Tiga tahun sesudah balik ke kampungnya, dia tinggal di provinsi sebelah, sedaerah dengan istrinya. Orang mengenalnya sebagai sosok yang pernah kerja di luar negeri. Meski mereka tahu bahwa Winarto seorang perawat, mereka tidak tahu alasan Win tidak kerja sebagai perawat di Indonesia. Win merasa alih profesi ini ternyata tidak gampang.
Kali ini Winarto jualan kain, baju, celana dan pakaian anak-anak. Dia rela keliling dari satu desa ke desa lainnya untuk menjajakan pakaiannya. Hebatnya, Winarto tidak pernah 'malu' melakukannya. Bagi dia yang penting halal. Apapun dilakukan. Dia dengan sabar melakoni bisnis yang jarang atau mungkin tidak pernah dikerjakan oleh perawat eks luar negeri.
Untungnya, Winarto orangnya sedikit introvert. Menarik diri. Jadi tidak banyak punya jaringan yang membuat dirinya dikenal. Sayangnya dia tidak tahu. Bahkan satu dua teman yang dia kadang kontak, punya ratusan sahabat dan group media social. Kabar tentang Win meski tidak disebar kayak terbakarnya Bendera PDIP di Jakarta, teman-teman tidak sedikit yang merasa iba kepadanya. "Mengapa dulu dia keburu pulang?" Demikian pendapat teman-temannya yang masih betah di negeri orang.
Winarto merasa keliling kampung dan desa seperti yang dilakonyinya tidak mungkin bertahan lama. Orang-orang yang membeli kain dan aneka pakaian banyak yang lebih suka kredit daripada cash membayarnya. Winarto yang suka senyum, sejak saat itu berubah. Kalaupun senyum, lebih banyak terpaksa. Dia tidak mungkin menagih cicilan dengan senyuman.
Tidak ada jalan lain. Dengan sangat terpaksa, karena merasa hanya ini jalan keluar yang terbaik, Winarto akhirnya balik lagi ke Timur Tengah di negara yang berbeda. Usahanya untuk alih profesi dirasa menuai musibah. Walaupun dia belajar banyak kehidupan dari apa yang telah dilakoninya, dia sadar, bahwa tidak mudah menjalani bisnis dengan tanpa ilmu pegetahuan serta pengalaman.
Hingga kini, Winarto masih tinggal dan bekerja di sana. Kalau pun pulang, hanya untuk cuti dan sedikit liburan. Winarto tidak ingin mengulang kisah 'tragis' yang pernah menimpanya.Â
Alih profesi itu memang harus dibayar sangat mahal. Bukan saja dengan Rupiah, namun juga tenaga, pikiran serta menyita umur manusia. Win tidak ingin ini terjadi pada teman-temannya.
Malang, 27 June 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H