Dalam hal susunan kalimat, bahasa Jepang dan bahasa Mandarin memiliki perbedaan yang signifikan. Bahasa Mandarin memiliki susunan kalimat yang mirip dengan bahasa Indonesia dimana kalimat diawali dengan subjek lalu diikuti oleh predikat atau kata kerja dan diakhiri dengan objek dan kata keterangan. Sementara itu dalam bahasa Jepang, kata kerja atau predikat selalu berada di akhir kalimat. Berikut contohnya:
“Saya memberi adik saya uang”.
Bahasa Jepang: 私は(S)妹に(O)お金(K)をあげる(P)。(Watashi wa imouto ni okane wo ageru)
Bahasa Mandarin: 我(S)给(P)妹妹(O)钱(K)。(Wo gei meimei qian)
“Mereka pergi ke taman”
Bahasa Jepang: 彼ら(S)は公園(O)へ行く(P)。(Karera wa kouen he iku).
Bahasa Mandarin: 他们(S)去(P)公园(O)。(Tamen qu gongyuan).
*(S): Subjek, (P): Predikat, (O): Objek, (K): Keterangan.
Pengucapan
Bahasa Mandarin dan bahasa Tionghoa lainnya menggunakan nada untuk membedakan makna dari kata-kata yang memiliki pelafalan yang sama (homophones). Mā (妈) yang jika diucapkan dengan nada panjang memiliki arti "ibu". Sementara itu, mǎ (马) yang diucapkan dari nada rendah lalu ke nada tinggi memiliki arti "kuda".
Bahasa Jepang juga memiliki konsep yang serupa yang dinamakan aksen nada (pitch accent) untuk membedakan antara homophones. Ima (今) jika diucapkan dari nada tinggi ke rendah memiliki makna "sekarang", tetapi jika ima (居間) yang diucapkan dari nada rendah ke tinggi, maka maknanya berubah menjadi "ruang tamu". Namun, pitch accent tidaklah sebanyak dan sesignifikan nada-nada dalam bahasa Tionghoa.