Ya Allaaaah anakku. Ya Allah, Ya Allah,".
Ketika sampai dirumah, saya ceritakan semuanya.
Awalnya mama tidak marah, tapi setelah kasus ini panjang, seperti, laporan penganiayaan ayah saya ke polisi, pencopotan gelar tentara ke bapak teman saya, ganti rugi mereka ke saya, dan ibunya masuk penjara. Barulah mama marah 7 hari 7 malam ke saya.
Di sekolah menengah atas juga begitu, mama pernah marah tiga hari ke saya.
Siang itu, rombongan saya kelas X.1 sedang ngumpul di depan kelas X.3. Saya dan teman-teman duduk di depan kelas mereka, sekedar nongkrong aja sihh, ehh lama kelamaan, cowok-cowok kelas X.3 malah songong.
Mereka ngata-ngatain kami, "Ehhhh dasar kepala gundul kalian, botak ya botak aja. Celana kok cingkrang semua. Haha,".
Tidak lama, saya, Fikri, Adit dan Figur berdiri. Figur bilang ke mereka, "Siapa tadi yang ngomong?," "Saya, kenapa?," jawab Wahab anak X.3.
"Bedeeebuuuuk," suara pukulan Fikri menghantam wajah Wahab, badan Wahab yang tinggi besar terhempas ke lantai kelas. Setelah itu huru hara antara kelas X.1 versus X.3 terjadi.
Berkat kejadian diatas, saya, Adit, Figur, Fikri serta Wahab dipanggil Ibu Betty (wakil kepada sekolah bidang kesiswaan). Wahab enak, dia keponakan Ibu Betty, pasti dilindungi.
Kami? Mau diberhentikan dari sekolah. Saya langsung ingat mama, "Alamaak, gimana kata mama kalau saya berhenti sekolah. Mama pasti marah besar ini,".
Hari itu juga, mama dipanggil Ibu Betty. Ibu Betty ngomong ke mama kalau anaknya habis nyiksa orang, "Bukkk mohon maaf, Ridho mau diberhentikan pihak sekolah. Dia habis nyiksa sesama kawannya di sekolah,".
Mama langsung natap saya, "Ridhoo, mama marah sekali sekarang! Pokoknya kamu tanggung jawab! Denger nggak!," "Iyaa maaa," jawab saya dengan muka melas.
Singkat cerita, saya dan teman-teman nggak jadi dikeluarin Ibu Betty. Yang saya dengar, pertimbangan saya nggak jadi diberhentikan karena semester awal rangking dikelas.
Kalau Fikri, Figur dan Adit saya nggak tahu, mereka anak orang kaya, jadi amanlah.
Setelah pulang kerumah, mama marah ke saya. Bukan marah sih, tapi naik pitam, amarahnya telah sampai keubun-ubun.
Besoknya, mama membisu, nggak ngasih uang jajan, motor disita dan gadget diambil. Wakwaaaaw.
....
Mama memang marah, tapi setelah marah mama sayang lagi, jadi malaikat kembali. Itulah hebatnya mama, marah yaa oke, sayangnya itulohh kebangetan.
Saya nggak habis pikir jika ada anak yang durhaka sama mamanya. Beberapa waktu lalu, seorang anak lelaki menendang kepala mamanya, gara-gara nggak dikasih uang jajan.
Pikiran lelaki itu dimana yaa. Kok tega juga mentega. Kejam. Badan anak ini sepertinya dipenuhi jin, genderewo juga api neraka.
Begini yaa, semarah-marahnya mama, dia itu nggak bakalan beneran marah. Yakin saja. Marahnya mama bukan karena mau marah, melainkan marahnya itu ya karena sayang.
Mana ada di dunia ini mama yang marahnya tiba-tiba, pasti ada alasan. Marahnya mama itu bernilai, bukan marah asal-asalan.
Baik terus ya maa. Marah boleh, tapi jangan lupa ngasih uang jajan maa. Hehe.
Muhammad Ridho
3 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H