Investor
Medical Turism kita masih kalah start dengan India, Malaysia, Singapore, Thailand dan China. Mereka duluan berjalan. Akan tetapi bukan berarti kita tidak bisa memulai. Hanya saja, kita mungkin butuh bantuan investor.
Orang Indonesia ini sebetulnya di satu sisi kaya ide. Di sisi lain, miskin ide. Misalnya, sampah. Sesudah dibuang, masih dibongka-bongkar lagi, dicari mana yang masih bisa dimanfaatkan. Kelapa, dari pohon, buah, akar, daun, hingga lidi, semuanya dipakai. Demikain pula dengan singkong. Kita sangat kaya dengan ide memberdayakan.
Hanya saja dalam hal tententu kita terlalu saklek dan tidak mau membuat inovasi. Di antaranya pendirian RS. Dari dulu mengapa harus di kota? Kita juga berasumsi bahwa RS itu identik dengan biaya mahal. Padahal tidak demikian. Kalau kita lihat cara-cara pengobatan dan keperawatan ala India, sangat murah dan terjangkau rakyat kecil.
Untuk tahap awal, mungkin kita butuh investor, karena kita belum punya pilot project terkait Medical Tourism ini. Investor dibutuhkan sebagai pioneer, pemberi contoh. Ini penting, sekaligus digunaan sebagai pemantik. Agar yang lain bisa menyontoh. Namanya juga investor, bisa dari orang asing. Soalnya, orang kita kadang lebih suka 'iklan gambar asing' ketimbang diri sendiri.
Tantangan
Pemerintah pusat dan Pemda belum terlalu serius hingga saat ini terkait potensi wisata kesehatan ini. Sebagai contoh pengobatan dan perawatan tradisional tidak terdengar gemanya. Padahal, itulah milik kita. Seperti lulur, pijat refleksi, pijat bayi, akupuntur, serta aneka jamu tradisional. Itu bukan berarti pengobatan konvensional tidak dapat dukungan. Mereka tetap jalan.
Persepsi public yang lekat hingga kini adalah pengobatan dan perawatan modern itu mahal dan medical tourism itu lebih mahal. Ini yang harus disosialisasikan oleh aparat Pemerintah. Caranya bisa dengan membuat pilot project.Â
Misalnya menunjuk beberapa Puskesmas yang kinerjanya bagus sebagai pengelola Wisata Kesehatan. Dibantu oleh dinas Pariwisata dalam promosi iklannya. Tawarkan jenis layanannya sambil menikmati wisata alamnya.
Pada tahap awal, barangkali terasa berat, karena belum mendapat dukungan sepenuhnya mungkin bahkan dari professional kesehatan sendiri yag lebih suka suasana 'kota' dari pada 'pedesaan'.