Upaya hukum internasional untuk menangani krisis Rohingya dimulai dengan serangkaian tindakan hukum yang kompleks dan berkelanjutan. Pada 11 November 2019, Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) menerima gugatan resmi dari Republik Gambia atas tuduhan genosida yang dilakukan Myanmar terhadap etnis Rohingya. Gugatan ini didasarkan pada Konvensi Pencegahan dan Penindakan Kejahatan Genosida tahun 1948;
Berdasarkan Pasal 41 Statuta Mahkamah Internasional, pada 23 Januari 2020, ICJ mengeluarkan putusan sementara yang memerintahkan Myanmar untuk mengambil semua tindakan yang mungkin untuk mencegah terjadinya tindakan genosida. Putusan ini mencakup larangan keras terhadap pembunuhan, perusakan fisik dan mental, serta pembatasan kondisi hidup yang bertujuan menghancurkan kelompok etnis Rohingya secara keseluruhan atau sebagian.
Meskipun berbagai upaya hukum internasional telah dilakukan untuk mengatasi krisis Rohingya, kenyataannya masih terlihat lemahnya implementasi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran berat yang terjadi. Meskipun ada mekanisme seperti Pengadilan Internasional (ICJ) dan laporan-laporan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB, hambatan politik dan diplomatik seringkali menghalangi proses keadilan yang efektif. Ketidakmampuan komunitas internasional untuk mengambil tindakan tegas dan konsisten menunjukkan keterbatasan dalam upaya hukum internasional untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat sistematis dan meluas.
Sampai saat ini, hasil akhir dari upaya hukum ini belum mencapai penyelesaian yang lengkap. Sangat sedikit ruang untuk pelaksanaan putusan ICJ yang meminta Myanmar untuk menghentikan genosida. Pemerintah Myanmar secara resmi menolak tuduhan dan tidak melakukan investigasi internal atau memberikan pertanggungjawaban hukum.Â
Opini Penulis
Pendapat yang dikemukakan oleh filsuf hukum Inggris, John Austin, memberikan perspektif yang relevan dalam memahami kelemahan hukum internasional ini. Austin berpendapat bahwa hukum internasional bukanlah hukum yang sesungguhnya karena tidak ada otoritas yang berdaulat yang memiliki kekuatan untuk memaksa kepatuhan negara-negara. Menurut Austin, hukum yang sah hanya dapat diterapkan oleh otoritas yang memiliki kekuasaan untuk memberikan perintah dan sanksi, seperti dalam hukum domestik. Dengan demikian, dalam konteks krisis Rohingya, peran hukum internasional sering kali terhalang oleh keterbatasan wewenang yang ada, sehingga tidak dapat menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapi oleh kelompok-kelompok yang terpinggirkan, seperti Rohingya.
Melalui Kasus ini kita melihat bahwa, hukum internasional tidak dapat menyelesaikan persoalan hukum yang meskipun telah diatur dalam perjanjian internasional, seperti Konvensi Genosida dan pengadilan internasional seperti ICJ. Faktor politik, kekuatan negara besar, dan ketidak mampuan untuk membuat keputusan yang memaksa sering menghalangi proses tersebut. Ini menunjukkan bahwa, meskipun ada dasar yang kuat, hukum internasional seringkali tidak dijalankan dengan benar.
Hukum internasional menunjukkan kelemahan yang signifikan dalam memberikan solusi yang efektif terhadap krisis global, hukum internasional tidak dapat memberikan keputusan yang bersifat mengikat dan memaksa. Tanpa adanya otoritas yang memiliki kekuasaan untuk menegakkan keputusan secara tegas, negara-negara sering kali dapat mengabaikan atau menghindari kewajiban internasional mereka. Hal ini menggarisbawahi betapa lemahnya hukum internasional dalam menangani persoalan-persoalan besar yang membutuhkan tindakan yang cepat dan efektif untuk melindungi hak asasi manusia.
Simpulan
Kesimpulannya, meskipun tanggung jawab global telah dilakukan untuk mengatasi krisis Rohingya, seperti bantuan kemanusiaan dan proses hukum internasional, hasil yang dicapai tidak memberikan titik terang. Karena hukum internasional tidak dapat memberikan kepastian hukum pada persoalan ini. Yang dengan tegas memberikan sanksi yang mengikat dan memaksa, pada para pihak yang terbukti melanggar perjanjian Internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H