Dalam menjaga kode etik jurnalistik, seorang jurnalis harus menjaga sikap netral serta tidak memihak suatu golongan. Kendati demikian. dalam menulis suatu berita seorang jurnalis bebas mengambil sudur pandang.Â
Namun, tetap harus memperhatikan keberimbangan suatu berita. Jika seorang jurnalis menulis berita tentang kritik kepada satu golongan, maka dia juga memiliki tanggung jawab untuk mengkritik golongan yang lain supaya berita yang dipublikasikan tidak dianggap berat sebelah.Â
Hal ini bertujuan untuk menjalankan fungsi jurnalistik mengedukasi masyarakat. Sehingga masyarakat dapat membandingkan secara baik tokoh politik atau golongan mana yang pantas mendapatkan simpati mereka.
Jika ditanya, apakah semua jurnalis dalam Lembaga komunikasi massa (pers) masih menjunjung tinggi kode etik jurnalistik?. Jawabannya, tidak semua. Sebagian dari mereka masih menjunjung kode etik jurnalistik, namun sebagian yang lain mengabaikan hal tersebut.Â
Oleh karena itu, masyarakat harus melek media. Masyarakat harus mampu membedakan mana pers yang memiliki kredibilitas dan abal-abal. Sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi berita yang  sesuai dengan kaidah jurnalistik.
Fenomena "amplop untuk jurnalis" atau dikenal juga sebagai "jurnalis bodrex" menjadi salah satu hal yang mencederai profesi seorang jurnalis. Fenomena ini tidak baru saja terjadi, melainkan sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Jurnalis bodrex ini merupakan orang yang mengaku sebagai jurnalis dari pers abal -- abal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.Â
Jurnalis bodrex ini memang sengaja memburu amplop. Jika mereka mengetahui sesuatu tentang hal negatif seseorang, mereka akan menghubungi orang tersebut. Biasanya orang yang dihubungi akan merasa terancam dengan pemberitaan negatif atas dirinya, sehingga mau tidak mau orang tersebut memberi amplop kepada jurnalis bodrex tersebut untuk tidak menulis berita negatif tentang dirinya.Â
Jurnalis bodrex atau jurnalis abal -- abal ini, selain meresahkan masyarakat namun juga meresahkan jurnalis professional, karena mereka merusak marwah profesi seorang jurnalis. Namun, tidak sedikit pula jurnalis yang memang dari pers yang kredibel juga menerima amplop, sehingga berita yang mereka tulis tidak "fair" karena pastinya akan terpengaruh oleh orang yang memberi amplop tersebut. Tentu saja hal yang demikian, akan mencederai tanggungjawab dan kode etik seorang jurnalis.
Menurut Indra Mufarendra, untuk terhindar dari pengaruh negatif yang demikian, Tentu saja kembali pada diri masing -- masing. Namun, untuk membentengi hal tersebut, seseorang harus menyukai dan menjiwai profesinya sebagai seorang jurnalis. Sehingga tanpa rasa terpaksa maupun dipaksa, seorang jurnalis akan otomatis memegang teguh kode etik jurnalistik.
Selama menjadi jurnalis, Indra Mufarendra memiliki banyak pengalaman suka maupun duka yang menurut beliau semuanya menarik. Menjadi seorang jurnalis membuat beliau dapat bertemu dengan orang -- orang baru, dapat mengunjungi  tempat -- tempat yang jarang orang datangi, serta mendapat pengalaman -- pengalaman hidup dari orang -- orang yang beliau temui.Â
Menjadi seorang jurnalis, juga harus siap terhadap segala tantangan yang dihadapi. Tantangan terberat menurut beliau selama menjadi jurnalis yaitu harus siap mengorbankan dan menghabiskan banyak waktu di lapangan dari pada waktu bersama keluarga saat terjadi suatu peristiwa yang mengharuskan siaga selama 24 jam.