Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Wajah Tan Malaka yang Tersenyum di Surga

23 November 2020   06:00 Diperbarui: 23 November 2020   06:56 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat Wajah Tan Malaka yang Tersenyum di Surga

Tak banyak yang tahu siapa itu Tan Malaka. Nama, kisah dan perjuangannya tidak sefamiliar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan tokoh pejuang arus utama lainnya. 

Pada masa orde baru nama Tan Malaka betul-betul hilang dari tulisan sejarah karena satu alasan: dia komunis. Pernah, sebuah monolog bertajuk Tan Malaka: Saya Rusa Berbulu Merah juga pernah dilarang pentas oleh sebuah ormas beberapa tahun lalu. Padahal tahun 1963, Soekarno, yang sangat mengagumi Tan, memberi gelar pahlawan kepada sang Bapak Republik tersebut.

Tan Malaka lahir pada tahun 1897 sebagai Ibrahim di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Pada usia remaja, gelar Tan Malaka diberikan kepadanya sebagai penerus bangsawan Minang dalam keluarganya. Namun takdir rupanya membawa Tan pergi jauh dari tanah Minang.

Ia belajar di Belanda di sebuah sekolah guru selama enam tahun. Sepulangnya dari Belanda,cita-citanya hanya satu: mengubah nasib bangsa Indonesia. Tan bekerja sebagai guru bagi anak-anak para kuli perkebunan teh di Deli, Sumatera Utara. 

Di perkebunan teh inilah jiwa revolusionernya mulai memberontak. Ia melihat penderitaan orang-orang pribumi yang dijajah kolonial Belanda. Teori-teori sosialisme yang tersimpan dalam kepalanya segera terbentur dengan realitas kolonialisme dan imperialisme di tanahnya sendiri.

Pada tahun 1921, karena berselisih paham dengan pemerintah Belanda yang menganggapnya terlalu subversif, Tan akhirnya hengkang ke Semarang dan bergabung dengan Sarekat Islam. 

Di Jawa dia mulai aktif berorganisasi sambil mendirikan sekolah rakyat di Semarang dan Bandung. Tan adalah seorang pendidik yang visioner. Baginya, menjadi guru adalah pekerjaan paling suci dan mulia. 

Pendidikan bertujuan untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan dan memperhalus perasaan; inilah salah satu ungkapan Tan yang masih sering dikutip hingga kini.

Pada 13 Februari 1922, Tan ditangkap Belanda di Bandung karena gencar menyatukan gerakan komunis dan Islam dalam menghadapi kaum imperialis. Pada 1 Mei 1922, ia dibuang ke Belanda tanpa ada jaminan untuk bisa pulang lagi.

Di Belanda Tan disambut sebagai 'martir' kolonialisme oleh rekan-rekan seideologinya di sana. Ia juga menjadi anggota Partai Komunis Belanda dan menjadi calon anggota Parlemen Belanda dari Partai Komunis Belanda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun