2.3. Pandangan Zwingli
Zwingli memahami bahwa Perjamuan Kudus adalah sebagai tanda atau materi tentang pengorbanan Kristus yang menjadi keselamatan bagi manusia. Perkataan Yesus, "Inilah tubuhKu" menurut Zwingli hanyalah berarti: dengan ini dikiaskan tubuh-Ku. Zwingli tidak mengakui bahwa Kristuslah yang sungguh berfirman dan bertindak dalam berlangsungnya sakramen; ia menganggap sakramen hanya suatu perbuatan yang bersifat lambang, yang dilakukan oleh orang beriman. Dengan demikian fungsi Perjamuan Kudus adalah merupakan bukti bahwa seseorang telah menerima penghapusan dosa dan keselamatan[5].
2.4. Pandangan Marthin Luther
Ajaran Luther tentang Perjamuan Kudus dia sebut Kon-substansiasi (kon = sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan anggur itu sehingga ada 2 zat atau substansi yang sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu[6]. Gereja Lutheran memahami bahwa di dalam Perjamuan Kudus Kristus sungguh-sungguh hadir tanpa merubah substansi roti dan anggur namun Dia hadir ketika Perjamuan Kudus dilakukan. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima Perjamuan Kudus percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan melalui Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
2.5. Hubungan Pandangan Para Reformator Lainnya dengan Calvin
Sama seperti Zwingli (berbeda dengan Luther), Calvin menolak bahwa tubuh Kristus turun dari Sorga untuk memasuki roti dan anggur Perjamuan Kudus, apalagi untuk hadir dimana saja Perjamuan Kudus. Menurut Calvin, tubuh Kristus setelah naik ke Sorga, hadir di sebelah kanan Allah Bapa, sebagai jaminan kebangkitan tubuh manusia pada akhir zaman. Jadi untuk dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus, manusia harus diangkat ke Sorga. Namun manusia bukan berarti diangkat secara jasmaniah tetapi secara rohaniah karena hatinya diarahkan ke atas (sursum corda). Dengan kata lain ia menolak kehadiran jasmani dalam Perjamuan Kudus. Kristus sungguh-sungguh hadir pada waktu Perjamuan Kudus dirayakan, dengan cara yang cocok bagi Tuhan yang telah dimuliakan yaitu dalam Roh Kudus yang tidak terikat pada roti dan anggur. Dengan demikian Calvin menolak ajaran Gereja Roma Katolik tentang trans-substansiasi dan menolak ajaran Lutheran yaitu mengenai kon-substansiasi[7].
Pandangan Zwingli mengenai sakramen sebagai lambang melulu tidak diterima oleh Calvin. Bagi Calvin, perjamuan kudus adalah tanda tetapi bukan tanda kosong sebab tanda ini diberikan Allah melalui AnakNya supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Karena kelemahan manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan kepada firman yang diberitakan. Sebab persatuan dengan Kristus yang dikaruniakan kepada orang percaya ini hanya dapat dimengerti kalau diperlihatkan dalam upacara makan roti dan minum anggur.
III. TINJAUAN DOGMATIS
3.1. Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus
Menurut Calvin Sakramen adalah pemberian Allah dan bahwa pertama sekali Kristuslah yang bertindak dalam perayaan Perjamuan Kudus bukanlah manusia. Dalam Perjamuan itu Kristus sungguh-sungguh hadir dan benar-benar bertindak. Dia juga mengatakan bahwa Perjamuan Kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Kristus bersaksi bahwa Dialah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa untuk mencapai hidup kekal yang benar dan berbahagia. Tanda-tandanya ialah roti dan anggur yang mewakili bagi kita makanan yang tak kelihatan yang kita terima dari daging dan darah Kristus. Sama halnya roti dan anggur merupakan makanan jasmaniah begitu pula Kristus menjadi makanan bagi jiwa. Perjamuan Kudus menegaskan bahwa tubuh Tuhan Yesus pernah dikorbankan untuk manusia dan darah-Nya pernah ditumpahkan untuk manusia supaya menjadi makanan dan minuman bagi manusia untuk selama-lamanya.
Yesus mengatakan; "Ambillah, inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu" (Mat. 26:26; Mark. 14:22; Luk. 22:19; 1 Kor 11:24). Kita disuruh mengambil dan memakan tubuh yang satu kali dikorbankan demi keselamatan kita. Dengan demikian manusia mendapat bagian dari tubuh itu dan dapat dipastikan bahwa kekuatan dari kematianNya yang menghidupkan itu akan manjur dalam diri kita. Itulah sebanya cawan itu dinamakanNya perjanjian dalam darah-Nya. Sebab perjanjian yang pernah satu kali dikuatkan dengan darah-Nya, diperbaharui-Nya dan dilanjutkan-Nya melalui iman kita dan tiap kali darah kudus itu diberi-Nya untuk kita minum.[8]