Malam ini kulihat sebuah ilustrasi mengejutkan. Tak sampai hati aku melihatnya. Di depan sana ada sepasang suami istri sedang bertengkar. Apa yang sebenarnya mereka debatkan. Miris, kenapa mereka harus berdebat didepan anak.
Kulihat tangisan seorang anak perempuan manis nan cantik, dengan rambut panjang terurai, berkulit putih. Ia bernama Melani berumur 3 tahun. Melihat wajah polosnya semakin membuat hatiku terkikis. Ia menangis dipojok depan rumah. Kupikir mereka berdua tak akan bertengkar larut malam begini.
Menyeruput coklat panas disuasana dingin seperti ini biasanya sangat menyenangkan. Tapi tidak dengan malam ini. Aku terus memperhatikan Melani, inginku berlari mendekap tubuhnya yang mungil dan membawanya pulang bersamaku. Tapi itu tak mungkin, aku tak mau dikatakan ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.
"Sayang, sudah larut malam ayo kita tidur" suara suamiku yang lembut tiba-tiba membuyarkan perhatianku.
"Eh iya sayang, tapi.." mataku melihat kearah Melani.
"Sudahlah, besok pagi saja kau kerumahnya sambil memberikan brownies keju kesukaannya. Pasti ia senang" pinta suamiku.
"Baiklah" ucapku sambil memegang tangannya dan menarik masuk rumah.
Aku tak bisa tidur. Fikiranku hanya terfokus kepada Melani. Aku tiba-tiba menangis. Suamiku Milzam, ia terbangun mengelus rambutku.
"Aku tak tega melihat anak itu terus menangis, sampai sekarang tangisannya masih terngiang ditelingaku" ucapku sambil memeluk Milzam.
"Aku mengerti kamu pasti sangat sedih. Tapi jangan sampai mengganggu waktu tidurmu. Kamu butuh istirahat. Sekarang menangislah agar hatimu lega dan sesudah itu tidur ya" sambil terus mengelus rambutku.
***