MAKNA PERJAMUAN KUDUS MENURUT JOHANES CALVIN DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
I. PENDAHULUAN
Salah satu unsur terpenting dari perayaan-perayaan Kristen adalah Sakramen Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus merupakan suatu ibadah Kristen yang penting yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri (1 Kor. 11:24-25; Mat. 26:26-27). Di dalam sejarah Gereja telah banyak diperdebatkan tentang Sakramen Perjamuan Kudus. Banyak persoalan yang timbul yang menjadi pertanyaan tentang Sakramen Perjamuan Kudus itu sendiri, seperti: bagaimana mengartikan perkataan Tuhan Yesus "Inilah tubuhKu" dan "Inilah darahKu", dengan cara bagaimanakah Kristus hadir, apakah Kristus hadir secara rill, juga Apakah roti dan anggur berubah atau tidak? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang sering muncul.
Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, maka manusiapun berusaha semakin jauh untuk menelusuri secara mendalam bagaimana sebenarnya Sakramen Perjamuan Kudus. Oleh karena itu timbullah berbagai ajaran dari berbagai aliran yang membahas secara mendalam bagaimanakah Perjamuan Kudus itu sebenarnya, apakah yang ada dalam (isi) Perjamuan Kudus tersebut. Salah satu dari aliran tersebut yaitu aliran Calvinisme.
Johanes Calvin lahir pada tanggal 10 Juli 1509 di Noyon-Prancis Utara. Dia adalah seorang Sarjana Hukum tetapi mulai tahun 1533 dia berminat pada ilmu teologi karena pada waktu itu dia merasa terpanggil untuk menjadi pelayan Allah. Sejak tahun 1524 ketika ia belajar ilmu hukum di Orleans Prancis, dia telah berjumpa dengan seorang pengikut Luther dan dia tertarik pada Reformasi Luther kemudian menjadi salah seorang pengikut Luther.[1] Calvin meninggal pada usia 54 tahun yaitu pada tanggal 27 Mei 1564. Istilah Calvinisme pertama kali dipakai oleh orang-orang Lutheran sebagai nama ejekan untuk orang-orang Reformed, juga dipakai kalangan Reformed sendiri untuk menyebut orang yang terlalu setia dengan ajaran Calvin.
Penyaji berharap melalui sajian ini, bahwa tidak mungkin menjelaskan semua seluk-beluk pertikaian mengenai Perjamuan Kudus di sajian ini. Hanya perlu diketahui beberapa garis-garis besar untuk mengerti pemahaman Calvin tentang Perjamuan Kudus.
II. TINJAUAN HISTORIS
2.1. Latar Belakang Munculnya Perjamuan Kudus
Ritus Perjamuan dalam tradisi Israel kuno dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dyb)[2]. Perjamuan itu mereka namakan Pesakh (Paskah) artinya "berlalu" atau "melewati". Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba. Dalam tradsisi PB, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor. 11:23 dyb, Mrk, 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Ketika Yesus mengambil roti memecahkannya serta memberikannya kepada murid-murid-Nya, sambil berkata: "Inilah tubuhku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" (1Kor. 11:24). Ia berkata; "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimateraikan oleh darah-Ku, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" (1 Kor. 11:25). Oleh karena itu Perjamuan Kudus menghadapkan kepada kematian Yesus dan kebangkitan-Nya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya[3]..
2.2. Pandangan Gereja Katolik terhadap Perjamuan Kudus
Menurut gereja Katolik roti dan angur telah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi) pada saat ditahbiskan (konsekrasi) dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus. Setiap Perjamuan Kudus dilakukan diyakini bahwa setiap kali Yesus mengorbankan ulang tubuh dan darah-Nya untuk keselamatan manusia berdosa. Pada konsili ke-4 di Lateran (1215), ajaran transsubstansiasi disahkan menjadi dogma gereja. Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274). Di konsili Terente (1545-1563) diteguhkan dan dikuatkan ajaran transsubstansiasi sebagai jawaban gereja Roma Katolik atas Reformasi[4].
2.3. Pandangan Zwingli
Zwingli memahami bahwa Perjamuan Kudus adalah sebagai tanda atau materi tentang pengorbanan Kristus yang menjadi keselamatan bagi manusia. Perkataan Yesus, "Inilah tubuhKu" menurut Zwingli hanyalah berarti: dengan ini dikiaskan tubuh-Ku. Zwingli tidak mengakui bahwa Kristuslah yang sungguh berfirman dan bertindak dalam berlangsungnya sakramen; ia menganggap sakramen hanya suatu perbuatan yang bersifat lambang, yang dilakukan oleh orang beriman. Dengan demikian fungsi Perjamuan Kudus adalah merupakan bukti bahwa seseorang telah menerima penghapusan dosa dan keselamatan[5].
2.4. Pandangan Marthin Luther
Ajaran Luther tentang Perjamuan Kudus dia sebut Kon-substansiasi (kon = sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan anggur itu sehingga ada 2 zat atau substansi yang sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu[6]. Gereja Lutheran memahami bahwa di dalam Perjamuan Kudus Kristus sungguh-sungguh hadir tanpa merubah substansi roti dan anggur namun Dia hadir ketika Perjamuan Kudus dilakukan. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima Perjamuan Kudus percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan melalui Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
2.5. Hubungan Pandangan Para Reformator Lainnya dengan Calvin
Sama seperti Zwingli (berbeda dengan Luther), Calvin menolak bahwa tubuh Kristus turun dari Sorga untuk memasuki roti dan anggur Perjamuan Kudus, apalagi untuk hadir dimana saja Perjamuan Kudus. Menurut Calvin, tubuh Kristus setelah naik ke Sorga, hadir di sebelah kanan Allah Bapa, sebagai jaminan kebangkitan tubuh manusia pada akhir zaman. Jadi untuk dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus, manusia harus diangkat ke Sorga. Namun manusia bukan berarti diangkat secara jasmaniah tetapi secara rohaniah karena hatinya diarahkan ke atas (sursum corda). Dengan kata lain ia menolak kehadiran jasmani dalam Perjamuan Kudus. Kristus sungguh-sungguh hadir pada waktu Perjamuan Kudus dirayakan, dengan cara yang cocok bagi Tuhan yang telah dimuliakan yaitu dalam Roh Kudus yang tidak terikat pada roti dan anggur. Dengan demikian Calvin menolak ajaran Gereja Roma Katolik tentang trans-substansiasi dan menolak ajaran Lutheran yaitu mengenai kon-substansiasi[7].
Pandangan Zwingli mengenai sakramen sebagai lambang melulu tidak diterima oleh Calvin. Bagi Calvin, perjamuan kudus adalah tanda tetapi bukan tanda kosong sebab tanda ini diberikan Allah melalui AnakNya supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Karena kelemahan manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan kepada firman yang diberitakan. Sebab persatuan dengan Kristus yang dikaruniakan kepada orang percaya ini hanya dapat dimengerti kalau diperlihatkan dalam upacara makan roti dan minum anggur.
III. TINJAUAN DOGMATIS
3.1. Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus
Menurut Calvin Sakramen adalah pemberian Allah dan bahwa pertama sekali Kristuslah yang bertindak dalam perayaan Perjamuan Kudus bukanlah manusia. Dalam Perjamuan itu Kristus sungguh-sungguh hadir dan benar-benar bertindak. Dia juga mengatakan bahwa Perjamuan Kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Kristus bersaksi bahwa Dialah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa untuk mencapai hidup kekal yang benar dan berbahagia. Tanda-tandanya ialah roti dan anggur yang mewakili bagi kita makanan yang tak kelihatan yang kita terima dari daging dan darah Kristus. Sama halnya roti dan anggur merupakan makanan jasmaniah begitu pula Kristus menjadi makanan bagi jiwa. Perjamuan Kudus menegaskan bahwa tubuh Tuhan Yesus pernah dikorbankan untuk manusia dan darah-Nya pernah ditumpahkan untuk manusia supaya menjadi makanan dan minuman bagi manusia untuk selama-lamanya.
Yesus mengatakan; "Ambillah, inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu" (Mat. 26:26; Mark. 14:22; Luk. 22:19; 1 Kor 11:24). Kita disuruh mengambil dan memakan tubuh yang satu kali dikorbankan demi keselamatan kita. Dengan demikian manusia mendapat bagian dari tubuh itu dan dapat dipastikan bahwa kekuatan dari kematianNya yang menghidupkan itu akan manjur dalam diri kita. Itulah sebanya cawan itu dinamakanNya perjanjian dalam darah-Nya. Sebab perjanjian yang pernah satu kali dikuatkan dengan darah-Nya, diperbaharui-Nya dan dilanjutkan-Nya melalui iman kita dan tiap kali darah kudus itu diberi-Nya untuk kita minum.[8]
Menurut Calvin, kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus tidak terikat pada unsur roti dan anggur. Kristus sungguh hadir pada perjamuan itu, kristus sendiri, Tuhan yang hidup. Tetapi sejak kenaikan-Nya ke Surga, tidak lagi kita mengenal Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16). Yang kini bertindak selaku Tuhan adalah Roh Kudus [9](2 Kor. 3:17). Dengan kata lain sesudah Pentakosta, kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya di dalam dan dengan perantaraan Roh Kudus (dengan tidak melupakan, bahwa Roh Kudus bersama-sama dengan Sang Bapa dan Anak) dan kehadiran-Nya itu kita alami "di dalam percaya". Di dalam percaya, kita yakin bahwa "isi" yang disampaikan kepada kita dalam "bentuk" tanda-tanda ini (roti dan anggur) adalah bahwa sungguh-sungguh kita ambil bagian dalam tubuh dan darah Kristus, artinya bahwa kita dijadikan satu dengan Dia di dalam kematian serta kebangkitan-Nya[10].
Kehadiran Kristus dalam perjamuan Kudus bukanlah secara jasmaniah atau bukan tubuh kristus yang jasmaniah itu yang dimakan. Dengan kata lain roti dan anggur tidak berubah menjadi darah dan tubuh Kristus, tetapi roti dan anggur tetap sebagaimana adanya. Jadi roti dan anggur hanya alat-materi untuk menyatakan kehadiran Kristus, dengan kehadiran Kristus maka manusia dan Allah bersekutu. Dengan demikian kehadiran kristus menurut Calvin sebagai polemik ajaran trasnsubstansiasi dan consubstansiasi. Ajaran Calvin tentang kehadiran Kristus disebut dengan istilah "Praesentia Realis" (kehadiran sungguh-sungguh). Dengan demikian Kristus tidak terikat pada transubstansiasi atau consubstansiasi. Kehadiran-Nya adalah suatu rahasia sehingga tidak dapat ditangkap dengan akal atau tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
3.2. Buah Sakramen Perjamuan Kudus
Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa dia tumbuh menjadi satu tubuh dengan Kristus. Dengan demikian segala sesuatu yang adalah kepunyaan Dia boleh kita namakan kepunyaan kita. Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa kehidupan kekal yang telah diwarisinya menjadi milik manusia dan bahwa Kerajaan Sorga yang telah dimasuki-Nya tak dapat luput dari manusia sebagaimana tak dapat luput dari Dia. Manusia boleh yakin juga bahwa manusia tidak dapat dihukum karena dosa-dosanya, manusia telah bebas oleh-Nya dari kesalahan yang merupakan akibat dari dosa-dosa sebab Dia menghendaki supaya dosa-dosa itu diperhitungkan kepada-Nya seakan-akan dosa-Nya sendiri. Dia telah membuat manusia menjadi anak-anak Allah bersama Dia, dengan turunnya Dia ke bumi Dia telah merintis jalan bagi manusia untuk naik ke Sorga, dengan menerima kelemahan manusia, kita dikokohkan-Nya dengan kekuatan-Nya[11].
Lebih jelasnya Perjamuan Kudus merupakan tempat Dia menawarkan diri-Nya kepada kita, bersama seluruh harta-Nya dan kita menerima Dia melalui iman. Dia menawarkan tubuh-Nya yang disalibkan itu kepada kita melalui Firman supaya kita mendapat bagian di dalamnya dan pemberian itu dimateraikanNya dengan rahasia Perjamuan Kudus.
3.3. Roti dan Anggur sebagai Makanan dan Minuman Rohani
Di dalam perayaan Perjamuan Kudus, Calvin menjelaskan bahwa harus diyakini dengan pasti semuanya itu benar-benar diperlihatkan kepada kita seakan-akan Kristus sendiri hadir dan dipertontonkan kepada mata kita serta diraba oleh tangan kita. "Ambillah, makanlah, minumlah, inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu, inilah darahKu yang ditumpahkan untuk pengampunan dosa" (Bnd. Mat. 26:26-28 dan 1Kor. 11:24). Dia memerintahkan supaya mengambil, diberitahukanNya bahwa itu adalah kepunyaan kita, dengan memerintahkan kita supaya makan ditunjukkanNya bahwa yang kita makan itu akan menjadi satu substansi dengan kita. Dengan menyatakan bahwa tubuh-Nya telah diserahkanNya bagi kita dan bahwa darahNya telah ditumpahkan bagi kita diajarkanNya bahwa tubuh dan darah itu lebih merupakan kepunyaan kita daripada kepunyaan Dia sebab tubuh dan darah itu telah ditanggalkanNya demi keselamatan manusia[12].
Tubuh dan darah Kristus digambarkan kepada kita dengan roti dan anggur supaya kita belajar bahwa tubuh dan darah itu menjadi kepunyaan kita bahkan diperuntukkan kepada kita sebagai makanan kehidupan rohani. Dengan demikian, bila roti diberikan kepada kita sebagai lambang tubuh Kristus maka segera harus kita pahami sebagaimana roti memupuk, memelihara dan menguatkan kehidupan kita, begitu pula tubuh Kristus merupakan satu-satunya makanan yang dapat mengasuh dan menghidupkan jiwa kita. Bila anggur dijadikan sebagai lambang darah-Nya maka harus diingat apa gunanya anggur itu bagi badan kita supaya dapat kita pikirkan bahwa kegunaan yang sama itu diberikan pula kepada kita secara rohani oleh darah Kristus yaitu mengasuh, menyegarkan, menguatkan dan menggembirakan.
IV. TINJAUAN ETIS
Perjamuan Kudus merupakan makanan yang tak habis-habisnya yang diberikan Kristus sebagai makanan rohani kepada keluarga besar orang-orang percaya yang merupakan milik-Nya. Dengan demikian sebaiknya Perjamuan Kudus dibagi-bagikan berulang kali supaya orang-orang yang telah diterima ke dalam gereja mengerti bahwa mereka senantiasa diberi makan oleh Kristus dan melalui perjamuan itu bersekutu dengan Allah. Gereja sebagai persekutuan orang-orang kudus (communio sanctorum) menunjukkan adanya partisipasi aktif di dalam setiap proses perkembangan dan pertumbuhan persekutuan. Gereja disebut sebagai persekutuan orang-orang kudus karena telah bersekutu dengan Yesus melalui Sakramen Perjamuan Kudus. Artinya setiap pribadi berpartisipasi aktif menerima dan membagi-bagikan "tubuh dan darah Kristus" yaitu penebusan, pengampunan dosa.
Semua orang yang ingin mengikuti Perjamuan Kudus haruslah lebih dahulu menerima pelajaran tentang pokok ajaran-ajaran Kristen dari dalam Firman Allah. Gereja harus menggunakan cara mengajar yang dianggap paling cocok untuk pembangunan jemaat. Supaya Perjamuan Kudus dapat terselenggara demi penghiburan maka setiap yang akan menerimanya perlu benar-benar menguji diri lebih dulu. Apakah dia layak atau tidak menerimanya. Bagi setiap orang yang menerima Perjamuan Kudus akan dipersatukan dengan Kristus yang sungguh kudus dengan demikian kitapun sama seperti Dia menjadi kudus oleh-Nya.
Namun kenyataannya kebanyakan dalam jemaat memiliki rasa segan untuk menerima Perjamuan Kudus[13]. Hal itu berkaitan dengan pemahaman bahwa roti dan anggur menjadi betul-betul tubuh dan darah Kristus. Oleh karena itu anggota-anggota gereja menjadi takut untuk menerima roti dan anggur tersebut. Bagi Calvin, sakramen-sakramen merupakan akomodasi (bantuan) yang penuh anugerah bagi kelemahan kita.[14] Allah, yang mengetahui kelemahan iman kita, menyesuaikan diri terhadap keterbatasan-keterbatasan kita. Oleh kerena itu tak ada yang perlu ditakuti dalam Perjamuan kudus sebab itu merupakan anugerah yang diberikan-Nya kepada kita. Namun sikap kita dituntut untuk selalu merendahkan diri dihadapan-Nya.
Dalam confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah : memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22). Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat/media saja.[15] Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia memperoleh keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup dalam damai antara yang satu dengan yang lain.
V. KESIMPULAN
- Perjamuan Kudus merupakan suatu ibadah Kristen yang penting yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam perjamuan Kudus itu, muncul berbagai kontroversi dari berbagai pihak karena perbedaan penafsiran dari ucapan Tuhan Yesus sendiri dalam Perjamuan Paskah yang dilakukan-Nya bersama dengan murid-muridNya.
- Dalam Perjanjian Lama Perjamuan dihubungkan dengan istilah Pesah yang artinya melewati. Perjamuan itu dilakukan sebagai ucapan syukur atas kelepasan mereka dari penghukuman Allah di Mesir. Dalam Perjanjian Baru Perjamuan Kudus itu diwarisi dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor 11:23 dyb; Mark 26:26; luk 22:14).
- Menurut Calvin, Perjamuan kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Yesus bersaksi bahwa Dialah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa, untuk mencapai hidup yang kekal. Melalui sakramen tersebut manusia diyakinkan bahwa dia satu di dalam Kristus, artinya oleh Kristus apa yang menjadi milik-Nya menjadi milik kita.
- Bagi Calvin, roti dan anggur tidak mengalami perubahan (transsubstansiasi) tetapi roti dan angur hanya sebagai alat-materi untuk menyatakan kehadiran Kristus dengan kehadiran Kristus manusia dipersekutukan dengan Dia. Kristus sungguh-sungguh hadir dalam Perjamuan itu (praesentia realis) tetapi tidak terikat pada roti dan anggur (consubstansiasi). Kehadiran-Nya suatu rahasia yang tidak dapat ditangkap oleh akal pikiran manusia dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
- Kristus sungguh hadir (praesentia realis) pada perjamuan itu, Kristus sendiri, Tuhan yang hidup. Tetapi sejak kenaikan-Nya ke Surga, tidak lagi kita smengenal Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16). Yang kini bertindak selaku Tuhan adalah Roh Kudus (2 Kor. 3:17). Dengan kata lain sesudah Pentakosta, kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya di dalam dan dengan perantaraan Roh Kudus (dengan tidak melupakan, bahwa Roh Kudus bersama-sama dengan Sang Bapa dan Anak) dan kehadiran-Nya itu kita alami "di dalam percaya".
[1] Tony Lane, Runtut Pijar (Sejaran pemikiran Kristiani), BPK-GM, Jakarta, 2001, hal 151
[2] Bnd/ J.L. ch. Abineno, Pemberitaan Firman pada Hari Khusus, BPK-GM, JAKARTA, 1981, hal 137-138
[3] G.C. van Niftrik-B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK-GM, Jakarta, 2001, hal 455
[4] G.C. van Niftrik-B.J.Boland, opcit hal 459
[5] ibid hal 463
[6] Berkhof-Enklaar, Sejarah Gereja, BPK-GM, Jakarta, 1993, hal.131-132
[7] Ursinus-Caspar, Katekismus Heidelberg (Pengajaran Agama Kristen), BPK-GM, Jakarta, hal 51
[8] Ursinus-Caspar, opcit hal 50
[9] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK-GM, Jakarta, 2001, hal 241
[10] G.C. van Niftrik-B.J. Boland, opcit hal 464
[11] Yohanes Calvin, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), BPK-GM, Jakarta, 2000, hal 299
[12] Ibid hal 300
[13] Bnd. Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme, BPK-GM, Jakarta, 1999, hal 215
[14] Alister E.McGrath, Sejarah pemikiran Reformasi, BPK-GM, Jakarta, 2002, hal 236
[15] HKBP, ConFessi HKBP, Pearaja, 1951, hal 43
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H