Saat menjadi ulat, Kipu ingat kalau dirinya sangat doyan melahap daun-daunan hijau. Saat itu nyaris tidak berhenti makan bila melek mata.Â
Ah, Kipu malu juga. Namun, ketika itu perutnya betul-betul tak bisa dikendalikan. Selalu lapar. Jadi dipuaskannya saja makan daun hingga betul-betul kenyang.Â
Daun yang berlubang, berarti pernah disinggahinya. Tubuhnya secara pasti semakin memanjang dan bobotnya bertambah.Â
Hingga kemudian, Kipu membungkus dirinya jadi kepompong yang bergantung di tumbuhan.Â
Akhirnya, datanglah hari yang ditunggu Kipu. Sayapnya tumbuh menyelimuti tubuh. Namun, Kipu perlu belajar terbang dulu. Kupu-kupu tak serta merta bisa terbang meski punya sayap.Â
Hup, Kipu membentangkan sayap. Hatinya riang. Semakin lama, bisa mengangkat tubuhnya lebih tinggi dengan kepakan sayap.Â
Meliuk melewati tanaman demi tanaman. Mencari bunga untuk diisap sarinya, dengan menggunakan belalai yang sudah siap menyedot cairan manis.Â
Kaki Kipu yang punya reseptor,lihai melacak dan mencicipi bunga, dengan sari terbaik.Â
Kipu semakin bersemangat terbang. Hinggap dari satu bunga ke bunga.Â
Lepas jadi kepompong, sebagai kupu-kupu, si Kipu sadar tugasnya. Harus mencari makan dan bersiap kawin untuk melanjutkan keturunan.Â
Saat meliuk di atas telaga, Kipu tertegun. Ada mahluk bersayap cantik dengan warna indah. Itukah dirinya?Â