Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasib Sebatang Pohon

21 Januari 2024   03:51 Diperbarui: 21 Januari 2024   05:40 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sebatang pohon tua tengah bercakap-cakap dengan air (sumber gambar: dok.pribadi/rekayasa digital AI)

"Air, apa kau tak punya pekerjaan malam ini?" tanya pohon tua mengalihkan perhatian.

"Pertanyaan yang aneh. Tidak biasanya kau menanyakan itu padaku. Bukankah, apa yang aku lakukan tak pernah luput dari perhatianmu? Kami tak mengenal hari libur, sobat? Sedetik pun tak ada. Lalu, mengapa tiba-tiba kau tanyakan? Ada apa sesungguhnya?" ucap air menyelidik. Ia makin curiga dengan tingkah aneh pohon tua di hadapannya itu.

"Ah, maafkan. Aku ngelantur," kilah pohon tua.

Nyaris pecah tawa air, saat itu. Tingkah pohon tua itu makin lucu. Tetapi, air cukup tahu diri. Ia menahan tawanya agar tak membuat hati sang pohon tua itu rantas dan patah. 

Dan, diam-diam, air sebenarnya telah mengetahui perihal apa yang membuat pohon tua itu kehilangan pesonanya. Siang tadi, tanah menyiarkan kabar kepadanya. Bahwa, besok, begitu matahari naik sepenggal, seluruh pohon yang berdiri tegak di atas tanah itu akan mengakhiri hidupnya. Konon, sekelompok manusia yang berkuasa merencanakan sebuah pembangunan gedung mewah berlantai 30. Konon lagi, gedung itu akan dijadikan semacam kondominium. Tempat tinggal para konglomerat di kota ini.

"Aku sudah mendengar semuanya, sahabatku. Aku maklum. Tetapi, aku pikir, tidak ada jalan lain bagi makhluk seperti kita ini, selain menuruti kodrat hukum alam. Sudahlah, jangan terlalu membebani dirimu dengan apa-apa yang tak perlu kau pikirkan," bujuk air.

"Jadi, kau sudah mendengar?"

"Ya!"

"Lalu, bagaimana menurutmu?"

"Kita punya Tuhan. Serahkan saja semua keputusan pada-Nya," jawab air.

Pohon terdiam. Menunduk. Ucapan air benar adanya. Tak terbantah. Tetapi, benak pohon tua itu masih dihinggapi rasa khawatir yang lain. Ia bimbang, apakah perlu atau tidak, untuk menyampaikan kekhawatirannya itu pada sahabat karibnya, air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun