"Dari pakaianmu, juga dari caramu bicara, kalau aku tidak salah tangkap, kau pasti dari jauh," kata kakek itu menebak-nebak.
Pemuda itu mengangguk.
"Lantas, bagaimana kau bisa sampai di sini? Dan, apa yang sesungguhnya kau lakukan di sini?" tanya kakek itu lagi.
Pemuda itu pun akhirnya menceritakan apa saja yang dialaminya sejak awal perjalanan hingga ia tertidur di bawah pohon itu. Semua, ia ceritakan. Tak kurang dan tak lebih.
Mendengar cerita pemuda itu, kakek itu merasa iba. Ia menaruh rasa belas kasih pada pemuda itu. "Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah kau merasa gagal menempuh perjalananmu ini?" tanya kakek itu dengan nada yang lembut.
"Aku akan terus melanjutkan perjalananku ini, Kek. Aku ingin menziarahi makam orang yang sangat aku cintai, makam Rasulullah saw. Dan aku sangat ingin berada di dekat Ka'bah agar bisa mencium hajar aswad, Kek," jawab pemuda itu.
"Dengan kondisi tubuhmu yang begitu, apa mungkin?" sergah sang kakek.
"Apapun kondisi yang aku alami, Kek. Aku harus bisa sampai ke Madinah dan Mekah," balas pemuda itu.
"Tidak. Kau jangan memaksakan diri, Nak. Itu tak baik untukmu. Ini, kau boleh naik untaku ini," usul kakek itu.
"Terus, bagaimana dengan Kakek?" tanya pemuda itu agak ragu-ragu.
"Kita naik unta bersama ke tempat-tempat yang ingin kau ziarahi," jawab kakek itu menegaskan.