NAMA: Ridho Ariel Arfino
NIM: 43122010427
Tugas Besar 2 Etika dan Hukum Bisnis.
Pada kehidupan yang berjalan ini tidak familiar lagi kita dengan kasus yang menarik mata publik, baik dengan kasus ringan hingga yang berat. Sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan oleh sebuah aturan karen hakikatnya aturan adalah seabagai pengendali dalam melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut meliputi dalam bidang Perbankan, Perusahaan, Kemasyarakat, dan hidup dalam bernegara. Namun dengan adanya sebuah peraturan atau hukum dapat membuat kita menjadi lebih terarah dalam melaksanakan sesuatu di dunia ini. Dengan itu peraturan atau hukum masih layak maupun dibutuhkan dalam mengurus hiudp umat manusia, jika tanpa hukum yang terjadi adalah akan memunculkan disorganisasi dalam masyarakat sehingga munculnya penyimpangan dan berbagi masalah lainnya. Sama halnya dengan kasus program hunian "Meikarta" yang pernah membuat ramai jagat publik. Pada kesempatan ini saya akan membahas secara mendalam dengan acuan pendapat ahli dalam menganalisis masalah tersebut. Aplikasi pemikiran yang digunakan berdasarkan John Peter Bologna & Robert Klitgaard.
Meikarta merupakan proyek pengembangan kota baru yang diprakarsai oleh PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Indonesia. Proyek ini memiliki tujuan yang sangat ambisius yaitu menjadi pusat perdagangan, bisnis dan perumahan yang terintegrasi dengan infrastruktur modern, sehingga kasus ini mendapat perhatian publik. Proyek ini menemui banyak masalah sejak promosi dimulai pada pertengahan 2016. Megaproyek PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Meikarta kembali menjadi sorotan. DPR RI baru saja menginspeksi pengawasan langsung proyek tersebut pada Rabu (14/02/2023) karena adanya pengaduan dari konsumen. Visi inti Meikarta adalah menciptakan kota mandiri yang menawarkan berbagai fasilitas dan layanan lengkap kepada penghuninya. Proyek ini menawarkan konsep urban terpadu dimana penghuni dapat bekerja, berbelanja, bersosialisasi dan tinggal di satu lokasi yang mudah diakses. Proyek Meikarta dirancang sebagai pusat bisnis dan ekonomi yang menarik bagi investor dan pengusaha. Tujuannya adalah untuk menarik investasi di berbagai sektor, seperti real estate, perdagangan, perhotelan dan pendidikan. Meikarta diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru serta pertumbuhan ekonomi yang signifikan di dalam dan sekitar kawasan Bekasi.
Infrastruktur modern menjadi salah satu tujuan penting dalam pembangunan Meikarta. Proyek ini melibatkan pembangunan jalan yang lebar dan mulus dengan sistem transportasi yang baik. Terdapat juga berbagai sarana dan prasarana umum seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah dan sarana rekreasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, proyek Meikarta juga menggandeng pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan lembaga keuangan. Proyek ambisius ini bermasalah sejak dimulainya promosi iklan video pada tahun 2016. Mulai dari kasus korupsi, pengaduan kebangkrutan pemasok, pengaduan konsumen karena apartemen tak kunjung selesai, langsung diusut DPR. . Meikarta disebut memiliki 100 gedung pencakar langit dengan 35-46 lantai. Grup Lippo dengan bangga memperkenalkan Meikarta sebagai proyek dan portofolio terbesar dalam kiprahnya di industri ini. Saat itu, James Riady selaku CEO Lippo Group menargetkan percepatan pembangunan dalam waktu 3-5 tahun. Namun, proses pembangunan Meikarta tidak mulus dan akhirnya pembeli membuktikan bahwa mereka harus membeli apartemen. Belanja iklan juga menjadi sorotan pada awal mula kasus, nama Meikarta menarik perhatian ketika banyak berita tentang Meikarta muncul di media massa pada awal pengembangan proyek. Lembaga riset Nielsen pernah mengungkapkan bahwa belanja iklan Meikarta sepanjang tahun 2017 melebihi Rp 1,5 triliun. Ini didasarkan pada harga iklan saat ini, tidak termasuk diskon dan bonus.
Selama proses perizinan proyek Meikarta, muncul dugaan bahwa izin awal yang diperoleh untuk proyek ini dianggap ilegal. Ada dugaan praktik kolusi antara pengembang dan pihak terkait, seperti pejabat pemerintah, yang mempengaruhi proses perizinan. Tuduhan ini menunjukkan bahwa integritas proses perizinan yang seharusnya didasarkan pada pertimbangan objektif dan legal dipertaruhkan. Selain itu, proyek Meikarta juga dikritik karena melakukan perluasan tanpa anjuran resmi pemerintah. Perubahan atau perluasan proyek besar memerlukan persetujuan atau izin pemerintah yang sah. Jika proyek Meikarta diketahui melanggar aturan ini, hal itu menunjukkan kelalaian dalam pengelolaan dan pengawasan proyek.
Kontroversi perizinan atas proyek Meikarta menimbulkan pertanyaan yang lebih luas tentang integritas perizinan secara umum. Prosedur perijinan yang adil dan transparan berdasarkan pertimbangan teknis, lingkungan dan sosial merupakan aspek penting dalam mengelola proyek pembangunan berskala besar. Jika integritas izin dipertanyakan, hal ini dapat merusak kepercayaan terhadap proyek dan merugikan kepentingan publik.
1. Permasalahan Perizinan
Kasus perizinan Meikarta juga menggambarkan tantangan pengelolaan proyek berskala besar. Proyek seperti Meikarta melibatkan banyak pihak terkait, termasuk pengembang proyek, pemerintah, dan masyarakat. Tata kelola yang baik membutuhkan koordinasi yang baik, pengawasan yang ketat dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Tantangan ini menggarisbawahi pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan integritas saat mengelola proyek pembangunan yang kompleks.
Akhirnya pada Agustus 2017, Pemprov Jabar meminta pemberhentian proyek. Meikarta awalnya mengatakan proyek ini telah mendapatkan izin seluas 350 hektar, termasuk proyek Orange County. Kemudian izin diperpanjang menjadi 500 ha.
Namun proyek ini memiliki kendala lain dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pempprov). Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) kala itu, Deddy Mizwar, sempat meminta Lippo Group menghentikan sementara proyek tersebut pada Agustus 2017 karena belum mendapat rekomendasi dari pemerintah provinsi. Dimana provinsi Jawa Barat hanya merekomendasikan izin seluas 84,6 hektar untuk lahan proyek dari Meikarta. Perizinan yang jelas dan tata kelola yang baik merupakan prasyarat untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan proyek pembangunan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.
2. Adanya gugatan pailit.
Proyek Meikarta telah terlibat dalam proses litigasi dan kepailitan oleh beberapa pemasok yang terlibat dalam proyek tersebut. Proses pailit ini terjadi ketika mereka menghadapi tunggakan pembayaran yang signifikan dari PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), pengembang proyek Meikarta. PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang mega proyek Meikarta dan anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk, dinyatakan pailit oleh dua pemasoknya, yakni PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi.
Perkara pailit diajukan ke Pengadilan Niaga Pusat Jakarta pada tanggal 24 Mei 2018 dengan nomor 68/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst. Penjual ini mengklaim bahwa mereka belum menerima pembayaran untuk barang atau jasa yang mereka berikan di bawah proyek Meikarta. Penundaan pembayaran yang besar ini dianggap sebagai pelanggaran kontrak oleh pengembang. Mereka merasa dirugikan karena belum mendapatkan ganti rugi yang seharusnya diterima sesuai kesepakatan yang telah disepakati.
Proses kepailitan adalah tindakan hukum yang diambil oleh penjual ini untuk menagih klaim mereka dan mencari keadilan atas pembayaran yang belum dibayar. Tindakan ini juga mencerminkan kesulitan keuangan yang dialami para pedagang ini karena mereka belum menerima pembayaran yang seharusnya mereka terima. Keterlibatan Meikarta dalam proses kepailitan semakin memperumit proyek tersebut. Hal ini tidak hanya menimbulkan ketidakpastian bagi pemasok yang terkena dampak, tetapi juga dapat merusak reputasi proyek Meikarta secara keseluruhan. Proses kepailitan dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pihak lain yang terlibat dalam proyek dan dapat mempengaruhi kelancaran proyek.
Proses kebangkrutan pemasok Meikarta juga menunjukkan masalah dengan manajemen dan pengawasan proyek. Adalah penting bahwa pengembang proyek memiliki manajemen keuangan yang baik dan sistem pembayaran pemasok. Transparansi dalam hal ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dan kerja sama yang langgeng antara pengembang dan pemasok. Selain itu, pengawasan yang efektif juga diperlukan untuk memastikan bahwa pembayaran dilakukan sesuai dengan perjanjian kontrak. Selain berdampak langsung pada pemasok yang terlibat, kasus kepailitan ini juga memberikan pelajaran penting bagaimana mengelola proyek-proyek besar dengan transparansi dan integritas yang tinggi. Proyek seperti Meikarta membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pengembang, pemasok, dan pihak terkait lainnya untuk mencapai kesuksesan. Ketika masalah dan konflik keuangan muncul, mereka dapat mengganggu kemajuan proyek dan mengancam keberlanjutannya.
Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim untuk menetapkan sebanyak-banyaknya 6 orang wali dan wali dalam persidangan PKPU MSU. Direktur komunikasi Grup Lippo Danang Kemayan Jati mengakui kedua perusahaan tersebut merupakan pemasok ke Meikarta, meski membantah klaim yang dilontarkan keduanya. "MSU menolak gugatan dan rekening dua pemasok yakni perusahaan EO (event orginizer) PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi di Pengadilan Niaga Pusat Jakarta," katanya dalam siaran pers beberapa waktu lalu.
Sekali lagi, Lippo berhasil mengalahkan para penuduh. Pengadilan menolak kewajiban pembayaran utang (PKPU) pemasok mega proyek Meikarta. Penolakan tersebut terjadi karena tidak adanya akad antara kedua belah pihak yang mengakibatkan adanya hubungan hukum (debet dan kredit) antara kedua belah pihak.
3. Mangkrak dan mogok pengerjaan pembangunan.
Proyek Meikarta telah menimbulkan keluhan serius dari konsumen yang telah membeli apartemen atau properti di dalam kompleks tersebut. Keluhan ini terkait dengan progres konstruksi yang belum selesai, kurangnya fasilitas yang dijanjikan dan ketidakpastian keamanan kepemilikan. Keluhan ini mencerminkan kesulitan yang signifikan dalam pelaksanaan proyek Meikarta. Salah satu keluhan konsumen yang paling banyak adalah keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Mereka kecewa dengan lambatnya kemajuan proyek dan ketidakpastian tentang waktu penyelesaian yang sebenarnya. Konsumen yang telah menghabiskan banyak uang untuk membeli apartemen atau real estate harus segera menikmati tempat tinggal atau mengembangkan usahanya di Meikarta. Namun, penundaan yang terus berlangsung membuat konsumen merasa frustrasi dan tidak puas dengan situasi kondisi ini.
Pada Mei 2018, mega proyek Meikarta kembali mendapat kabar buruk. Kontraktor proyek tersebut, PT Total Bangun Persada Tbk, dikabarkan meminta subkontraktor untuk menghentikan sementara pengerjaan proyek tersebut. Ada 15 subkontraktor yang mengerjakan proyek ini antara lain PT Rajawali Karya Gemilang, CV Indah Jaya, CV Agung Putra, CV PutraMbarep, CV Surya Jaya Gemilang, PT Bumi Graha Perkasa, PT Satria Gesit Perkasa Dan PT Karya Logam, PT Jaya Abadi Alumindo Abadi, PT Lancar Jaya, PT Bumiraya Inti Pualam, PT COZI Cipta Kreasi, PT Cipta Graha, PT Multi Prima Wood, PT Gophas Graphic Utama.
Keluhan juga menyangkut kurangnya fasilitas yang dijanjikan dalam proyek Meikarta. Konsumen menantikan berbagai fasilitas modern dan lengkap, seperti area perbelanjaan, mal, taman, dan fasilitas rekreasi. Namun hingga saat ini, beberapa fasilitas tersebut belum sepenuhnya tersedia atau bahkan dibangun. Ketidaksesuaian antara apa yang dijanjikan dengan apa yang sebenarnya disampaikan oleh pengembang menjadi sumber kekecewaan konsumen. Mereka merasa bahwa investasi mereka tidak memberikan nilai dibandingkan dengan apa yang dijanjikan. Ketidakpastian keamanan kepemilikan juga menjadi isu yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Konsumen mengungkapkan keprihatinan tentang aspek hukum dan administrasi kepemilikan barang mereka. Ada ketidakpastian tentang status hukum, hak kepemilikan dan tindakan hukum yang harus dilakukan konsumen untuk melindungi hak-hak mereka. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang signifikan bagi konsumen karena investasi mereka di real estat Meikarta menjadi tidak stabil dan dipertanyakan.
Keluhan konsumen ini mencerminkan kegagalan manajemen proyek Meikarta. Pengembang harus memperhatikan dan menanggapi keluhan ini dengan serius untuk mengembalikan kepercayaan konsumen. Langkah-langkah yang diperlukan antara lain percepatan pembangunan, memastikan tersedianya fasilitas yang dijanjikan dan memberikan kepastian hukum bagi konsumen terkait kepemilikan. Selain itu, transparansi dan komunikasi yang baik antara pengembang proyek dan konsumen juga penting dalam menangani isu-isu yang muncul.
4. Kasus suap atas perizinan.
Pada Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan OTT di Kabupaten Bekasi terkait proyek Meikarta. Ada 10 orang yang dilindungi dalam OTT KPK. Wakil Presiden KPK Basaria Pandjaitan membenarkan adanya OTT terkait proyek Meikarta. Mereka yang ditangkap KPK antara lain Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin Kabupaten Bekasi, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Najor, Dewi Tisnawati (mendengarkan Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi) dan Neneng Rahmi (Kepala Dinas Pertanahan). Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
Pejabat Pemkab Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka diduga telah menghabiskan total Rp. 7 miliar dari donatur. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee tahap pertama sebesar Rp 13 miliar.Selain itu, KPK juga menangkap Direktur Operasi Grup Lippo, Billy Sindoro. Billy ditangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Proyek Meikarta. Dalam kasus Meikarta, ada dugaan korupsi terkait pelaksanaan proyek tersebut. Dugaan korupsi ini telah menimbulkan keprihatinan serius dan menarik perhatian publik dan lembaga penegak hukum. Terdapat bukti transaksi yang tidak transparan dan penyalahgunaan kekuasaan yang menunjukkan praktik-praktik yang merugikan integritas dan etika proyek, yang didefinisikan sebagai korupsi.
Dugaan korupsi proyek Meikarta menyangkut beberapa aspek. Pertama, ada indikasi bahwa proses perizinan awal proyek ini tidak legal. Muncul dugaan bahwa proyek Meikarta memperoleh izin awal tanpa melalui prosedur yang benar dan tidak mendapat rekomendasi resmi dari pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas izin dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan proyek. Selain itu, penundaan pembayaran yang signifikan telah dilaporkan dengan beberapa pemasok yang terlibat dalam proyek Meikarta. Pemasok ini berpendapat bahwa pengembang proyek belum memenuhi kewajiban pembayaran yang telah disepakati. Beberapa penjual telah mengajukan kebangkrutan sebagai langkah untuk mengamankan hak mereka. Proses kebangkrutan ini menambah kerumitan dan kontroversi seputar Meikarta, yang menunjukkan kemungkinan ketidakpatuhan terhadap aspek keuangan proyek tersebut.
Tuduhan korupsi dalam proyek Meikarta juga termasuk bukti penyalahgunaan kekuasaan dan transaksi tidak jelas. Ada dugaan bahwa beberapa pihak yang terkait dengan proyek tersebut, termasuk pejabat pemerintah dan pihak terkait, secara tidak sah telah memperoleh keuntungan pribadi dari proyek ini. Praktik-praktik ini termasuk menerima suap, merusak izin, dan menyalahgunakan dana proyek. Tuduhan korupsi seperti itu mempertanyakan etika dan integritas proyek Meikarta dan menunjukkan perlunya tindakan untuk memastikan tata kelola yang baik dan akuntabilitas dalam proyek semacam ini di masa depan.
Dugaan korupsi dalam proyek Meikarta berujung pada penyelidikan pihak berwenang, termasuk aparat penegak hukum. Investigasi ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan korupsi, mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dan menegakkan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Proses investigasi meliputi penyelidikan menyeluruh, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti yang diperlukan untuk membuktikan korupsi. Adanya dugaan korupsi dalam kasus Meikarta mengungkap tantangan yang dihadapi dalam mengelola proyek berskala besar dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Korupsi dapat merusak integritas proyek, merugikan kepentingan publik, dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu penting untuk memperkuat sistem pemantauan, memperkenalkan tata kelola yang baik dan melibatkan pihak independen untuk memastikan bahwa proyek skala besar dilakukan dengan integritas dan keadilan.
Dalam jangka panjang, kasus dugaan korupsi proyek Meikarta memberikan pelajaran penting bagi upaya pencegahan korupsi dan perbaikan manajemen proyek ke depan. Langkah-langkah yang lebih ketat diperlukan untuk menjaga transparansi, meningkatkan pengawasan, dan memastikan tersedianya mekanisme pengaduan yang efektif sehingga proyek berskala besar dapat dilaksanakan dengan integritas tinggi dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Selain itu, pemutakhiran regulasi dan perbaikan sistem manajemen proyek juga diperlukan untuk mencegah munculnya praktik-praktik korupsi yang merugikan kepentingan publik dan merusak kepercayaan publik.
5. Dicecer konsumen.
Anggota Perhimpunan Masyarakat Peduli Konsumen (PKPKM) Meikarta yang terdiri lebih dari 100 pembeli apartemen mengajukan pengaduan ke DPR pada Senin, 5 Desember 2022. Masing-masing anggota himpunan bertugas di DPR pada 23 Juni 2022 dan Presiden pada 27 Juni 2022.
Masyarakat ini menilai PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pemilik mega komplek Apartemen Meikarta terindikasi tidak beritikad baik membangun apartemen, mengembalikan uang pembeli atau membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen dalam sehubungan dengan pembelian/pemesanan apartemen Meikarta masing-masing. setiap konsumen/anggota Asosiasi Komunitas Peduli Konsumen Meikarta.
Ketua PKPKM Aep Mulyana menjelaskan, suratnya kepada DPR berisi permintaan/himbauan kepada wakil rakyat untuk membantu para korban Meikarta mendapatkan hak konsumennya yang selama ini terabaikan dan seolah-olah dimanfaatkan oleh PT MSU. Dia mengklaim, semua pembeli yang tergabung dalam Asosiasi Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, tidak ada yang mengalihkan apartemen di Meikarta.
6. Menggugat konsumen sebesar  Rp56 Miliar.
PT MSU mengajukan gugatan perdata terhadap 18 anggota PKPKM ke pengadilan, Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakarta Barat). Gugatan tersebut telah diajukan dengan proses no. 1194/Pdt.G/2022/PN Jkt.Brt dari 23Desember 2022.
Ketua PKPKM Aep Mulyana mengatakan pihaknya tidak mengerti kenapa dia bisa dituntut. Dia menduga hal itu karena tulisan "oligarki" pada spanduk saat PKPKM menggelar aksi unjuk rasa di gedung DPR beberapa waktu lalu. Namun diputuskan untuk menunda sidang pertama pada 24 Januari 2023 dua minggu hingga 7 Februari 2023. Penundaan itu karena alamat terdakwa yang disampaikan kuasa hukum MSU tidak lengkap. Dua pekan kemudian, MSU menyurati dewan juri yang diketuai Kamaludin, meminta sidang ditunda.
7. Disidak DPR.
Sementara itu, Meikarta tidak hadir dalam rapat Komisi VI DPR RI pada 26 Januari 2023. Hingga rapat kedua, Dirut LPCK Ketut Budi Wijaya dan Dirut PT MSU Indra Azwar hadir di hadapan pengurus, Senin. /2023). Pada saat yang sama, pihaknya juga hanya memesan 18.000 unit apartemen secara flat dibandingkan target 100.000 unit. Hanya sebagian kecil dari kuantitas yang dipesan telah dikirimkan ke konsumen.
Dikatakan, hingga 4.200 unit telah dikirim ke konsumen sejak PKPU 2020. Dikatakan PKPU 2020 menyatakan bahwa Meikarta harus mulai mengirimkan produk tersebut pada tahun 2027.
Keesokan harinya, hingga 21 anggota DPR RI meninjau langsung mega proyek Meikarta pada Selasa (14/2/2023) untuk pengaduan konsumen. Wakil Presiden DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rombongan mengungkapkan saat itu ada sekitar 130 konsumen yang menginginkan uangnya kembali karena pembangunan unit belum selesai. Sufmi mengatakan DPR telah membahas pengaduan tersebut dengan perwakilan Meikarta. Ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan uang mereka kembali melalui proses di dalam toko yang dioperasikan oleh Meikarta
Berikut penyebab proyek Meikarta sempat terkendala perizinan dan konflik dengan pemerintah daerah adalah terkait dengan proses perizinan yang kontroversial. Ada dugaan bahwa proyek tersebut memperoleh izin awal secara ilegal dan kemudian diperluas tanpa persetujuan pemerintah. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa tekanan politik, nepotisme atau pengaruh jahat pada proses perizinan dapat berperan dalam masalah ini. Selain itu, dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek Meikarta menjadi masalah besar. Dugaan suap ini mengandung indikasi transaksi yang tidak transparan dan penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan beberapa pihak. Faktor ekonomi, ketidakteraturan dalam sistem pengawasan dan kurangnya integritas dari beberapa subyek yang terlibat dalam proyek mungkin menjadi akar dari dugaan korupsi ini. Praktik korupsi yang merajalela dapat merusak kepercayaan publik dan menciptakan ketidakstabilan dalam pelaksanaan proyek berskala besar seperti Meikarta.
Alasan konsumen kecewa dengan lambatnya progres konstruksi di Meikarta mungkin juga karena sederet masalah perizinan yang merusak citra penjual untuk membangun sehingga banyak yang mandek dan terhenti. Ketidakmampuan untuk mengelola, merencanakan, dan mengkoordinasikan sumber daya dengan baik antara berbagai pihak yang terlibat dalam proyek dapat memperlambat kemajuan pembangunan. Selain itu, kesulitan keuangan atau kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada pemasok pemberi kontribusi proyek juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kemajuan pembangunan.
Dari kasus Meikarta dapat diketahui manfaat dari adanya hukum yaitu untuk menciptakan aturan di masyarakat sehingga nantinya terciptanya keadilan. Inti permasalahan yang dapat ditarik adalah praktik penyalahgunaan dana atau kuasa yang biasa disebut korupsi.
What
Pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan mendidik dirinya sendiri atau orang lain atau perusahaan yang akan merugikan keuangan negara atau perekonomian. negara dapat merugikan. Praktik korupsi yang terjadi di Indonesia hampir setiap hari diberitakan di media massa. Memang, praktik yang menyebabkan maraknya korupsi di Indonesia tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga institusi politik dan hukum.
John Peter Bologna, juga dikenal sebagai Jack Bologna, adalah seorang ekonom yang mempresentasikan Gone Theory dalam bukunya Fraud Auditing and Forensic Accounting: New Tools and Techniques (1993). John Peter Bologna memaparkan alasan pelaku melakukan kecurangan sehingga dapat dikatakan bahwa menggunakan teori GONE adalah benar. Tingkah laku seseorang dalam melakukan perbuatan curang ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam teori GONE ini terdapat beberapa unsur yaitu keserakahan, kesempatan, kebutuhan, keterpaparan. Teori tersebut digunakan untuk menjelaskan penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi. Teori GONE juga merupakan penyempurnaan dari teori Triangle Fraud:
1. Keserakahan (Greeds)
Keserakahan terkait dengan adanya perilaku serakah yang mungkin terjadi pada setiap orang (Bologna, 1993). Keserakahan (keserakahan) menuntut seseorang untuk memuaskan kebutuhannya secara berlebihan. Itulah keserakahan, yaitu keinginan untuk mendapatkan atau memiliki lebih dari yang dibutuhkan atau diinginkan, terutama jika menyangkut harta benda. Ini tentang keserakahan, keinginan yang tak terpuaskan dan ketidaksabaran akan kekayaan, kekuasaan atau kesenangan materi. Keserakahan sering dikaitkan dengan keinginan yang tidak terbatas dan kurangnya kepuasan dengan apa yang dimiliki seseorang. Keserakahan dapat memiliki konsekuensi negatif, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Individu yang terobsesi dengan keserakahan mungkin mengabaikan nilai-nilai moral, merugikan orang lain, atau mengorbankan hubungan dan kebahagiaan pribadi demi keuntungan materi. Secara sosial, keserakahan dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi yang besar, ketidakadilan sosial dan ketidakstabilan keuangan.
2. Kesempatan (Opportunity)
Di beberapa organisasi, instansi, dan komunitas/komunitas, mungkin ada peluang untuk melakukan kecurangan atau kecurangan. Hal ini bisa jadi karena dia sedang dalam posisi tertentu atau sedang dalam posisi tersebut dan ada juga kemungkinan untuk melakukan pelanggaran tersebut.
3. Kebutuhan (Needs)
Kebutuhan adalah faktor yang terkait dengan penipu individu. Bologna (1993) berpendapat bahwa kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku yang ada pada diri seseorang. Kebutuhan terjadi ketika seseorang merasa ada kekurangan atau ketidakpuasan pada hal-hal tertentu yang diperlukan untuk memenuhi hidupnya. Kebutuhan muncul sebagai tanggapan atas ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan kenginan.
Why
Dari beberapa pemikiran yang dituangkan oleh John Peter Bologna mengapa kasus ini memiliki sebab dan akibat yang ada. Karena permasalahan pada kasus Meikarta memiliki kesamaan permasalahan yang mencakup dari poin satu sampai 3. Keserakahan memiliki peran penting dalam memaksimalisasi keuntungan menurut John Peter, dalam kasus Proyek Meikarta PT. Mahkota Sentosa Utama (MSU). Pihak nya memaksimalkan keuntungan dengan cara yang salah dan berlebihan menantang hukum.
Dengan izin yang diakalkan untuk melebihi kapasitas yang dizinkan sudah terlihat Keserakahan (Greed) dalam memaksimalkan profit. Dengan begitu akan menimbulkan rasa selalu ingin menang sehingga menyuap para pejabat penting untuk memalsukan dokumen izin. Sudah jelas perbuatan tersebut sangat dilarang dalam negara Indonesia. Karena korupsi dapat membuat kerugian bagi negara, korupsi bagi masyrakat menimbulkan kesengsaraan karena tindakan serakah dari seorang yang ingin memonopoli ekonomi dengan cara yang tidak benar. Lalu terdapat Kesempatan (Opportunity) dalam praktik perizinan. Diketahui Proyek Meikarta juga bekerja sama dengan pejabat daerah kota Bekasi untuk pemulusan perizinan, namun mereka memanipulasi beberapa dokumen seperti perizinan. Mereka berpikir dengan Kesempatan yang ada memiliki relasi dengan Pejabat Pemerintah kota mereka dapat mengubah izin lahan yang tidak disetujui oleh Pemda.
What
Selain itu pemikiran lain yang muncul dari Robert Klitgaard, Robert Klitgaard adalah seorang ekonom dan ilmuwan politik Amerika yang dikenal atas kontribusinya dalam studi korupsi dan manajemen keuangan publik. Dia adalah profesor di Sekolah Pascasarjana Universitas Claremont dan telah menulis beberapa buku dan artikel ilmiah tentang korupsi, kebijakan publik, dan manajemen keuangan. Salah satu kontribusi Klitgaard yang paling terkenal adalah "Formula Klitgaard" atau "Formula Korupsi" yang disebutkan di atas. Formula ini memberikan kerangka kerja untuk memahami dan menganalisis korupsi dalam suatu sistem. Selain itu, Klitgaard juga dikenal dengan konsep "integritas struktural" yang menekankan pentingnya desain organisasi yang mengedepankan integritas dan mengurangi risiko korupsi. Klitgaard telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap antikorupsi dan manajemen keuangan publik, dan karyanya sering digunakan sebagai dasar pengembangan kebijakan dan praktik antikorupsi di banyak negara.
Korupsi atau biasa disebut Suap adalah perebutan kekuasaan oleh seseorang yang memegang jabatan atau posisi di pemerintahan, bisnis atau lembaga lain untuk keuntungan pribadi yang tidak sah. Tindakan korupsi termasuk menerima atau memberi suap, pemerasan, penolakan kontribusi publik, pilih kasih dan bentuk pelanggaran etika lainnya.
Korupsi dapat merugikan negara, masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Dalam konteks pemerintahan, korupsi menghambat pembangunan dan menghambat good governance, karena sumber daya publik yang seharusnya digunakan untuk memajukan kepentingan publik disalahgunakan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Dalam menganalisis permasalahan mengenai korupsi dari proyek meikarta memiliki hubungan sebab-akibat. Salah satunya menurut ahli ekonomi Robert E. Klitgaard.
Berlawanan dengan teori Bologna, Robert E. Klitgaard melihat adanya korupsi di sisi ketatanegaraan melalui model yang lebih klasik dan meluas sering dibahas oleh para ahli antikorupsi (Wijayanto, 2009). Klitgaard menjelaskan Korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari kewajiban jabatan seseorang pemerintah untuk keuntungan pribadi seperti status atau sedikit uang dan melanggar aturan organisasi. Dalam teorinya, Klitgaard merumuskan rumusan yang memuat faktor-faktor penyebab korupsi. Rumusnya adalah C=D + M -- A (teori CDMA), dengan penjelasan Corruption = Discreation + Monopoly - Accountability.Â
Arti dari rumus tersebut adalah bahwa korupsi dapat terjadi jika itu ada kebebasan otoritas untuk melakukan apapun. Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin, maka semakin besar wibawanya maka semakin besar pula serta potensi korupsi. Anda dapat mencoba menurunkan tarifnya itu adalah kebijaksanaan otoritas ini untuk menyelidiki deskripsi pekerjaan yang lebih rinci diikuti dengan proses pemantauan dan evaluasi yang menyeluruh tanggung jawab yang jelas atas kewenangan yang dijalankan (Wijayanto,2009). Melalui pengendalian intern yang baik, didukung dengan proses evaluasi oleh pemeriksa eksternal dan penyajian laporan keuangan lengkap selanjutnya dapat mengurangi kebijaksanaan otoritas, mengurangi kemungkinan tindakan yang diambil Korupsi juga menurun.
Why
Menurut teori Klitgaard, mengapa teori ini memiliki hubungan dengan tindak korupsi. Karena monopoli kepemimpinan atas kekuasaan (monopoly power) bersama dengan jumlah kekuasaan yang dimiliki (discreation of official) dan tanpa pengawasan yang memadai (kurang akuntabilitas) adalah kekuatan pendorong di balik korupsi. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi daerah menyebabkan praktik korupsi yang sebelumnya hanya dilakukan oleh pemerintah pusat (kekuasaan sekarang menjadi milik pemerintah pusat) menyebar ke daerah (karena otonomi daerah menurun). kekuasaan kepada pemimpin daerah). Hal ini sesuai dengan teori Klitgaard bahwa korupsi mengikuti kekuasaan.
Korupsi yang terjadi di hampir semua negara, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara-negara yang dianggap maju, merupakan masalah utama yang sangat merugikan yang berdampak besar pada pembangunan ekonomi dan stabilisasi politik. Korupsi adalah bisnis yang sulit dan sensitif karena mempengaruhi kepemimpinan, sistem dan budaya organisasi sebagai dinamika dan dorongan untuk melakukan tindak korupsi.
Dalam teori Klitgaard, korupsi dilihat sebagai hasil interaksi tiga faktor utama: kekuatan monopoli, diskresi, dan akuntabilitas. Berikut penjelasan bagaimana faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap korupsi dalam konteks teori Klitgaard:
1. Diskresi (Discreation) : Faktor diskresi mengacu pada tingkat kebebasan atau otonomi yang dinikmati individu atau karyawan dalam membuat keputusan atau menjalankan tugasnya. Diskresi yang tinggi meningkatkan risiko korupsi karena individu dapat menggunakan kebebasan ini untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka atau memanipulasi proses demi kepentingan mereka sendiri.
2. Kekuatan Monopoli (Monopoli) Konsep kekuatan monopoli mengacu pada pemusatan kekuatan atau kontrol yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu dalam suatu sistem. Semakin besar monopoli, semakin besar peluang penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir orang atau kelompok, mereka dapat menggunakannya untuk keuntungan pribadi dan melakukan korupsi.
3. Akuntabilitas/Transparansi (Accountability): Faktor akuntabilitas mencakup mekanisme dan proses dalam sistem untuk memastikan bahwa individu atau karyawan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka sendiri. Akuntabilitas yang kuat adalah penghalang korupsi, karena menyatakan bahwa pelaku akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya. Ketika sistem akuntabilitas lemah, risiko korupsi lebih tinggi karena tidak ada konsekuensi yang memadai bagi pelaku tindak korupsi.
- Penerapan teori Robert Klitgaard:
Teori Robert Klitgaard yang dikenal dengan "Formula Klitgaard" merupakan kerangka yang digunakan untuk menganalisis tingkat korupsi dalam suatu sistem atau negara. Teori ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk sektor publik, swasta dan sosial. Berikut adalah beberapa aplikasi dari teori Robert Klitgaard:
1. Analisis Tingkat Korupsi: Teori Klitgaard dapat digunakan untuk menganalisis tingkat korupsi dalam suatu sistem atau organisasi. Dengan menggunakan tiga elemen utama teori ini, yaitu oportunisme, ketergantungan dan kontrol, peneliti atau praktisi dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi dan mengidentifikasi area yang rentan terhadap korupsi.
2. Merancang sistem antikorupsi: Teori Klitgaard dapat digunakan sebagai pedoman untuk merancang sistem antikorupsi yang efektif. Dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan korupsi, organisasi atau pemerintah dapat mengidentifikasi kelemahan yang ada dalam sistem mereka dan mengembangkan tindakan pencegahan dan pencegahan yang tepat. Hal ini termasuk membangun mekanisme pengawasan yang kuat, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, dan meminimalkan peluang korupsi.
3. Evaluasi kebijakan dan program: Teori Klitgaard dapat digunakan dalam mengevaluasi kebijakan dan program yang ada bahkan yang sudah berjalan. Dengan menganalisis tingkat korupsi yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kebijakan atau program tertentu, organisasi atau pemerintah dapat mengidentifikasi potensi risiko korupsi dan mengambil langkah-langkah untuk memitigasi risiko tersebut. Hal ini membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program yang diterapkan.
4. Pendidikan dan pelatihan: Teori Klitgaard juga dapat diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman tentang korupsi dan cara pencegahannya. Dalam konteks ini, teori ini dapat digunakan untuk memberikan kerangka yang komprehensif untuk mendidik atau melatih peserta dalam memahami dinamika korupsi, mengenali tanda-tanda dan faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi, serta mengembangkan keterampilan dan strategi pencegahan korupsi.
Penerapan teori Robert Klitgaard dapat membantu organisasi, pemerintah dan masyarakat untuk memahami dan secara sistematis memerangi korupsi. Dengan pendekatan ini, kami berharap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat lebih efektif dan berkelanjutan.
How
Bagaimana perbedaan Teori John Peter Bologna dengan Teori Robert Klitgaard?
Perbedaan teori Klitgaard dengan teori Bologna dapat dilihat pada pendekatannya, pada fokus analisisnya dan pada aspek-aspek yang ditonjolkan. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara teori Klitgaard dan teori korupsi lainnya yaitu
Pendekatan: Teori Klitgaard menganalisis korupsi dengan pendekatan ekonomi dan manajerial. Pendekatan ini menekankan unsur-unsur seperti insentif, diskresi, dan akuntabilitas untuk praktik korupsi. Sementara itu, teori Bologna menjelaskan bahwa pendekatan korupsi terjadi pada pendekatan karakter atau sifat yang dimiliki orang, seperti pendapatan, kesempatan, keterpaparan dan kebutuhan.
Fokus analisis: Teori Klitgaard berfokus pada elemen kunci dalam pencegahan praktik korupsi, yaitu kekuasaan (monopoly power), diskresi, dan insentif. Teori ini menyatakan bahwa ketika ketiga elemen ini berinteraksi, praktik korupsi menjadi mungkin. Di sisi lain, teori korupsi menurut Bologna berfokus pada keserakahan seseorang untuk mendapatkan keuntungan di mana ada kebutuhan yang diinginkan orang, misalnya kekayaan. Hal ini juga didukung dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada untuk mengungkap hakikat manusia ini.
Hal-hal yang ditekankan: Teori Klitgaard menekankan pentingnya pengawasan, akuntabilitas, transparansi dan pemberian insentif yang tepat untuk mencegah korupsi. Fokusnya adalah pada peningkatan sistem kontrol dan mekanisme untuk mengurangi praktik korupsi. Teori Bologna dapat lebih menekankan peran institusi, regulasi atau perubahan sosial sebagai strategi melawan korupsi. Dengan demikian, adanya regulasi atau aturan yang berlaku dapat menciptakan kesadaran akan sifat keserakahan untuk melakukan praktik korupsi.
Penggunaan dalam kebijakan publik: Teori Klitgaard sering digunakan dalam konteks kebijakan publik untuk merancang strategi pencegahan korupsi. Pendekatan insentif, kebijaksanaan, dan akuntabilitas memberikan panduan praktis untuk perbaikan sistem dan tata kelola yang lebih baik. Beberapa teori korupsi lainnya mungkin lebih berfokus pada analisis akademik atau teoretis dan dengan demikian mungkin memiliki penerapan praktis yang terbatas dalam konteks dalam kebijakan publik.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa teori korupsi yang berbeda memiliki cara pandang dan penekanan yang berbeda dalam memahami fenomena korupsi. Setiap teori memiliki kontribusi dan kegunaannya masing-masing dalam analisis, pencegahan dan penindakan korupsi dan seringkali penggunaannya tergantung pada konteks dan tujuan analisis. Penting untuk dicatat bahwa faktor-faktor ini tidak berdiri sendiri dan seringkali merupakan interaksi dari beberapa faktor yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi di suatu perusahaan. Saat memerangi korupsi, penting untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan ketaatan pada hukum serta mengubah budaya yang mendukung integritas dan etika dalam pemerintahan dan masyarakat. Adapun yang telah dijelaskan sebelumnya tentang teori GONE John Bologna dan teori CDMA Robert Klitgaard yang menjadi faktor munculnya korupsi.
Teori CDMA (Robert Klitgaard) Korupsi terjadi akibat faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak disertai dengan akuntabilitas. dan Teori GONE (John Bologna atau Jack Bologna) Dalam Teori GONE terdapat beberapa unsur yaitu keserakahan, kesempatan, kebutuhan, keterpaparan. Dalam konteks ini, banyak kasus korupsi dapat disebabkan oleh kombinasi dari motivasi yang tinggi, peluang dan kurangnya kontrol yang memadai dalam suatu sistem. Untuk menekan tingkat korupsi, diperlukan upaya besar untuk mempengaruhi dan mengatasi ketiga faktor tersebut, dengan memperkuat integritas individu, meningkatkan transparansi, meningkatkan sistem pengawasan atau menegakkan hukum secara tegas terhadap pelaku korupsi.
Kombinasi dari pendekatan-pendekatan ini akan memungkinkan mereka yang terlibat di Meikarta untuk memperdalam pemahaman mereka tentang isu-isu yang muncul dalam proyek ini dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi isu-isu tersebut. Ini termasuk peningkatan manajemen proyek, peningkatan transparansi, penerapan mekanisme pengawasan yang kuat, dan fokus yang lebih besar pada kepuasan pelanggan dan keamanan properti.Â
Dengan demikian, menerapkan pemikiran Jack Bologna dan konsep Robert Klitgaard dapat memberikan panduan yang berharga dalam memahami dan mengatasi masalah seputar proyek Meikarta, termasuk perizinan yang kontroversial, tuduhan korupsi dan ketidakpuasan konsumen. Dengan menerapkan dua paham, pemangku kepentingan dalam proyek Meikarta dapat menggabungkan pengetahuan akademis, pengalaman praktis, dan pendekatan teoretis dari John Peter Bologna dan Robert E. Klitgaard untuk mengidentifikasi akar permasalahan, mengusulkan solusi yang efektif, dan membangun sistem tata kelola yang lebih baik untuk pengelolaan proyek pembangunan . seperti Meikarta.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada, penerapan konsep dualitas Bologna dan Klitgaard dapat menjadi pedoman yang berharga. Pemikiran ganda Bologna memungkinkan Anda menggabungkan pengetahuan teoretis dan pengalaman praktis dalam menganalisis proyek tata kelola, transparansi, akuntabilitas, dan perizinan yang kontroversial. Pendekatan ini memungkinkan untuk mengidentifikasi kekurangan dalam sistem perizinan dan pemantauan dan mengusulkan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan pengelolaan proyek yang lebih baik di masa depan. Namun dibalik kasus ini pihak Meikarta sudah melakukan pemenuhan kewajiban dengan penggantian rugi walau harus naik turun meja hijau dalam penyelesaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kuspriyono, T. (2018). Pengaruh Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Apartemen Meikarta. Cakrawala: Jurnal Humaniora Bina Sarana Informatika, 18(1), 59-66.
Siti Nursa'adah, Efendri (2022). Academic Fraud Dalam Perkuliahan Daring ditinjau dari Teori Fraud Gone.EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 3.
Isgiyata, Jaka, Indayani,. Eko B. (2018). Studi Tentang Teori Gone dan Pengaruhnya Terhadap Fraud Dengan Idealisme Pimpinan Sebagai Variabel Moderasi: Studi Pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintahan. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, Vol.5(1), 2018, pp 31-42
Chairil,A,. Din,Muhammad,. (2018). Government Auditor Report, Transparency and Corruption Perception Index: Evidence from Local Governments in an Emerging Market. Journal of Economic & Management Perspectives, 2018, Vol (2).
Robert Klitgaard, Ronald Maclean-Abroa, H. Lindsley Parris, (2000). Corrupt Cities: A Practical Guide to cure and Prevention. Institute For Contemporary Studies (ICS).
International Monetary Fund (1998). International Coorporation Against Corruption: By Robert Klitgaard, (2000).https://www.imf.org
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI