Pada Mei 2018, mega proyek Meikarta kembali mendapat kabar buruk. Kontraktor proyek tersebut, PT Total Bangun Persada Tbk, dikabarkan meminta subkontraktor untuk menghentikan sementara pengerjaan proyek tersebut. Ada 15 subkontraktor yang mengerjakan proyek ini antara lain PT Rajawali Karya Gemilang, CV Indah Jaya, CV Agung Putra, CV PutraMbarep, CV Surya Jaya Gemilang, PT Bumi Graha Perkasa, PT Satria Gesit Perkasa Dan PT Karya Logam, PT Jaya Abadi Alumindo Abadi, PT Lancar Jaya, PT Bumiraya Inti Pualam, PT COZI Cipta Kreasi, PT Cipta Graha, PT Multi Prima Wood, PT Gophas Graphic Utama.
Keluhan juga menyangkut kurangnya fasilitas yang dijanjikan dalam proyek Meikarta. Konsumen menantikan berbagai fasilitas modern dan lengkap, seperti area perbelanjaan, mal, taman, dan fasilitas rekreasi. Namun hingga saat ini, beberapa fasilitas tersebut belum sepenuhnya tersedia atau bahkan dibangun. Ketidaksesuaian antara apa yang dijanjikan dengan apa yang sebenarnya disampaikan oleh pengembang menjadi sumber kekecewaan konsumen. Mereka merasa bahwa investasi mereka tidak memberikan nilai dibandingkan dengan apa yang dijanjikan. Ketidakpastian keamanan kepemilikan juga menjadi isu yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Konsumen mengungkapkan keprihatinan tentang aspek hukum dan administrasi kepemilikan barang mereka. Ada ketidakpastian tentang status hukum, hak kepemilikan dan tindakan hukum yang harus dilakukan konsumen untuk melindungi hak-hak mereka. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang signifikan bagi konsumen karena investasi mereka di real estat Meikarta menjadi tidak stabil dan dipertanyakan.
Keluhan konsumen ini mencerminkan kegagalan manajemen proyek Meikarta. Pengembang harus memperhatikan dan menanggapi keluhan ini dengan serius untuk mengembalikan kepercayaan konsumen. Langkah-langkah yang diperlukan antara lain percepatan pembangunan, memastikan tersedianya fasilitas yang dijanjikan dan memberikan kepastian hukum bagi konsumen terkait kepemilikan. Selain itu, transparansi dan komunikasi yang baik antara pengembang proyek dan konsumen juga penting dalam menangani isu-isu yang muncul.
4. Kasus suap atas perizinan.
Pada Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan OTT di Kabupaten Bekasi terkait proyek Meikarta. Ada 10 orang yang dilindungi dalam OTT KPK. Wakil Presiden KPK Basaria Pandjaitan membenarkan adanya OTT terkait proyek Meikarta. Mereka yang ditangkap KPK antara lain Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin Kabupaten Bekasi, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Najor, Dewi Tisnawati (mendengarkan Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi) dan Neneng Rahmi (Kepala Dinas Pertanahan). Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
Pejabat Pemkab Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka diduga telah menghabiskan total Rp. 7 miliar dari donatur. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee tahap pertama sebesar Rp 13 miliar.Selain itu, KPK juga menangkap Direktur Operasi Grup Lippo, Billy Sindoro. Billy ditangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Proyek Meikarta. Dalam kasus Meikarta, ada dugaan korupsi terkait pelaksanaan proyek tersebut. Dugaan korupsi ini telah menimbulkan keprihatinan serius dan menarik perhatian publik dan lembaga penegak hukum. Terdapat bukti transaksi yang tidak transparan dan penyalahgunaan kekuasaan yang menunjukkan praktik-praktik yang merugikan integritas dan etika proyek, yang didefinisikan sebagai korupsi.
Dugaan korupsi proyek Meikarta menyangkut beberapa aspek. Pertama, ada indikasi bahwa proses perizinan awal proyek ini tidak legal. Muncul dugaan bahwa proyek Meikarta memperoleh izin awal tanpa melalui prosedur yang benar dan tidak mendapat rekomendasi resmi dari pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas izin dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan proyek. Selain itu, penundaan pembayaran yang signifikan telah dilaporkan dengan beberapa pemasok yang terlibat dalam proyek Meikarta. Pemasok ini berpendapat bahwa pengembang proyek belum memenuhi kewajiban pembayaran yang telah disepakati. Beberapa penjual telah mengajukan kebangkrutan sebagai langkah untuk mengamankan hak mereka. Proses kebangkrutan ini menambah kerumitan dan kontroversi seputar Meikarta, yang menunjukkan kemungkinan ketidakpatuhan terhadap aspek keuangan proyek tersebut.
Tuduhan korupsi dalam proyek Meikarta juga termasuk bukti penyalahgunaan kekuasaan dan transaksi tidak jelas. Ada dugaan bahwa beberapa pihak yang terkait dengan proyek tersebut, termasuk pejabat pemerintah dan pihak terkait, secara tidak sah telah memperoleh keuntungan pribadi dari proyek ini. Praktik-praktik ini termasuk menerima suap, merusak izin, dan menyalahgunakan dana proyek. Tuduhan korupsi seperti itu mempertanyakan etika dan integritas proyek Meikarta dan menunjukkan perlunya tindakan untuk memastikan tata kelola yang baik dan akuntabilitas dalam proyek semacam ini di masa depan.
Dugaan korupsi dalam proyek Meikarta berujung pada penyelidikan pihak berwenang, termasuk aparat penegak hukum. Investigasi ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan korupsi, mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dan menegakkan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Proses investigasi meliputi penyelidikan menyeluruh, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti yang diperlukan untuk membuktikan korupsi. Adanya dugaan korupsi dalam kasus Meikarta mengungkap tantangan yang dihadapi dalam mengelola proyek berskala besar dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Korupsi dapat merusak integritas proyek, merugikan kepentingan publik, dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu penting untuk memperkuat sistem pemantauan, memperkenalkan tata kelola yang baik dan melibatkan pihak independen untuk memastikan bahwa proyek skala besar dilakukan dengan integritas dan keadilan.
Dalam jangka panjang, kasus dugaan korupsi proyek Meikarta memberikan pelajaran penting bagi upaya pencegahan korupsi dan perbaikan manajemen proyek ke depan. Langkah-langkah yang lebih ketat diperlukan untuk menjaga transparansi, meningkatkan pengawasan, dan memastikan tersedianya mekanisme pengaduan yang efektif sehingga proyek berskala besar dapat dilaksanakan dengan integritas tinggi dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Selain itu, pemutakhiran regulasi dan perbaikan sistem manajemen proyek juga diperlukan untuk mencegah munculnya praktik-praktik korupsi yang merugikan kepentingan publik dan merusak kepercayaan publik.
5. Dicecer konsumen.