Mohon tunggu...
riche pebinurhayati
riche pebinurhayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

traveling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Mawaris

14 Maret 2023   16:27 Diperbarui: 14 Maret 2023   16:34 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam aliran hukum waris di indonesia terdapat suatu hukum tentang hukum warisan yang diterapkan bagi seluruh warga indonesia masih ada yang berbeda karena mengingat adanya penggolongan warga negara. Yang mana terdiri dari warga negara indonesia asli yang masih berpegang prinsip pada hukum adat, Warga  negara indonesia  yang asli beragama islam memegang prinsip hukum waris islam sesuai ketentuannya, dan bagi orang Arab sendiri berlaku hukum islam secara keseluruhan, sedangkan bagi orang Tionghoa dan Eropa berlaku hukum warisan dari Bugerlijk Wettbook (BW).

Hukum waris ini juga mempunyai dasar hukum waris islam dan asas-asasnya dasar yang pertama adalah Al-Qur'an yang mana di dalamnya menjelaskan ketentuan- ketentuan fard tiap-tiap ahli waris. Sejumlah frad juga sudah diatur secara jelas dalam Al-Qur'an seperti menyangkut tentang tanggung jawab orang tua dan anak ditemui dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 233, menyangkut harta pusaka dan pewarisnya ditemui dalam QS. An-Nisa (4) ayat 33 dll, tentang aturan pembagian harta warisan ditemui dalam QS. An-Nisa ayat 7,14, 34 dan 176., serta tentang penjelasan tambahan mengenai waris berisi pengertian pembantu. Selanjutnya sesuai dengan sunnah rasul juga menyebutkan ketentuan- ketentuan mengenai waris meskipun didalam Al-Qur'an telah disebutkan secara rinci. Di dalam asas-asas hukum waris ada bagian ijbra, bilateral, individual, keadilan berimbang, prinsip bilateral, akibat kematian.

Dan dalam prinsip nya hukum waris islam mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan yaitu pertama,hukum waris islam menempuh jalan tengah dengan memberi kebebasan kepada seseorang. Kedua, yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan tanpa perlu pernyataan menerima secara suka rela atau atas keputusan hakim. Ketiga, warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Sebab-sebab waris mewaris ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya proses waris dalam islam yaitu tiga hal yakni: sebab hubungan kerabat/nasab, perkawinan, dan wala (memerdekakan budak).

Yang pertama masuk ke hubungan kekerabatan (nasab) yang dimana menjadi salah satu sebab dapat beralihnya harta, dari seorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup dikarenakan ada hubungan nasab. Yang kedua tentang hubungan perkawinan dengan artian suami menjadi ahli waris bagi istrinya yan meninggal dan isteri juga menjadi ahli waris bagi suami yan meninggal. Yang ketiga, hubungan Al-wala yaitu waris mewarisi karena kekerabatan hukum yang timbul karena membebaskan budak. Yang keempat, hubungan sesama islam maksudnya terjadi apabila seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya diserahkan kepada perbendaharaan umum atau disebut baitul maal.

Terdapat juga syarat warisan yang dimana ada kaitannya dengan sebab seseorang mewarisi. Adapun sebab seseorang tidak mendapatkan warisan yang pertama karena halangan waris maksudnya ada hal yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi karena adanya sebab sehingga tidak dapat menerima hak waris, misalnya pembunuhan,perbedaan agama, perbudakan, serta berlaianan negara. Selanjutnya karena adanya beberapa kelompok yang menjadi penghalang waris, hilangnya hak mewarisi mungkin karena haknya secara keseluruhan atau sebagian yaitu bergeser dari bagian yang besar menjadi bagian yang lebih kecil. Mengenai harta peninggal di dalam hukum waris islam atau yang bisa disebut "tirkah".

Tirkah sendiri mempunyai arti nominal jadi seluruh yang ditinggalkan mayit berupa harta dan hak- hak yang tetap secara mutlak. Di dala tirkah mencakup 4 hal yaitu kebendaan, hak-hak yang mempunyai nilai kebendaan, beberapa tindakan yang oleh si mayit saat hidup seperti menyimpan khamar, diyat (denda) yang dibayarkan kepada oleh pembunuh yang melakukan pembunuhan karena khilaf. Selanjutnya hak- hak yang terkait dengan harta peninggalan diantaranya ada hak yang menyangkut kepentingan mayit sendiri seperti untuk biaya pengurusan jenazah, hak yang menyangkut kepentingan para kreditur atau untuk membayar hutang pewaris, hak yang menyangkut kepentingan orang yang menerima wasiat atau untuk memenuhi wasiat pewarisnya, dan hak para ahli waris.

Wasiat sendiri mempunyai arti yaitu pesan seseorang untuk menyisihkan sebagian harta bendanya untuk orang yang ditentukannya dan pelaksanannya terjadi sesudah ia meninggal dunia. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan antara wasiat dan pemilikan harta lainnya seperti jual beli dan sewa menyewa, karena pemilikan dalam kedua bentuk akad yang disebutkan terakhir bisa berlaku ketika yang bersangkutan masih hidup. Tetapi berbeda dengan hukum islam dalam hukum perdata sendiri memiliki art hibah yang tidak dibatasi berapa besarnya, sedangkan dalam hukum islam besarnya wasiat paling banyak hanya 1/3 (satu per tiga) harta peninggalan. Menurut Oemarsalim, jika wasiat (testament) menetapkan penghibahan barang tertentu diberi sebutan "legaat", sedangkan menurut Syi'ah Imamiyah, wasiat boleh untuk ahli waris maupun bukan ahli waris, dan tidak tergantung pada persetujuan ahli waris lainnya, sepanjang tidak melebihi 1/3(sepertiga) harta warisan.

Dasar hukum wasiat memang kuat dalam syariat islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Hukum dalam melakukan wasiat juga ada dalam hukum islam yang dimana di dalam nya mengatakan bahwa wasiat itu hukumnya wajib selain itu dikatakan juga bahwa sebelum harta waris dibagikan keoada ahli waris setelah dilaksanakan wasiat dan dibayar utang orang yang meninggal itu. Selanjutnya pada rukun dan syarat wasiat yaitu terdiri dari orang yang mewasiatkan (mushi), orang yang menerima wasiat (musha lah), harta yang diwasiatkan (musha hih), lafal ijab dan qabul (shig[hat). Batalnya wasiat bisa terjadi jika tidak memenuhi segala rukun dan persyaratan, atau tidak terpenuhi salah satu rukun dan  persyaratannya maka wasiat dianggap batal dan tidak sah, karenanya tidak menimbulkan akibat hukum apa pun. Adapun pencabutan wasiat juga sudah diatur dalam pasal 199 kompilasi hukum islam. Wasiat dilakuan dalam keadaan tertutup, selain itu juga dalam hukum islam ini ada ketentuan wasiat yang lainnya seperti teknis pelaksanaan wasiat, larangan wasiat. Adapun wasiat bagi anak angkat dalam ketentuan hukum ini bermanfaat bagi anak dari anak laki-laki yang meninggal atau anak laki-laki dari anak laki-laki terus ke bawah.

Dalam pembagian harta warisan terdapat tata cara perhitungan warisan yaitu pertama, menghitung harta warisan dengan sistem asal masalah. Kedua, menghitung harta warisan dengan sistem perbandingan. Di dalam nya juga menjelaskan tentang masalah 'aul yang artinya bertambahnya jumlah ashabul furudh yang menyebabkan hak waris berkurang. Selain itu ada raad yakni mengembalikan sisa harta warisan setelah adanya pembagian tetap kepada ashabul furudh secara proposional apabila tidak ada ashabah.  Ada juga pembagian malasah akdariyah, masalah takharruj, masalah munasakhah, dan koreksi asal masalah.

Adapun bagian asabah yakni ahli waris yang mendapat harta warisan dengan bagian yang tidak ditentukan. Ashabah terdiri dari 2 bagian yaitu ashabah nin nafsi yaitu laki-laki yang bernisbah kepada mayit tanpa perempuan. Sedangkan ashabah bil ghair yaitu ahl waris yang menerima bagian dari sisa karena bersama-sama dengan ahli waris yang telah menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada maka ia tetap menerima bagian tertentu. Ashabah ma'al ghair yaitu ahli waris yang menerima bagian ashabah karena bersama ahli waris lain yang bukan penerima bagian ashabah.

Ada juga bagian dzawil furudh merupakan bentuk mufrod (tunggal) dari furudh, yang dalam artinya bagian yang sudah ditentukan jumlahnya untuk waris dari harta peninggalan, baik dengan nash ataupun dengan jalan ijma. Di dalamya terdapat hak dzawil furudh seperti, dzawil furudh yang berhak menerima setengah (Nishf) harta, dzawil furudh yang berhak menerima seperempat (Rubu') harta, dzawil furudh yang berhak menerima seperdelapan (Tsumun) harta, dzawil furudh yang berhak menerim dua pertiga (Tsulutsani) harta, dan dzawil furudh yang berhak menerima sepertiga (Tsulust) harta, dzawil furudh yang berhak menerima seperenam (Sudus) harta. Selain itu ada ahli waris dzawil arham dan penyelesainnya, dzawil arham sendiri mencakup secra umum seluruh keluraga yang mempunyai hubungan kerabat dengan orang yang meninggal, baik yang termasuk ahli waris golongan ashabul furudh, ashabah maupun golongan lain. Cara pembagian waris dzawil arham dibagi dalam tiga golongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun