Oleh sebabnya, ketersediaan fasilitas pendidikan yang mampu diakses oleh semua kalangan adalah hal yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan pendidikan inklusif yang berkeadilan. Biaya pendidikan yang tinggi dan fasilitas pendidikan yang belum merata adalah beberapa faktor dari sekian banyak faktor yang belum mendukung untuk terlaksananya pendidikan inklusif.
Masih banyak hal lain yang membuat konsep pendidikan inklusif belum benar-benar dirasakan oleh segenap masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, upaya untuk merealisasikan pendidikan inklusif perlu melibatkan banyak pihak. Baik itu pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan juga masyarakat sipil sebagai pihak yang merasakan dampaknya kebijakan.
Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang berkeadilan. Dengan komitmen bersama, pendidikan yang inklusif dapat menjadi sarana untuk mencapai kesetaraan dan keadilan sosial, di mana setiap peserta didik dapat memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Pemerintah dalam hal ini dapat menetapkan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif, termasuk regulasi yang menjamin hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi. Ini termasuk peraturan yang memfasilitasi akses ke sekolah bagi peserta didik tanpa memandang latar belakang apapun termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Selain itu, pemerintah harus memastikan alokasi anggaran yang memadai untuk mendukung program pendidikan inklusif. Ini termasuk pendanaan untuk sekolah inklusif seperti pembebasan biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu atau program-program lain yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan.
Peran dari masyarakat dalam hal ini, dapat berperan aktif dalam mendukung pendidikan inklusif, baik melalui keterlibatan dalam komite sekolah, advokasi kebijakan, atau partisipasi dalam kegiatan yang mendukung pendidikan bagi semua peserta didik.
Dan juga, keluarga dapat memainkan peran penting dalam mendukung anak-anak mereka, terutama yang memiliki kebutuhan khusus, agar dapat bersekolah dan belajar dengan baik. Keluarga juga perlu mendukung anak-anak mereka dalam membangun rasa percaya diri dan kemampuan sosial di lingkungan yang inklusif.
Di usia kemerdekaannya yang menginjak usia 79 tahun, pendidikan harus menjadi aset masa depan pembangunan bangsa. Di dalam indikator Visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan oleh Bappenas di tahun 2019, salah satunya ialah bagaimana mewujudkan pemerataan pendidikan yang dapat memberikan akses bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali sebagai upaya dalam meningkatkan daya saing SDM di era global ini.
Oleh karenanya, pendidikan bukan hanya dimaknai secara sederhana sebagai sarana dalam mencetak tenaga kerja yang produktif saja, namun pendidikan haruslah dimaknai sebagai usaha bangsa dalam menciptakan manusia-manusia Indonesia yang memiliki kesadaran dalam menciptakan sebuah perubahan positif bagi bangsa ini di masa yang akan datang.
Pendidikan memiliki kekuatan dahsyat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tatanan masyarakat yang maju dan sejahtera, karenanya menjadi hak bagi setiap warga negara untuk dapat menikmatinya. Pendidikan bukanlah milik sekelompok orang, tetapi miliki semua orang (Sholihin, 2015). Selain itu, pendidikan menurut seorang pemikir pendidikan kritis asal Brazil, Paulo Freire, pendidikan harus mampu membentuk kesadaran kritis terhadap realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat (conscientization).
Pada akhirnya, pendidikan inklusif adalah cita-cita dari bangsa Indonesia yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dari itu, penting bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi dan mengambil bagian dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang berkeadilan.