Ia telah mengerahkan tenaganya untuk negaranya melalui jalur militer, telah menyebarkan dakwah agamanya melalui arsitektur masjid, telah menelurkan semarak baru di ilmu yang ditekuninya melalui masjid tanpa kubah, dan telah membahagiakan dirinya sendiri dengan menjadikan hampir seluruh hidupnya untuk mendalami hobby.
Jika ada yang bilang hobby yang dibayar bisa membuat orang bahagia, maka sosok ini tentulah orang yang sangat bahagia dihidupnya.
Kegigihannnya untuk meninggalkan dunia militer untuk kemudian menempuh kuliah arsitektur di usia 28 tahun mengajarkan pada kita bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Segala pencapaiannya juga merupakan bukti nyata yang telah mengajarkan pada kita bahwa mendalami hobby tidak selamanya tentang kesenangan semata.Â
Jika kita mau mendalami dan bersungguh-sungguh didalamnya, maka kita bisa menjadikannya sebagai sesuatu yang lebih berharga dan istimewa --bahkan bisa menjadi salah satu penyumbang catatan sejarah yang tak lekang oleh masa.
Meski telah 3 tahun berlalu dari kepergiannya, namanya masih terkenang apik di sejarah arsitektur Indonesia. Beliau akan tetap abadi dengan semua kerja kerasnya, kontribusinya, dan gebrakannya yang akan terus ditulis dan ditulis ulang lagi oleh tiap generasi.Â
Masjid-masjid yang pernah ia rancang itupun tetap berdiri  hingga saat ini, tetap dikunjungi oleh banyak kalangan, tetap dikagumi oleh banyak mata, dan tetap menjadi tempat bersujudnya seluruh umat.
Sekarang adalah ruang bagi kita untuk meneruskan perjuangannya, untuk mengadopsi semangatnya dan untuk mengenangnya sepanjang masa.Â
Sebab definisi pergi bagi seseorang bukanlah saat nafasnya terhenti secara perlahan, tapi saat keberadaannya mulai dilupakan oleh orang-orang.
Maka ingatlah Letnan Dua dari Garut itu, Achmad Noe'man namanya.
Referensi: