Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jelang Pilkada, Siap Telan Pil Pahit Keserakahan Kepala Daerah

27 Juli 2020   17:30 Diperbarui: 28 Juli 2020   20:00 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pikiranrakyat.com

Jarum jam belum juga menunjukkan pukul sepuluh pagi saat bel depan pintu berdering. Bel rumah kami menggunakan yang biasa dipakai untuk Kalung Sapi. Bentuknya saja yang kecil. Tapi nyaring. Tidak perlu aliran listrik atau baterei. Sangat praktis. Meski dari jarak 15 meter, terdengar lumaya keras.

Saya lihat pak Satpam bersama seorang pengendara motor dengan segepok kertas ukuran separuh kertas HVS A4. "Dari KPU pak". Katanya, menjawab pertanyaan saya. "Untuk Pilkada nanti." Jelasnya. Saya pun ngeh. Mengerti maksudnya.

Menurut Kemendagri, Pilkada 2020 ini berlangsung serentak 2020 di 270 daerah. Anggarannya ditaksir mencapai Rp 15 triliun. " Kalau ditotal kurang lebih Rp 15 triliun seluruh Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar (Kompas. 7/2/2020). Bahtiar mengatakan, jumlah itu belum termasuk anggaran yang diperuntukan bagi pengamanan pelaksanaan pesta demorkasi lima tahunan tersebut.

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur berlangsung di sembilan provinsi (Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah). Pemilihan wali kota dan wakil wali kota akan dilaksanakan di 37 kota yang tersebar di 32 provinsi. Sedangkan pemilihan bupati dan wakil bupati, digelar di 224 kabupaten.

Petugas KPU di depan rumah tadi menyerahkan secarik kertas kecil sebagai tanda ikut pemilihan nanti. Sesaat, saya belum tentukan akan milih siapa. Namun seketika itu pula, fikiran saya melayang pada seorang tamu, yang berkunjung ke rumah kami kemarin. Saya coba mengkaitkan antaran Pilkada, Kepada Daerah dan Keserakahan pemimpin kita.

Gaji Kepala Daerah "Kecil"

Tamu kami kemarin, seorang kontraktor yang sudah puluhan tahun pontang-panting di dunia Real Estate Indonesia. Di sela-sela waktu, sambil ngobrol, saya mengajak sang tamu untuk melihat dari dekat kompeks perumahan kami di Singosari-Malang. 

Obrolan kami merambat, mulai dari siapa pengembangnya, luas tanah, jumlah dan type rumah, harga, hingga boleh tidaknya membuka usaha di dalam kompleks perumahan.

Makin lama, makin hangat dan makin panas isi diskusi kami. Yang paling 'panas' adalah ketika arah diskusi sampai pada berapa gaji pak Gubernur.

Tamu kami yang bergerak di bidang real estate ini mengaku pergaulanya nyampai ke Kantor Gubernur (tidak perlu saya sebutkan gubernur provinsi mana). Menurutnya, gaji seorang gubernur itu 'tidak besar'.

Benar memang, sesudah saya cek di Mbah Google. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan bagi Pejabat Negara Tertentu, gubernur mendapat gaji pokok Rp3 juta dan tunjangan jabatan Rp5,4 juta. Berarti, gajinya Rp 8.4 juta.

Hanya saja, Take Home Pay kepala daerah bukan Rp 8,4 juta per bulannya. Kepala daerah berhak mendapatkan biaya penunjang operasional (BPO) sebesar 0,13% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000. 

Misalnya, untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pada tahun 2017 besaran PAD DKI Jakarta tercatat sebesar Rp 4,1 triliun. Maka berdasarkan rumus PP Nomor 109 Tahun 2000, Gubernur DKI Jakarta mengantongi Rp 2,7 miliar dan wakilnya mengantongi Rp 1,8 miliar setiap bulannya.

Itu belum termasuk uang ini dan itu.

Di sektor real estate Kepala Daerah sangat pintar mainnya. Kalau saya jelaskan di sini, bisa panjang ceritanya. Yang saya tangkap satu contoh kepintarannya di Real Estate adalah terkait izin dan pembebasan tanah, khususnya tanah-tanah yang semula tidak boleh digunakan untuk perumahan di dalam maupun luar kota.

Jika izinnya sudah dikeluarkan dan diberikan ke Real Estate Agency, Kepala Daerah ini bisa 'berpesta pora'. Mereka minta jatah, dari ulang tahun anaknya, tanah, rumah, Rupiah dan mobil mewah.  

Jatah Tanah

Tamu saya ini pelaku langsung dan berhadapan dengan pak gubernur face to face masalah ini. Itu tanah yang diminta sebagai jatahnya, untuk pak gubernur dan wali kota, masing-masing minta jatah tiga kapling. Jadi, total enam kapling, hanya untuk kepala daerah. Belum lagi bawahanya. Dari Admin sampai kantor desa atau kelurahan.

"Memang sih kami (Pengusaha Real Estate, Red.) mendapat keuntungan" Begitu katanya. Tetapi kembali lagi bahwa yang dirugikan lagi-lagi rakyat. Pelanggan. Karena mereka yang bayar. Kata Pak Fulan ini (sebut saja demikian namanya), pak Gubernur dan pak Walikota ini saat Pilkada keluar dana besar guna mendanai kampanyenya. Kini, saatnya 'balas dendam', yakni bagaimana caranya dalam lima tahun ke depan bisa mengumpulkan balik dana yang sudah dikeluarkannya.

Rumah

Mau tau desain rumah pak gubernur atau pak wali kota? Mereka membuat desain sendiri. Gak tahu dari mana mereka dapat, tetapi sungguh 'gila'. Saya kasih contoh ya? Lantainya minta marmer. Sudah ada marmer, minta lagi dilapisi 3 dimensi bergerak. Meskipun diberi tahu bahwa ini sulit, pak gubernur ini ngotot, untuk dicoba. Kalau tidak bisa, suruh bongkar. Gila gak?

Demikian pula dinding. Pak gubernur atau pak wali minta dilapisi tembok 3 dimensi yang harga per meternya mencapai Rp 250.000. Itu duitnya siapa? Belum lagi kadang minta tambahan satu lantai lagi di atas. Padahal bangunan sudah jadi. Jangan kaget ya, sudah minta tambahan lantai, minta lagi diberi kolam renang. Apa gak serakah namanya?

Rupiah

"Kami tidak habis mikir, mereka menghamburkan duit miliaran Rupiah padahal bukan miliknya tanpa perasaan. Omongan baiknya itu hanya ada di media saja. Saya pernah diminta untuk nemui anaknya yang sedang Ulang Tahun, habis Rp 1 M dan duitnya dari kami." Jelas pak Fulan terkait keserakahan seorang kepala daerah kita.

Mobil Mewah

Sesudah rumah selesai dibangun-sekali lagi jangan kaget-rumah pak kepala daerah ini butuh waktu 3 tahun menyelesaikannya. "Inilah investasi mereka" Kata tamu saya. Mereka masih minta mobil. Ketika ditanya mobil apa yang diminta, pak kepala daerah ini nyuruh kita lihat koleksi mobil di rumahnya, jenis apa yang belum ada. Masak mau diberi Xenia?

Mau Pilih Siapa di Pilkada?

Saya menyukai film-film kolosal kepahlawanan. Selain bernilai sejarah, bisa jadi bahan inspirasi. Siapa tahu kelak bisa nyusul jadi orang besar kayak mereka. Sultan Abdul Hamid II di Turki misalnya. Kisahnya bikin geleng-geleng kepala. Perjalanan kesultanannya di Turki bisa ditonton di serial Televisi Payitaht Abdul Hamid II yang banyak beredar di pasar.

Sultan Abdul Hamid II merupakan salah satu sosok besar kelas dunia yang memberikan banyak inspirasi. Sultan yang memerintah sejak 31 Agustus 1876 hingga 27 April 1909 ini membawa angin perubahan pada negerinya, pada kekhalifahan Utsmaniyah. Jasanya tercatat dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan perbaikan infrastruktur.

Di bidang pendidikan agama Islam, berupa sekolah Islam atau pesantren. Di pesantren-pesantren Utsmaniyah, pendidikan agama Islam seperti tasawuf, pengamalan Alquran, dan Ilmu agama Islam lainnya berkembang menjadi sebuah kurikulum wajib.

Sementara itu, pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah jalur kereta api Hijaz yang membantu menghubungkan Utsmaniyah dengan wilayah Arab tepatnya untuk menghubungkan dua Kota Makkah dan Madinah. Keberadaan jalur kereta ini memudahkan jamaah haji. Sultan juga pembangunan rel kereta dari Istanbul ke Berlin. Sebelumnya, jarak Istanbul menuju Berlin membutuhkan waktu lima hari. Dengan jalur baru itu, jarak tempuh dipangkas menjadi tiga hari saja.

Di sektor agama, Sultan menjaga keberagaman di wilayah Utsmaniyah. "Di bawah Kekhilafahan kita, siapapun bebas beraktivitas  di masjid manapun, dan gereja terbesar pun ada bagi siapa saja," ucapnya ketika para mahasiswa menuntut kebebasan sebagaimana dikutip dari serial Televisi Turki tersebut.
Pembaca,

Tahun 2019 lalu, KPK mengamankan 7 kepala daerah yang terlibat korupsi. Sejak berdirinya, KPK sudah memproses 119 kasus korupsi kepala daerah (Kompas, 8 Oktober 2019).  Saya tidak berharap kepala daerah kita selevel Sultan Turki. Bagaimanapun saya percaya di tengah-tengah mental korup yang ada pada beberapa kepala daerah, masih ada Kepala Daerah yang baik, murni dan tulus demi kepentingan rakyat. Tapi kalau seperti di atas kualitas kepala daerah kita, bagaimana nasib bangsa ini ke depan?

Beratnya melawan korupsi di negeri ini, seberat Nabi Musa melawan Fir'aun, kata Dahnil Simanjutak, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Korupsi kepala daerah yang digawangi oleh bandit-bandit politik.

Jadi, mau pilih siapa di Pilkada mendatang?
 
Malang, 27 Juli 2020
Ridha Afzal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun