Mohon tunggu...
Ricky A Manik
Ricky A Manik Mohon Tunggu... Peneliti -

belajar untuk menjadi kuat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fantasi Pendukung Capres dan Cawapres

14 Januari 2019   08:12 Diperbarui: 14 Januari 2019   08:29 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya, bukan Jokowi, Prabowo atau Via Vallen yang dihasrati oleh para pendukung/penggemar, tetapi penanda-penanda identitas yang melekat pada diri Jokowi, Prabowo atau Via Vallen. 

Lalu, kita terlanjur berfantasi dengan penanda tersebut untuk kemudian kita identifikasikannya kepada diri kita. Persoalan yang bisa muncul dari identifikasi fantasmatik ini adalah siapkah kita bila terjadi peralihan penanda pada objek hasrat tersebut? Bahwa ternyata Jokowi sendiri adalah orang yang tidak toleran, suka berfoya-foya, dan bahkan diktator. 

Hanya dengan peralihan penanda-penanda sebagai identifikasi fantasmatik, kita seketika juga bereaksi: muntah, marah-marah, apatis, bahkan stres. Padahal peralihan identifikasi fantasmatik itu bisa saja hanya permainan penanda-wacana belaka.

Sama halnya disaat kita menghasrati objek hasrat Via Vallen dan disaat yang bersamaan ia mengatakan bahwa dirinya adalah waria, di situlah momen segala identifikasi fantasmatik terhadap Via Vallen rontok. Padahal Via Vallen sebagai objek tidak berubah. Hanya posisi simboliknya saja yang bergeser dan pemaknaan pun menjadi bergeser.

Di politik, pemaknaan atau posisi simbolik dari seorang politisi yang kita idolakan selalu memiliki kecenderungan mengalami pergeseran-pergeseran. Tidak ada yang tetap dan autentik. Kita pada akhirnya hanyalah menjadi permainan-permainan penanda/simbolik yang justru kita buat sendiri, yaitu identifikasi fantasmatik kita.

*tulisan ini pernah diuat di geotimes.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun