Bulan Mei tiba. Liburan usai, lebaran selesai. Aktivitas normal dan rutinitas kembali lagi. Silaturahmi hari raya pun berakhir. Kumpul-kumpul keluarga tidak akan seramai saat hari besar tiba. Mereka yang usia produktif kembali bekerja. Mereka yang lansia menjalani lagi hari panjang di rumah.Â
Tiba-tiba saja saya teringat obrolan dengan sepupu dari pihak ibu. Lebaran kemarin, kami, yakni ibu beserta anak dan cucu mendatangi kakak sepupu ibu yang berusia lebih tua. Kami datang pada lebaran ketiga. Ternyata, kunjungan ibu sudah dinanti-nanti.
"Nah ini yang ditunggu-tunggu sudah datang. Bapaknya sudah ribut nanyain terus. Minta diteleponin terus kenapa nggak datang-datang," sambut bude ketika kami baru saja sampai di pintu pagar rumah.
Hubungan ibu dengan sepupunya memang dekat. Saat masih kanak-kanak pernah bersama di kampung. Keakraban berlanjut hingga kini, saat keduanya sudah menjadi manusia lanjut usia. Sama-sama sudah menjadi kakek dan nenek. Ibu dengan usia yang sudah memasuki kepala 7 dan pakde yang sudah berusia kepala 8.
Tanpa butuh lama, kedua kakak dan adik sepupu itu sudah asyik mengobrol. Sebagian isi obrolannya, jika disimak adalah mengenai nostalgia keduanya di masa lalu. Ibu pernah cerita, saat kecil sempat diasuh pakde.
"Bapak senang banget kalau sudah bertemu bulek. Memorinya dan nostalgia masa lalunya terangkat lagi. Bapak jadi lebih segar dan lebih semangat," kata Irman, sepupu yang duduk di sampingku.
Saya menatap kedua orangtua lanjut usia yang sedang berbincang. Saya dan Irman sama-sama tersenyum. "Kalau rumahnya berdekatan, mungkin bapak setiap hari sudah datang ke tempat bulek," ucap Irman.
Lansia yang Sudah Tak Bisa ke Mana-Mana
Idul fitri ini saya mengunjungi beberapa orang lansia. Selain yang masih kerabat dan saudara, saya juga datang ke rumah sejumlah tetangga untuk bersilaturahmi. Saat halal bihalal warga perumahan setelah shalat Idul Fitri di taman perumahan digelar, saat itu ajakan untuk berlebaran di rumah warga yang tidak datang muncul.
"Ke rumah pak Ano. Sudah nggak kuat lagi berjalan." Itu awalnya. Wah, bapak yang tahun ini sudah berusia 85 tahun ini sangat senang dikunjungi. Beliau bercerita mengenai kondisi kakinya yang entah kenapa tiba-tiba bergeser pada lutut. Dokter memintanya untuk dioperasi. Minimal biaya yang diperlukan Rp. 10 juta.
"Kami masih ragu untuk operasi. Bapak juga sudah tua, takut kenapa-napa." Kata anak pak Ano.
Alhasil, pak Ano cuma bisa berada di rumah saja."Nggak pernah kemana-mana. Paling jauh cuma sampai depan rumah," ujar pak Ano.
Usai dari rumah pak Ano, saya diajak menjenguk lansia yang baru saja keluar dari rumah sakit. Seorang ibu yang dulunya selalu ramai dan ceria dalam kegiatan lingkungan.Â
Sehari sebelum lebaran, baru pulang ke rumah setelah mendapatkan perawatan akibat benjolan di payudara. Saat datang, terlihat masih ada selang yang tertanam dari balik bajunya. Rambutnya sudah botak, katanya efek obat kemoterapi.
"Baru pulang kemarin. Ramadan kemarin coba puasa tapi cuma kuat seminggu saja," ibu itu bercerita. Wajahnya terlihat cerah karena satu demi satu para tetangga datang untuk menjenguknya. Saat kami masih berada disana, sudah ada tetangga lain yang mengucapkan salam di depan rumah.
Usai dari situ, kami mendatangi warga senior lainnya yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kasur saja. Usianya sudah sampai pada angka 9. Jika tidak dibantu, untuk duduk di kursi roda pun sudah sulit. "Jangan, jangan ditutup pintu kamarnya," pinta si nenek saat kami pamit untuk pulang.
Lansia dan Kesepian
Ketika semakin bertambah usia, para lansia terkadang merasa kesepian. Anak-anaknya, bahkan cucu-cucunya belum tentu bisa menjadi teman mengobrol yang baik.Â
"Sekarang saya kalau terima kabar, isinya informasi duka cita atau sakit," ibu pernah bercerita seperti itu. Tentu saja,sesekali ada juga undangan pernikahan dari anak atau cucu teman.
Lansia membutuhkan teman bercerita yang tepat. Teman berbagi rasa. Sayangnya, teman seusia sudah banyak yang berpulang. Pun, kadang kondisi kesehatan tubuh sudah berkurang dan tidak memungkinkan.
"Kalau memang bapak senang kalau ketemu ibu untuk mengobrol, datang saja ke rumah sering-sering ketemu ibu," kataku pada Irman.
Sempat terdiam, sepupu ini menjawab. "Waktunya, mbak. Nggak tega melepas bapak pergi sendirian sekarang," katanya.
Kini, saya yang terdiam. Hal yang sama, saya pun sudah tak rela melepas ibu, orangtua semata wayang saya, pergi ke suatu tempat tanpa ada yang menemani. Jalan ibu sudah tidak setegap dulu lagi.
Ternyata mengucapkan untuk memberikan yang terbaik untuk para orangtua usia lanjut belum tentu mudah. Ketika para manula ini sudah tidak bisa ke mana-mana, salah satu hiburan adalah dikunjungi. Sayangnya, hal ini tidak bisa sering-sering. Lebih banyak pada hari libur saja atau bahkan pada hari raya seperti Idul Fitri.
Jika mata masih sehat, pendengaran masih baik, tubuh masih mendukung untuk mengisi hari-hari dengan aktivitas, para manula dapat menghilangkan sepi. Mereka tetap bisa menjadi lansia yang produktif.
Namun, jika semua fungsi tubuh sudah menurun, mereka sangat membutuhkan perhatian, pendampingan, dan teman, minimal untuk bercerita dan mengobrol. Selain tentunya juga mengisi hari tua dengan kegiatan keagamaan.
Semoga saja, saat liburan usai, lebaran selesai, para orangtua yang sudah lanjut usia ini tidak merasa terabaikan. Semua aktivitas sudah berlangsung normal, sementara mereka harus tetap berada di rumah saja.
---Jakarta,dhu010523---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI