Tetapi, apabila ditafsirkan kembali maka dapat dipahami bahwa bangsa ini memang sudah dikenal sebagai bangsa penjelajah dunia pada era itu. yang artinya pula bahwa bangsa ini adalah bangsa yang sudah memiliki hubungan dengan bangsa-bangsa lain.
Lebih dari itu, Anton Moeljana, seorang sejarahwan yang sekaligus pakar bahasa dan sastra pernah menyatakan bahwa bahasa Indonesia yang merupakan keturunan dari bahasa Melayu (kep. Riau, Minang, dan Kalimantan) pernah menjadi bahasa pergaulan dunia.Â
Bahasa Melayu yang merupakan induk bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa tertua dalam bahasa-bahasa dunia lainnya. Bahkan, di dalam genggaman kerajaan Sriwijaya dan juga Majapahit, bahasa ini menjadi bahasa internasional yang digunakan untuk pengajaran, hubungan diplomatik, dan hubungan perdagangan lintas bangsa.Â
Anton Moeljana menunjukkan bukti temuan-temuan artefak berupa prasasti yang bertuliskan huruf palawa dengan menggunakan bahasa Melayu Kuno dan bahasa Jawa Kuno di beberapa negara di luar kawasan Nusantara, seperti di India, Madagaskar, kepulauan Hawaii, dan beberapa kawasan lainnya.Â
Selain itu, beberapa surat yang dikirim kepada sejumlah penguasa Timur Tengah yang menggunakan tulisan Arab dengan bahasa Melayu juga menjadi bukti nyata bahwa bangsa Nusantara pada masa kejayaannya itu pernah menduduki posisi penting dalam kancah pergaulan dunia. Begitu pula dengan bahasanya.
Gus Dur juga pernah menuliskan bahwa bangsa Nusantara di masa lalunya merupakan bangsa yang besar. Ia menjadi bangsa tujuan bagi bangsa-bangsa lain. Ia bahkan menjadi tempat pertemuan arus kebudayaan dari bangsa-bangsa lain yang sedemikian beragamnya.Â
Bahkan ia menjadi tempat studi bagi bangsa-bangsa lain mengenai ilmu pengetahuan dan filsafat. Fakta ini memang berkebalikan dengan masa kini.Â
Tetapi, keyakinan itu perlu ditanamkan kembali untuk menemukan kembali jati diri bangsa Indonesia yang kini terserak di tepi perjalanan sejarah masa kini.Â
Tentunya, keyakinan semacam ini juga perlu menjadi bahan renungan bersama dalam kaitannya untuk membangun kemandirian bangsa Indonesia di masa kini dan masa mendatang.
Seperti yang pernah diungkapkan Cak Nun (sapaan akrab budayawan asal Yogyakarta, Emha Ainunnajib) saat melawat kampus Sriwijaya, Universitas Pekalongan dua tahun silam.Â
Dalam pernyataannya Cak Nun mengatakan bahwa sumber penyakit utama yang menjadi virus bagi bangsa Indonesia ini tidak lain dan tidak bukan adalah rasa ketidakpercayaan pada diri sendiri sebagai bangsa.Â