Mohon tunggu...
Riddho Pahlevi Wachid
Riddho Pahlevi Wachid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Personal Story Telling

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada DKI: Basuki dan Rekomendasi Megawati

15 Agustus 2016   12:37 Diperbarui: 15 Agustus 2016   12:44 1638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basuki Tjahaja Purnama Sumber Gambar Hariannusantara.com

Menarik dinanti adalah rekomendasi akkhir dari PDi Perjuangan dalam menentukan kandidat Gubernur DKI pada akhir pendaftaran nanti. Meski sudah menggalang silaturahmi bertajuk Koalisi Kekeluargaan Partai Politik yang ada terkesan maaf 'penakut' dan berhati - hati dengan alasan dinamis namun tidak mempertimbangkan aspek psikologis klinis yang bisa membuat masyarakat sakit lantaran gaya 'jadul" berpolitik politisi membuatnya terjungkal.

Masyarakat sudah muak dengan tingkah abnormal yang ditunjukan oleh kader partai politik yang berakrobat kanan kiri untuk kembali menyajikan drama politik yang ternyata serial dramanya bukanlah serial drama seru yang mengalahkan keberadaan drama india yang semakin membumi diputar di instansi - instansi atau dirumah tangga menghiasi istirahat siang.

Pilkada DKI bukan saja pertarungan gengsi namun percepatan pembangunan infrastruktur politik pada 2019 nanti seakan di fondasi Politik dimulai dari Provinsi ini. Gerakan ASBAK (Asal Bukan Ahok) menjadi gerakan maya dan juga nyata yang digerakan oleh beberapa orang untuk menentang pencalonan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjadi Bakal Calon Gubernur DKI pada 2017 nanti.

Dalam Politik, hal baru menjadi sangat dinamis dan bisa menjadi pengetahuan baru dalam beberapa literatur yang sengaja dikaitkan dengan Pencalonan Kepala daerah bahkan Pencalonan Presiden, mari kita bicarakan Pilkada DKI dengan berbagai asumsi - asumsi yang memungkinkan menjawab kemana larinya Rekomendasi dari Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati.

1. Drama Koalisi Kekeluargaan vs Koalisi Lari Pagi

2. Tri Rismaharini target Bargaining Politik Media 

3. Partai Tanpa Kader !!

4. Ahok dan Teman Ahok yang prematur

5. Menebak Rekomendasi Megawati

Mari kita bahas pertama - tama dari drama yang paling banyak menyita pemberitaan media beberapa hari ini.

1. Drama Koalisi Kekeluargaan vs Koalisi Lari Pagi

A. Koalisi Kekeluargaan jelas, dibentuk oleh 7 Partai Politik yang belum bersikap terkait siapa yang akan diusulkan, pertemuan poltik yang diinisiatori oleh DPD ini hanya sebatas dukungan kritireria, namun tidak ada calon lalu siapkah mereka bubar ketika nama yang dimunculkan tidak sesuai dengan kehendak dari salah satu Partai Politik ?

a. Demokrat : Kandidat, Budi Waseso (Kepala BNN), Nachrowi Ramli, Roy Suryo 

b. PKB : Kandidat, Saefullah (Sekda Prov DKI Jakarta) 

c. PAN : Suyoto (Bupati Bojonegoro)

d. PKS : Tri Rismaharini (Walikota Surabaya, Kader PDI P), Hidayat Nur Wahid (Anggota DPR, Pernah Calon di Pilgub DKI 2012) 

e. GERINDRA : Sandiaga Uno (Partai Gerinda, 15 Kursi)

f. PPP : Yusril Izha Mahendra, Hasnaeni Moein "Wanita Emas", dan Yusuf Mansyur.

g. PDI Perjuangan : Menunggu Rekomendasi Megawati (?)

Saling tunggu diantara ke 7 Partai yang ada  bisa membuat masyarakat melihat runtang - runtung tokoh partai ini membuat demokrasi menjadi sakit lantaran keinginan besar mereka bukan memberikan yang terbaik bagi rakyat bisa menjadi ketidak pastian lantaran media yang sudah mempackage berita dengan berbagai macam sudut pandang membuat bosan pemilihan Pilkada DKI jakarta pada 2017 mendatang.

Kemungkinan besar Koalisi ini akan pecah sehingga akan muncul 2 kandidat saja yang akan dicalonkan oleh sisa partai Non PDI Perjuangan yang bergabung lantaran suara mereka tidak cukup untuk mengusung kader sendiri.

B. Koalisi Lari Pagi

Menarik mengapa mereka saya berinama Koalisi Lari Pagi?, start mereka lebih awal dari Koalisi Kekeluargaan meskipun terakhir dominasi GOLKAR seakan membubarkan Nasdem dan Hanura yang menjadi pelopor untuk dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama. Golkar berperan penting untuk menarik dukungan Independen ke Partai Politik, resiko besar ada ditangan Ahok namun Ahok bukan orang bodoh tapi ada maksud lain dibalik semua itu.

Ahok menyadari Bahwa dirinya menjadi salah satu komoditas Politik pada 2019 nanti maka dengan masuknya Golkar, Dominasi NASDEM dan HANURA dalam 'pengakuan' mereka akan diuji oleh kerja kader mereka sendiri untuk berupaya memenangkan hati masyarakat. Ahok menyadari usai mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi di Rapimnas Partai Gokar Kemarin, Golkar akan segera bermanuver mendukung dirinya sebagai pengakuan bahwa sauara Golkar adalah Suara Rakyat memang benar adanya, namun tidak semudah kelihatannya.

Maju lewat Parpol dan Memberi ruang bagi PDI Perjuangan menjadi target Ahok agar tidak ada dominasi Over Lapping dari Partai Tertentu untuk mengakomodasi kepentingan Partai tertentu.

Koalisi Lari Pagi ini termasuk koalisi konsisten yang terus bekerja dan menahan gempuran dari komunitas ASBAK, baik dari Ormas atau dari Partai Tertentu. Sampai dengan Akhirnya nanti bagaimana mereka benar - benar memberikan rekomendasi dan mencalonkan Ahok Sebagai Gubernur DKI pada september mendatang.

2. Tri Rismaharini Bargaining Politik Media

Nama Tri Rismaharini menjadi magnet tersendiri bagi Partai Poltik yang ingin membenturkan PDI Perjuangan dengan Basuki Tjahja Purnama pada pilkada 2017 nanti, Risma yang banyak diam tiba - tiba marah dan secara mengejutkan Risma memberikan komentar terkait cuplikan pernyataan Ahok yang disodorkan media kepada mereka. 

Publik bisa jadi terpancing dengan cara Risma memberikan pernyataan dan menyatakan bahwa dirinya merasa marah jika surabaya direndahkan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Namun beberapa orang sudah menyadari bahwa Risma terlalu banyak melakukan Akrobat Politik, Risma sudah tergoda untuk kali ke 2 berekspresi di ranah pubik.

A. Risma merasa pernah didzolimi dan tidak kuat ingin mundur sebagai Walikota Surabaya, hal ini dinyatakan Risma saat wawancara Mata Najwa, namun yang menjadi aneh adalah Risma malah maju menjadi Walikota Surabaya padahal dari Independen saja kemungkinan Risma menang besar sekali, apalagi Risma maju sebagai Walikota berpasangan dengan Orang yang dianggap selama ini berusaha menjungkalkan dirinya. Nama Risma sendiri awalnya bukan sosok yang dikenal namun berkat Bambang DH lah Risma berhasil menjadi Walikota Surabaya, kemudian usai maju ke 2 sebagai Walikota Surabaya melalui PDI Perjuangan dan memiliki KTA PDI Perjuangan Benarkah Risma tidak tertarik di DKI ?

B. Risma kurang belajar dari Ridwan Kamil 

Belajar dari Ridwan Kamil, ketika Risma tidak menginginkan menjadi Gubernur DKI Jakarta seharusnya memberikan jawaban pasti melalui Press Conference seperti yang dilakukan oleh Ridwan Kamil, cara Risma menyebutkan bahwa ia ingin menyampaikan pesan dan bertemu kepada Megawati jika ia tidak ingin maju menjadi Gubernur DKI jakarta semakin membuat citra PDI P Memburuk dengan asumsi bahwa Megawati tidak mendengarkan suara rakyat. Risma yang sadar bahwa dirinya adalah Petugas Partai memiliki kesempatan berkilah semuanya tergantung kepada Megawati sehingga ia tidak bisa menyatakan sebagai seorang yang meredeka seperti Ridwan Kamil bahkan seperti Ahok yang dianggap kacang lupa kulitnya.

3. Partai Tanpa Kader

Pilkada DKI Jakarta seharusnya menjadi hal mudah bagi Partai Politik untuk mengutus Kader Terbaik untuk melayani Masyarakat melalui pemilihan kepala daerah namun siapa yang mampu bertarung di DKI ?

a. PKS pernah tersungkur bersama dengan PAN saat pencalonan Hidayat - Didik J R (Ketua MPR - Mantan Anggota DPR RI)

b. GOLKAR - PPP : Golkar Pernah Tersungkur saat mencalonkan Alex Nordin dan Nono Sampono yang menawarkan Jargon 3 tahun bisa dianggap tidak rasional oleh masyarakat untuk mengatasi Banjir dan Macet.

c. Demokrat : Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli (Incumbent) PKB - HANURA menjadi Partai yang pada akhirnya memperoleh koalisi besar saat harus Head to Head dengan Jokowi - Basuki pada Pilkada 2012 lalu.

Sekarang, di Pilkada yang berbeda tidak ada pasangan Jokowi - Basuki untuk kembali bertarung lantaran saat ini Hanya tersisa Basuki (non Kader) untuk bertarung bersama dengan Calon yang diusulkan Partai Lain non 3 Partai Pendukung dan Pengusung bersama dengen Teman Ahok. Kemanakah Kader terbaik mereka ?

4. Ahok dan Teman Ahok yang Prematur

Uapaya Keras Teman Ahok untuk memberikan dukungan pada Pilkada DKI 2017 dengan mengusung pasangan Ahok - Heru sudah berhasil namun tidak selesasi lantaran tidak bisa mencalonkan keduanya lantaran Ahok tidak mendaftarkan diri sebagai kandidat Perseorangan. Kalkulasi Ahok untuk mengurungkan niatnya menjadi Bakal Calon Gubernur Independen ini menjadi sorotan dan dipermasalahkan namun, hal ini menjadi perhitungan cermat lantaran mau tidak mau upaya untuk menggagalkan dirinya maju nanti pasti terjadi sehingga untuk mengurangi kebencian politik berlarut kepada Teman Ahok, 

Ahok memberikan kebencian singkat dan memberikan pelajaran Politik jangka panjang bahwa Politik adalah bukan sekedar loby namun aksi untuk membuat mereka 'partai' mengerjakan keinginan masyarakat dan kepentingan masyarakat.

Bukan lagi upaya untuk memenuhi syarat dukungan verifikasi faktual yang sudah dibuktikan oleh aiman bahwa di Teman Ahok masih ditemukan celah bahwa bisa jadi dukungan tersebut dipalsukan oleh sang pengumpul data.

5. Menebak Rekomendasi Megawati

Hal paling penting dan paling ditunggu adalah Rekomendasi Megawati dalam penentuan siapa Cagub yang akan direkomendasikan Oleh PDI Perjuangan dalam Pilkada 2017 mendatang semuanya ada ditangan Ibu Megawati.

beberapa analisa menarik yang bisa dibaca melalui pemberitaan media adalah pertanyaan - pertanyaan Megawati hingga sejarah duet Ahok - Djarot.

a. Pertanyaan Megawati yang diliput Media

- Ahok ditanya Megawati : Kamu dengan Djarot tidak ada Masalah Kan ?

Pertanyaan ini menjadi pertanyaan pribadi Ibu Megawati terhadap Ahok bagaimana ini menjadi kunci pemikiran dari Ahok untuk berpikir strategis menawarkan Opsi ! 

- Sejarah pemilihan Djarot

Pada saat Jokowi dilantik menjadi Presiden dan Ahok keluar dari Partai Gerindra, ini adalah kunci awal membuat peta politik baru pada Pilpres 2019 nanti, konsistensi partai diuji disini dengan Tag Line mendukung kepentingan masyarakat dan kepentingan kesejahteraan maka disitu pengamatan kita diuji. 

b. Siapa berhak untuk mengajukan Wakil untuk Ahok pada saat Ahok dilantik Gubernur Pada 2014 lalu ? 

PDI Perjuangan dan Gerindra sama - sama berhak untuk mengajukan Kandidat namun mengapa Ahok memilih Djarot ? bukan Boy Sadikin, Taufik Gerindra atau Sanusi bahkan Bambang DH yang namanya disebut sejak awal - awal ?

Djarot dianggap tidak akan berakrobat Politik dan Memiliki Track Record yang lebih mudah dicari dan Banyak Prestasi serta Bersih ! bukan berarti Boy Sadikin tak bersih, namun track recordnya memimpin daerah dan berhasil dianggap Ahok akan banyak membantu dalam menjalankan Pemerintahan di Provinsi DKI disisa periode.

Sekarang pertanyaannya kemanakah Rekomendasi Megawati untuk Pilkada 2017 nanti ?

Asumsi saya nama Ahok - Heru akan mendapatkan Rekomendasi dari ibu Megawati pada Pilkada 2017 nanti, Megawati tidak akan mengorbankan Heru sebagai Korban Politik pada 2017 mendatang, nama Heru yang miskin dari citra buruk dan tindakan tak baik akan mendapat bagian penting dalam proses dan Karie Politik baru sebagai kader PDI Perjuangan yang bisa menggantikan posisi kader - kader yang sudah membuat kontroversi dan menjatuhkan partai pada 2019 mendatang.

Selamat berasumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun