Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

"Lakonmu Apa?": Wujud dan Sosok Perempuan dalam Wayang Sari Koeswoyo

4 September 2023   16:00 Diperbarui: 4 September 2023   18:48 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai sebuah kesenian tradisional, wayang memiliki nilai budaya dan religiusitas yang sangat melekat. Wayang umumnya secara menarik menampilkan cerita hidup manusia, sejak lahir hingga menutup mata. Semuanya tak lepas dari karakter, sifat manusia, termasuk keterlibatan peran perempuan. Perupa Sari Koeswoyo mengamati dan menangkap figur wayang bergender perempuan, lalu mewujudkannya dalam gelar karya tunggal lukisan berjudul "Lakonmu Apa?".

Dalam kisah pewayangan yang berkembang di tanah Jawa, terutama Mahabharata dan Ramayana, tokoh wayang perempuan memang ada dan cukup dikenal masyarakat. Muncul pada lakon yang ditampilkan dalang. dengan diiringi gamelan dan  tembang, yang membuat pertunjukan wayang mempesona. 

Banggalah Indonesia yang telah memiliki budaya asli lokal ini dan secara resmi telah ditetapkan UNESCO sejak 7 November  2003. Hanya saja, seberapakah kita mengenal tokoh wayang perempuan?  Dalam masyarakat mayoritas petani, yang paling dikenal adalah Dewi Sri yang disebut Dewi Padi pelindung kehidupan.  

Ada juga Dewi Sinta, yang merupakan istri Rama  dalam kisah Ramayana tapi nahas diculik Rahwana. Ada juga Dewi Anjani, perempuan asal kayangan, bidadari yang berparas sangat cantik. Ada Dewi Kunti dalam Mahabharata yang welas asih, tegar, penyayang, dan berpikiran terbuka. 

Sari Koeswoyo bersama perupa Kana Fuddy Prakoso, pendiri Ruang Garasi (dok. Windhu) 
Sari Koeswoyo bersama perupa Kana Fuddy Prakoso, pendiri Ruang Garasi (dok. Windhu) 

Masih ada lagi beberapa tokoh wayang perempuan lainnya. Namun, tunggu, dalam pameran karya tunggalnya "Lakonmu Apa?" yang digelar di galeri  Ruang Garasi, Jalan Gandaria IV/2, Jakarta Selatan, Sari Koeswoyo yang dulunya penyanyi anak ini  tidak merujuk pada tokoh wayang tertentu. 

Mengusung wayang bergender perempuan, wayang yang ditampilkan Sari Koeswoyo dalam karya seni lukisnya tidaklah memiliki pakem meski tetap tidak melupakan pakem. Karenanya, Sari lebih suka menyebutnya sebagai Wayang Sari. 

Wayang Bergender Perempuan Karya Sari Koeswoyo

Lukisan wayang yang dibuat Sari seluruhnya bergender perempuan, tetapi bukanlah tokoh-tokoh wanita dalam pewayangan yang dikenal selama ini.
Sari lebih berkisah mengenai perempuan.

Peran perempuan dalam keseharian yang dilihat dan dicermati secara mendalam.
Bagi Sari yang memaknai ulang cerita wayang, ternyata  begitu besar peran perempuan. 

Hal itu disampaikannya pada 5 (lima) lukisan ukuran 120x140 cm, yang digoreskan dengan makna cerita dan penuh warna, serta dibuat pada tentang 2022 hingga 2023.

Kelima lukisan itu, yakni Mbok Mbik, Bukan Wani Ditata (per-EMPU-an), Sudah Waktunya, Portal Kehidupan, dan Wahyu Temurun.

Selain itu, masih terdapat lukisan-lukisan lain yang berukuran lebih kecil. Salah satunya, hanoman obong.

Lukisan Mbok Mbik (Kiri) dan Bukan Wani Ditata (kanan)  | dok. Windhu
Lukisan Mbok Mbik (Kiri) dan Bukan Wani Ditata (kanan)  | dok. Windhu

Menarik kisah di balik Mbok Mban. Mungkin ada yang menganggap sepele peran emban alias pengasuh.

Lukisan Mbok Mbik menampilkan dua sosok perempuan yang saling berhadapan. Bagi Sari, Mbok Mban yang disapa nama kesayangan Mbok Mbik, punya peran besar. 

Perempuan pengasuh termasuk orang hebat karena ikut mengasuh anak-anak yang suatu saat kelak menjadi orang hebat. Jauh lebih hebat dari Mbok Mban yang mengasuhnya.

Portal Kehidupan (dok. windhu) 
Portal Kehidupan (dok. windhu) 

Yang mencuri perhatian adalah lukisan Portal Kehidupan. Perempuan memiliki kekuatan yang mengagumkan dengan kemampuan melahirkan kehidupan. 

Dengan warna merah muda, Sari melukiskan siklus kehidupan manusia dari dalam kandungan hingga akhirnya mengeluarkan keturunan melalui labia. Ada simbol ular di situ. 

Semua manusia yang bernyawa pasti melalui jalan lahir yang hanya dimiliki perempuan.

Dengan kata lain, perempuan mampu meregenerasi kehidupan. Kelak, manusia-manusia yang dilahirkan perempuan pun tumbuh besar. 

"Tanpa kami perempuan, tidak ada yang bisa hidup," katanya.

Chica Koeswoyo di antara karya Sari Koeswoyo (dok. windhu) 
Chica Koeswoyo di antara karya Sari Koeswoyo (dok. windhu) 
Sari ingin menyampaikan pesan jika perempuan tidak hanya berurusan sekitar dapur dan ranjang.

Lebih lebih dari itu, perempuan punya kebebasan dalam memutuskan hidup seraya merawat, mendidik anak, mengatur keuangan, dan lainnya. 

Helen Koeswoyo melihat lukisan Bukan Wani Ditata (dok. windhu) 
Helen Koeswoyo melihat lukisan Bukan Wani Ditata (dok. windhu) 
Posisi perempuan juga menjadi sorotan kuat Sari Koeswoyo. Dalam lukisan Bukan Wani Ditata (PerEMPUan), Sari ingin menunjukkan jika perempuan bisa mengatur hidupnya sendiri karena punya nalar dan hati. (Bukan dalam konotasi negatif). 

Perempuan yang saat melambung tinggi atau saat jatuh selalu dituding-tuding dan diatur-atur. Seperti, kamu harusnya begitu, kamu harusnya begini. 

Jika perempuan sudah mengerti dirinya, tidak perlu mengaku-aku saya istrinya A, anaknya B, dan cucunya C. Secara tegas, perempuan bisa bilang, saya adalah saya. 

Lukisan Sudah Waktunya atau Wis Wayahe (dok. windhu) 
Lukisan Sudah Waktunya atau Wis Wayahe (dok. windhu) 

Lukisan Sudah Waktunya atau dalam bahasa Jawa Wis Wayahe, bermakna bahwa sesuatunya itu sudah ada waktunya menyelaraskan atau menyeimbangkan dalam kehidupan ini. 

Ada api yang bisa menghangatkan, tapi jangan sampai membakar atau kobong. Ada air yang bisa menenangkan, tapi jangan sampai menjadi air bah yang mencelakakan.

Wahyu Temurun (dok. windhu) 
Wahyu Temurun (dok. windhu) 

Lukisan Wahyu Temurun merupakan yang paling lama dibuat oleh Sari Koeswoyo, hampir 2 tahun! 

Sari menyoal adanya peran penting perempuan dalam pemilihan raja. Perempuan itu mendapatkan wahyu bagaimana seseorang seharusnya memimpin. 

Harus dilekati sikap kebijaksanaan, adil, pengayom, dan punya kekuatan sehingga dalam karyanya, ada simbol naga dan ganesha. 

Keluarga Koeswoyo generasi kedua (dok. Windhu) 
Keluarga Koeswoyo generasi kedua (dok. Windhu) 

Eksplorasi Kreatif Memanusiakan Wayang

Figur-figur wayang bergender perempuan yang hadir dalam karya Sari, seperti kata Kurator Mamik S, merupakan hasil pengamatan dan pembelajarannya terhadap berbagai bentuk visualiasasi wayang Jawa, yang direduksi bentuk dan motifnya oleh karakteristik sendiri.

Wayang Sari meski tidak memiliki pakem, merupakan hasil eksplorasi kreatif dari imajinasinya, idenya dan halusinasinya dalam mendekonstruksi citra wayang dan kisahnya. Sari menyebutnya dengan memanusiakan wayang dan mematangkan manusia.

Pameran Wayang Sari (dok. windhu) 
Pameran Wayang Sari (dok. windhu) 

 Yang pasti, saat melihat karya Sari Koeswoyo bersama teman-teman komunitas Koteka, menyeluruh perasaan senang dan bangga dengan adanya lukisan Wayang bergender perempuan. 

Tak hanya itu, suasana keakraban dan kehangatan yang hadir di galeri Ruang Garasi memberikan semangat kepada perempuan, sekaligus membuka mata peran perempuan dalam kehidupan yang strategis. 

Bisa jadi, lantaran pameran "Lakonmu Apa?" menarik, waktu pameran yang dibuka pada tanggal 30 Agustus, bertepatan ulang tahun Sari ke-55, akhirnya diperpanjang hingga 9 September 2023.

---Jakarta,dhu040923--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun