Lama tak menghentak tuts-tuts elektrika, sungguh rindu untuk menyapa para pembaca yang dahaga. Akhirnya saya log-in ke akun kompasiana saya yang baru saja di validasi dan memiliki centang hijau, hehehe... (sok keren ya saya ini...?)
Berawal dari obrolan siang tadi di depan kampus dengan seorang junior, saya jadi hendak menulis beberapa artikel yang saling berhubungan. Dimulai dengan pembahasan mengenai Fallacy atau Kesesatan Berpikir.Â
BAB Fallacy adalah salah satu pembahasan yang ada dalam Ilmu FIlsafat, dimana para Filosof menyusunnya dengan sedemikian rupa memetakan kekeliruan-kekeliruan dalam pemikiran, pengambilan keputusan, sikap dan tanggapan manusia terhadaop sesuatu yang ada dalam kehidupannya.Â
Fallacy ini menjadi kunci bagi para pembelajar Filsafat untuk memahami cara berpikir manusia dan mendorongnya untuk menjadi generasi yang lebih baik, objektif dan tentunya berani untuk berbicara benar.
Tindakan seseorang diawali dengan bagaimana seseorang mengelola diri dan mengolah informasi yang didapatkannya dalam kehidupan. Sesuatu yang dikelola dan diolah dengan benar tentu akan menghasilkan (output) sikap, tindakan dan hasil yang benar pula.
Sebaliknya, ketika sesuatu itu dikelola dengan cara yang keliru, sembarangan dan cenderung arogan, maka apa yang dihasilkan adalah sebuah jalan kehancuran dan kebinasaan.
Hal inilah yang dimaksud oleh para Filsuf sebagai kesesatan berpikir yang menyebabkan orang-orang keliru dalam memahami dan menyikapi sesuatu.Â
Mungkin di berbagai media lain Fallacy sudah diterangkan dengan berbagai pandangan dan gaya, disini saya hendak menuliskannya dengan pemahaman dan pengalaman yang lebih mendasar agar dapat dipahami dengan mudah oleh semua kalangan manusia. (yang tidak paham juga berarti bukan manusia, hehehehe...)
1. Hawa Nafsu
Yang pertama adalah hawa nafsu. Menurut saya Hawa Nafsu berada diurutan paling pertama, karena manusia sebagai hewan berakal yang memiliki akal dimana salah satu bagian otaknya dikenal sebagai otak mamalia.
Otak mamalia ini menjadikan manusia sebuah makhluk yang sangat perasa dan mengedepankan emosional dari segala sesuatu. Tidak semua yang disebut emosional adalah Hawa Nafsu, namun sebagian besar emosional manusia akan mendorong manusia kepada hawa nafsu.